webnovel

Bagian 14

🌺 Dengarkan lagu sedih saat membaca bagian ini dan membaca pelan 🌺

Avan menyeringai. Melangkah mendekati siswi itu. Siswi itu mundur perlahan dengan mengandalkan tangannya yang menyentuh tanah. Seringaian Avan membuatnya takut dan bergetar. Mengingat Avan pernah mengancamnya sebelumnya saat di dalam kelas.

"Kau lagi-lagi mebuat ulah. Apakah belum cukup kau merusak mobilku?" kata Avan begitu dingin.

Siswi itu gemetaran. Tubuhnya merasa panas dingin. "Ma-maafkan aku. Ja-jangan bunuh aku," kata siswi itu memohon.

Aileen merasa sekelilingnya berputar. Kepalanya terasa sakit. Tubuhnya melemah dan matanya mulai terpejam. Eunwoo segera berlari menahan kepala Aileen yang hampir membentur tanah. Menatap Aileen khawatir. Avan menoleh, melihat Eunwoo yang tengah resah.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Avan memastikan karena tak dapat melihat wajah Aileen yang tertutup dengan punggung Eunwoo.

Eunwoo mengangguk. Kemudian membawa Aileen dalam gendongan kedua tangannya dan menoleh pada Avan sebentar, "Aku akan membawanya." Avan mengangguk dan menatap Eunwoo melangkah pergi sesaat.

Avan kembali menyeringai dengan kembali menatap siswi yang tengah meringsuk di tanah itu,

"Kau tidak akan kubiarkan hidup. Tunggulah, hingga kau mati di tanganku." Avan memainkan sebelah matanya, "Sampai bertemu nanti." Avan berlalu meninggalkan siswi itu.

Siswi itu menatap tak percaya serta gemetaran. Kemudian menghela napas lega segera setelah kepergian Avan dan tersenyum sinis dengan pandangannya yang lurus.

***

"Bertahanlah!" gumam Eunwoo khawatir, menatap wajah Aileen yang sangat pucat.

Eunwoo berlari kecil hingga sampai di depan UKS. Saat hendak melangkah masuk, Resendriya yang berdiri di dekat sana melihat Aileen. Berteriak memanggil Aileen, membuat Eunwoo menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Eunwoo khawatir dan heran karena tiba-tiba saja Resendriya mengambil Aileen dari gendongannya. Resendriya menoleh, "Aku saudaranya. Dia membutuhkan darah segera." Resen menatap Aileen khawatir, "Kenapa kau memaksakan diri Aileen. Lihat dirimu, kau bahkan sangat lemah."

Eunwoo terkejut. Menatap tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Ia lupa jika Aileen telah menghisap darah vampir sebelumnya, jika Aileen tidak segera meminum darah hewan atau darah manusia setelahnya maka ia akan mati. Eunwoo baru sadar jika wajah Aileen sangat pucat.

"(Dia belum meminum darah setetespun setelah membahayakan nyawanya?)"  Eunwoo menatap sesal.

"Kalau begitu, aku akan mengambilkan hewan di dalam dan segera kembali," Eunwoo hendak melangkah masuk UKS tapi Resen menghentikannya.

"Lupakan! Dia tidak meminum darah."

Eunwoo berhenti dan bergumam bingung, "Tidak minum darah?"

"Pinjamkan aku mobilmu?"

"Apa yang kau lakukan? Cepat ambil mobilmu," kata Resen lagi melihat Eunwoo termenung.

Eunwoo tersadar, "Mo-" ucapan Eunwoo terhenti seiring Avan datang, "Bawa ke mobilku."

Resen mengangguk kemudian mengikuti Avan dari belakang dan di ikuti oleh Eunwoo.

Saat tiba di parkiran, Avan melihat sekilas wajah Aileen. Avan menatap bingung sambil mengingat wajah Aileen yang tampak Familiar, "Apa aku pernah mengenalnya?" gumam Avan heran sambil masuk ke dalam mobil. Kemudian melajukan mobilnya.

***

Kini di ruang tunggu pasien. Avan memikirkan kembali wajah Aileen yang membuatnya bingung sejak di mobil.

Sementara Resendriya tak henti-hentinya mondar-mandir di depan pintu kamar pasien kerena khawatir. Di sisi lain, Eunwoo terdiam yang juga cemas memikirkan keselamatan Aileen.

Beberapa menit berlalu, dokter keluar dan memecah ketegangan. Resendriya lekas menghampiri dokter itu dan bertanya.

"Bagaimana keadaannya, dokter? Apa dia baik-baik saja?" tanya Resen.

"Dia sudah membaik. Untuk saat ini, harap hanya walinya saja yang di perbolehkan masuk." dokter menatap Resen memastikan, "Apa anda walinya?"

Resen mengangguk, "Benar."

"Baiklah. Setelah ini harap segera mengurus administrasinya. Kalau begitu saya akan pergi." Resen mengangguk menatap dokter itu melangkah pergi.

Resen menoleh dan menatap Eunwoo, "Kau pulang saja bersama temanmu. Aku akan merawat adikku." Resen menatap Avan yang juga tengah melihatnya, "Terima kasih sudah mengantar kami." Avan mengangguk kemudian berdiri menatap Eunwoo sebentar sebelum melangkah pergi.

"Ayo! Aku akan mengantarmu pulang." ajak Avan. Eunwoo menghela napas dan berbalik mengikuti arah langkah Avan.

Resendriya menggenggam tangan Aileen. Menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Menyalahkan dirinya atas semua yang terjadi pada Aileen.

"Maafkan aku, Aileen. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Kenapa kau selalu dalam keadaan terluka saat aku menemukanmu?" gumam Resen lirih dan meneteskan air mata. Memendam amarahnya saat mengingat wajah Eunwoo, "Aku bahkan tidak bisa menyalahkannya. Bagaimana mungkin aku bisa memyalahkannya di saat kau ingin melindunginya?"

Beberapa jam berlalu.

Aileen perlahan membuka matanya dan menatap sekitar. Melihat pada sosok pria yang tengah menyandarkan kepala di sebelahnya dan membelakanginya. Aileen tersenyum lembut dan menyentuh pundak pria itu.

"Eunwoo?" gumam Aileen lirih.

Pria itu sadar dan bangun, "Kau sudah sadar, Aileen?"

Aileen seketika tersadar dan menurunkan tangannya perlahan, "Resen? Di mana E-"

"Aku menyuruhnya pulang." sanggah Resen menyela perkataan Aileen.

Aileen mengerutkan keningnya dan mengerucutkan bibirnya, "Kau menyuruhnya pulang? Kenapa?"

"Karena kau tidak menginginkannya." jawab Resen menyebalkan.

"Kau selalu melakukan hal-hal tidak berguna seperti ini, menyebalkan!" celetus Aileen dan hendak bangun dari baringnya, "Aku akan menemuinya."

Resen terdiam dan menatap kosong sesaat.

"Kenapa, kau ingin menemuinya?" tanya Resen serius.

Aileen berhenti dan menoleh. Suara Resen yang berubah serius membuatnya bingung.

"A-aku ingin mengatakan sesuatu padanya." jawab Aileen kikuk. Kemudian berdiri dan hendak melangkah.

"Apa kau ingin mengatakan terima kasih karena sudah meninggalkanmu saat itu?" tanya Resen lagi.

Aileen tersentak sesaat, membuat langkahnya terhenti. Aileen kemudian tergelak, "Apa maksudmu. Tentu saja aku ingin berterima kasih padanya karena telah menyela-" ucapan Aileen terhenti seiring Resen yang lagi-lagi menyelenya cepat.

"Aku yang menyelamatkanmu, Aileen."

Aileen lagi-lagi tersentak sesaat. Menoleh dan tersenyum, "Tentu saja kau juga menyelematkanku malam itu. Tapi sebelum itu, dia juga menyelamatkanku sebelum kau menemukanku di depan panti asuhan. Setelah itu," Aileen menghentikan ucapannya.

"Dia tidak pernah kembali keluar, Aileen. Dia meninggalkanmu. Sudah berapa kali aku mengatakannya padamu. Dia bahkan tidak mencarimu. Dia melupa-" kali ini Aileen mencelah ucapan Resen,

"Hentikan! Ada apa denganmu? Bukankah kau mendukungku dan mempertemukanku dengannya? Lalu kenapa kau seperti ini?" kata Aileen sedikit meninggikan suaranya. Hatinya benar-benar sakit dan tidak bisa menerima ucapan Resen.

"Aku menyesalinya. Aku benar-benar menyesal!"

"Apa?" tanya Aileen tak percaya.

"Lupakan jika kau ingin berterima kasih padanya. Semua akan sia-sia. Dia tidak akan mengingatmu." Resen berdiri dari duduknya dan berjalan meninggalkan Aileen.

Aileen menatap tak percaya dan diam terpaku. Merasa kecewa dengan ucapan Resen. "Kau tahu aku sudah menunggu hari-hari ini. Aku membencimu, Resen! Apa seperti ini caramu mendukungku?!" Aileen terduduk di lantai dan terisak. Mengeluarkan semua isi hatinya yang ia yakini, "Dia tidak melupakanku. Dia hanya tidak mengenali wajahku karena saat malam itu terlalu gelap. Dia tidak melupakanku, tidak akan," kata Aileen lirih dan meyakinkan dirinya.

"Maafkan aku jika ucapanku menyakitimu. Tapi aku melakukannya agar kau bangun dan menyadari kenyataannya, Aileen." gumam Resen serta jalannya.