webnovel

5. Lembaran Baru

Setelah mengetahui Asya hamil, Budi mengajak Asya pindah ke Jakarta karena ingin membuka lembaran baru untuk anaknya. Asya juga tidak menolaknya. Dengan begitu mereka bisa terhindar dari gossip buruk dari tetangga mengenai keadaan Asya yang bisa membuat mental Asya semakin down.

Keadaan Asya yang hamil di luar nikah itu akan menjadi berita hangat dan boomerang di sekitar rumah. Dan Budi tidak mau membuat mental Asya kembali jatuh. Setelah sebelumnya Asya depresi karena tidak siap menerima kehadiran anaknya sendiri. Ditambah lagi beberapa minggu kemarin mereka bersama-sama mencari sosok Gilang di hotel tempat terkahir mereka bertemu tapi tidak ada hasilnya.

Awalnya Budi ingin mengajak Asya kembali ke kampung halaman yaitu Semarang. Tapi itu hanya akan memperkeruh keadaan dimana kerabat mereka tinggal disana dan pasti akan kecewa sama Asya. Karena sudah mencoreng nama baik keluarga. Maka dari itu Budi memutuskan untuk pergi dan tinggal di Jakarta. Sedangkan rumah dan toko material peninggalan kakek dan nenek Asya, dijual untuk memenuhi kebutuhan mereka selama tinggal di Jakarta nanti.

"Kamu nyaman tinggal di rumah kontrak ini?" Asya mengangguk.

Asya memperhatikan seisi rumah yang ukurannya tidak luas namun layak untuk ditinggali dengan dua kamar.

"Nak, berjanjilah sama ayah. Jangan lukai diri sendiri lagi." Budi menggenggam tangan Asya dan langsung diangguki anaknya.

"Dan juga jangan sakiti lagi anak kamu yang masih di dalam perut itu. Kita mulai hidup yang baru disini."

Asya sadar akan perbuatan salahnya dulu dimana dirinya berniat ingin menghilangkan anaknya sendiri yang masih berada di dalam kandungan. Untung ayahnya datang tepat waktu dan seketika menyadarkannya. Berkat ayahnya itu dia menjadi sadar akan perbuatannya yang salah. Hingga saat ini sudah tidak ada lagi niatan untuk melakukan tindakan bodoh seperti itu lagi. Dia sudah menerima dan damai dengan keadaannya sekarang. Begitupula dengan Budi juga sama.

Di Jakarta, Budi bekerja di Perusahaan MarAsia Corp. Asya beruntung karena hidup di Jakarta yang serba mahal dan susah mencari pekerjaan, ternyata ayahnya masih diberi rezeki dengan pekerjaan di salah satu perusahaan bergerak dalam bidang property. Gaji ayahnya bisa digunakan untuk memenui kebutuhan mereka selama tinggal di Jakarta.

Usia kehamilan Asya tidak terasa sudah menginjak empat bulan. Itu berarti dirinya sudah tinggal di Jakarta selama hampir tiga bulan. Dan selama itu pula, dia tidak pernah berjumpa dengan Gilang. Dia tidak tahu Gilang berada dimana.

Perasaan kesal dan marah pada Gilang sempat melanda diawal dirinya dinyatakan hamil. Karena tidak terima perbuatan Gilang dulu telah membuahkan hasil hingga membuat masa depannya hancur.

Tapi seiring berjalannya waktu dan semakin bertambah usia kandungannya, justru perasaan kesal dan marahnya dulu berubah menjadi rindu. Tanpa disadarinya terselip perasaan rindu akan sosok Gilang berharap mau mendampinginya selama hamil dan ikut membesarkan buah hati mereka. Walau ia sadar Gilang hanyalah laki-laki asing yang pernah singgah sebentar di hidupnya.

"Mamah nggak tahu ayah kamu sekarang dimana ? Semua tentang ayahmu, mamah nggak tahu nak. Maaf, kamu harus hadir di situasi yang salah seperti ini." Asya mengelus perutnya yang sudah mulai buncit di balik daster.

Seperti inilah Asya ketika di rumah disaat Budi sedang bekerja. Budi menyuruh Asya untuk tetap di rumah dan fokus menjaga kandungannya sedangkan Budi fokus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka.

"Kamu harus bangga karena punya kakek yang sangat sayang dan perhatian sama kamu dan mamah."

Tok tok

"Ayah datang." Asya membuka pintu dan langsung menyalimi ayahnya yang baru pulang.

"Udah makan tadi?" tanya Budi.

"Ayo kita makan bareng yah. Makanannya udah siap semua." Asya menggandeng tangan Budi kearah meja makan.

Kini mereka berdua makan bersama di meja makan dan menikmati hidangan di atas meja makan.

Dret dret

"Halo"

"Kamu bisa antarkan berkasnya ke hotel sekarang?"

"Ya bisa pak. Saya akan antarkan sekarang." jawab Budi sambil mengelap mulutnya.

Budi yang masih mengenakan pakaian kantornya langsung bergegas pergi lagi. Asya sungguh merasa kagum melihat kerja keras ayahnya tanpa memperdulikan rasa lelahnya yang habis pulang kerja.

"Yah aku pengen ikut."

"Jangan nak …"

"Please yah, Asya bosan di rumah terus. Pengen jalan-jalan." Akhirnya Asya diperbolehkan ikut karena Budi kasihan melihat Asya di rumah terus.

Sesampainya di hotel tempat ayahnya ketemu bosnya itu, Asya menunggu diluar hotel sembari jalan-jalan keliling area hotel itu. Hitung-hitung jalan-jalan cuci mata.

Asya duduk di kursi yang ada di taman hotel sambil ditemani kemerlap lampu berwarna kuning disana. Cukup untuk menjadi hiburannya disana. Apalagi angina sepoi-sepoi malam hari membuatnya terhanyut menikmati keheningan malam hari.

Dirasa cukup lama duduk disana, Asya memutsukan untuk kembali ke tempat awal dimana dirinya berpisah dengan ayahnya. Siapa tahu ayahnya sudah kembali.

"Ayah belum kembali ternyata." Asya sudah berada di depan pintu masuk hotel tapi ayahnya belum terlihat disana.

Disaat Asya menunggu Budi kembali, tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan sosok laki-laki bertubuh jangkung baru keluar dari hotel sendirian. Asya merasa ada sedikit aneh pada perasaannya karena merasa kenal dengan bentuk tubuh laki-laki tersebut. Asya menajamkan pandangannya untuk bisa melihat dengan jelas orang tersebut yang berjalan kearahnya.

Deg

Seketika tubuh Asya menegang dan memaku di tempat. Dia tidak menyangka kembali dipertemukan dengan laki-laki yang akhir-akhir ini ia cari karena merasa rindu. Ya laki-laki itu adalah orang yang sudah mengambil keperawanannya hingga membuatnya hamil sekarang. Dialah Gilang.

Lebih tepatnya Gilang Danurenda. Dengan setelan kemeja warna navy dipadukan celana hitam membuat aura tampan dan cool Gilang keluar. Seketika pandangan Asya terhanyut akan paras tampan dan gagahnya laki-laki itu.

"Gi … Gilang."

Dan ternyata laki-laki yang sedari tadi ditatap Asya berhenti dan menoleh kearah suber suara.

Deg

Keduanya terkejut melihat satu sama lain. Gilang nampak kaget melihat Asya berdiri tidak jauh darinya. Itu berarti Gilang masih ingat dengan Asya. Asya reflek mendekat kearah Gilang yang masih menatapnya tidak percaya.

"Kamu?"

Gilang masih diam di tempat melihat Asya tanpa berkedip. Karena dulu pernah menghabiskan waktu panasnya dengan wanita tersebut. Diam-diam Gilang hanya pernah bermain di ranjang dengan dua wanita saja yaitu kekasihnya sendiri yang bernama Mona yang dilakukan berkali-kali selama berpacaran dan satunya lagi dengan Asya walau terpaksa dulu. Meski baru bermain satu kali dengan Asya, ternyata membuat kesan tak terlupakan di hidup Gilang.

"Gi … Gilang, kamu ingat aku …" Asya menghampiri Gilang sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Sayang, udah ayo pulang."

Tiba-tiba ada suara nyaring seorang cewek dari belakang mereka, membuat keduanya menoleh. Seketika fokus pembicaraan mereka teralihkan.

Terlihat seorang wanita cantik dengan dress seksi berwarna hitam menghampiri Gilang dan langsung bergelayut manja di lengan GIlang. Itu semua tidak luput dari pandangan Asya.

Perempuan itu adalah Mona Larasati, model terkenal yang dikenal seksi dan cantik. Terlihat serasi mereka berdua ketika berdampingan. Asya menatap Gilang dan Mona bergantian. Namun dalam hatinya sudah bisa ia tebak akan hubungan keduanya. Apalagi dilihat dari cara mereka berpegangan.

"Siapa itu sayang?"

"Nggak kenal. Ayo kita pulang," jawab Gilang sambil mengangkat kedua bahunya. Kemudian Gilang merangkul tangan Mona dengan mesra melenggang pergi meninggalkan Asya dengan tatapan tidak percaya. Seolah-olah GIlang tidak mau mengenalkan Asya pada Mona.