webnovel

Teman?

Ulrica langsung berteriak pada mamanya yang mana perkataannya tentu menyakiti hati sang mama. Ditambah Ulrica yang mengatakannya dengan perasaan, semakin membuat hati mamanya teriris.

Ulrica bisa melihat kesedihan sang mama dari raut wajahnya. Ulrica tidak ingin melakukan ini, namun Ulrica rasa jika ini memang hukuman yang pantas diterima kedua orang tuanya.

Keduanya menjadi hening dan tak ada percakapan yang terjadi. Ulrica yang masih marah tentu enggan bertatapan muka dengan orang tuanya lama-lama.

"Jika tidak ada yang ingin dikatakan, biarkan aku menutup pintu ini." ujar Ulrica dengan ketus.

Mama angkat Ulrica nampak menahan tangisnya dengan menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya. Bahkan ia juga memaksakan sebuah senyuman yang pahit dan pedih.

"Ulrica, ada seorang teman yang mencarimu," jawab mama Ulrica.

Ulrica tidak pernah didatangi oleh seorang teman pun di kediamannya. Bahkan Anthoni adalah teman pertama yang datang ke rumahnya.

Jadi, Ulrica ragu bila benar-benar ada teman yang mencari dirinya. Ulrica justru menganggap jika itu hanyalah karangan mamanya.

"Teman? Jangan coba-coba untuk mengelabuhi aku! Selama ini aku tidak pernah punya teman yang berkunjung. Bahkan Anthoni adalah teman pertama yang mengunjungi aku! Jadi mana mungkin aku akan percaya?" bantah Ulrica yang mmberikan kejelasannya.

Mama Ulrica pikir jika Ulrica tidak percaya padanya lagi karena ia dan suaminya telah menyimpan kebohongan yang begitu besar dari dirinya.

'Ulrica, kenapa kamu begitu berbeda? Begitu dingin padaku? Apakah kamu sungguh tidak akan memaafkan Mama?' batin mama Ulrica yang hatinya terasa sangat pedih.

Memang, mamanya Ulrica ingin jika Ulrica segera memaafkan mereka berdua. Namun kali ini dia benar-benar tidak bohong pada Ulrica.

"Ulrica, memang sebelumnya Mama dan Papa membohongi dirimu dan menyembunyikan rahasia yang begitu besar darimu. Namun Mama sungguh melakukan ini semua demi dirimu! Mama tidak mau memberitahumu karena akhirnya sudah diperkirakan jika pasti kejadiannya akan seperti ini. Oleh karena itu kami berniat untuk memberitahumu di saat kamu sudah siap menerima semua kenyataan ini. Namun, kasih sayang dan cinta kami padamu itu semuanya jujur! Kami sudah menganggapmu seperti anak kami sendiri!" Mama Ulrica langsung meneteskan air matanya setelah mebgutarakan semua isi hatinya. Sakit, berat, pedih dan pilu, seakan dunia runtuh saat Ulrica marah padanya.

Ulrica menjadi tersentuh dan tidak tega melihat mamanya meneteskan air mata. Meski mereka memang salah, namun mereka juga melakukan itu demi dirinya.

Hanya saja Ulrica belum bisa menerima semua ini dengan mudah. Ia masih butuh waktu untuk memikirkan dan merenungkan segalanya.

'Maafkan aku yang telah membuatmu bersedih, Ma! Tetapi untuk saat ini hatiku masih belum siap untuk memaafkan kalian,' batin Ulrica yang juga sedih.

Mama Ulrica pun menyeka air matanya, ia tidak mau membuat Ulrica menjadi semakin tertekan. Jadi, ia memilih untuk bersabar mendapatkan maaf dari sang putri.

"Ulrica, jika kamu tidak percaya kamu bisa keluar dulu! Dia adalah seorang wanita. Dia menunggumu di ruang tamu," ucap sang mama. "Mama pergi dulu," sambung mama Ulrica lalu pergi meninggalkannya.

Ulrica terus memadangi tubuh wanita paruh baya itu yang semakin menjauh hingga akhirnya menghilang. Perasaan gundah gulana kembali menyerangnya.

Namun kembali lagi ke seorang tamu yang sedang mencari Ulrica dan menunggu dirinya di ruang tamu. Ulrica bahkan tidak bisa memprediksi dan menebak siapa tamu itu.

Ulrica sempat berpikir jika itu adalah Anthoni yang kembali ke rumahnya. Tetapi mama Ulrica bilang jika tamunya adalah perempuan.

Lalu Ulrica ingat jika terakhir kali ia memiliki masalah dengan Jessica. Jadi ia rasa yang datang kemari mungkin adalah dia.

Namun kala itu Ulrica juga menyinggung kedua teman Jessica jadi harusnya Jessica tidak datang sendirian melainkan bersama dengan kedua temannya.

Ulrica jadi bingung karena memikirkan tamu yang datang. Jadi dari pada penasaran ia menuju ke ruang tamu untuk melihatnya.

"Sebenarnya siapa, sih? Teman perempuan? Siapa?" gumam Ulrica sambil terus berjalan.

Setibanya di ruang tamu, Ulrica melihat sosok perempuan yang tidak asing. Wajahnya menghadap ke bawah memperhatikan majalah yang sedang dibacanya.

"Maaf, siapa, ya?" tanya Ulrica yang berhenti di tepi sof.

Perempuan itu langsung menoleh dan menatap Ulrica. Betapa terkejutnya Ulrica saat melihat wajah tamu itu. "Tiffany? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Ulrica langsung menghampiri Tiffany dan duduk di sampingnya. Tiffany yang bertemu dengan Ulrica pun juga nampak senang.

"Bagaimana kamu bisa tahu di mana rumahku?" tanya Ulrica lagi.

"Sebenarnya..." Tiffany mulai bercerita.

Tiffany bertemu dengan seseorang di jalan dan dia seorang pria yang mengendarai sepeda motor.

Tiffany saat itu sedang berjalan sambil melihat sebuah kertas yang berisi alamat rumah Ulrica. Lalu pria itu langsung menghentikan motornya dan turun lalu menghampiri dirinya.

Pria itu juga bertanya ke mana Tiffany akan pergi, lalu Tiffany menunjukkan kertasnya. Yang membuat Tiffany bingung adalah pria itu tahu siapa namanya.

"Dia adalah pria yang tampan dan baik! Hanya saja aku bingung bagaimana bisa dia mengenali aku?" cerocos Tiffany menjelaskan.

Saat mendengarkan Tiffany bercerita, Ulrica merasa jika Tiffany sangat menyukai sosok pria yang ia ceritakan yang barusan.

Dan Ulrica pun sudah bisa menebak siapa pria yang dimaksud itu. Jadi langung saja Ulrica memberitahu Tiffany identitasnya, "Dia adalah Anthoni."

"Apa? Apakah kamu bercanda?" tanya Tiffany yang ragu.

Tentu saja Tiffany tidak percaya sebab penampilannya begitu berbeda. Anthoni yang di sekolahan begitu tidak menarik layaknya dirinya.

Sementara pria yang menolongnya tadi begitu tampan, rupawan dan gagah. Tentu saja itu sangat mustahil bagi Tiffany.

Ulrica pun juga bingung bagaimana harus menjelaskannya pada Tiffany. Karena ada rahasia yang tidak bisa diketahui oleh Tiffany.

'Bagaimana caranya aku menjelaskan pada dirinya tanpa mengungkapkan bangsa yang tersembunyi?' batin Ulrica yang bingung.

Ulrica pun teringat Jika ia meminta Anthoni untuk berpenampilan seperti tadi. Ulrica ingin Anthoni tidak berpura-pura menjadi orang lain.

Ulrica rasa jika besok penampilan Anthono pasti sudah berubah. Jadi, Ulrica tidak perlu menjelaskannya sekarang.

"Lihat saja besok di sekolahan. Setelah melihatnya kamu pasti percaya dengan apa yang aku katakan barusan," jawab Ulrica.

Tiffany pun terdiam dan memikirkan perkataan Ulrica. Ia masih merasa tidak masuk akal jika mereka berdua adalah orang yang sama.

Ulrica masih penasaran dengan Apa tujuan Tiffany datang ke rumahnya. Padahal hubungan mereka tidaklah begitu baik.

Bahkan mereka saling mengenal hanya dalam waktu beberapa hari saja. Tentu saja Ini membuat Ulrica bingung.

"Ah, iya, ngomong-ngomong Ada perlu apa kamu datang ke rumahku? Dan bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku?" tanya Ulrica yang sangat penasaran.

TBC...