webnovel

Sayang

... mereka memberitahu Ulrica jika sudah tiba waktunya di saat ia sudah menginjak usia yang ke-18 tahun.

Dan di saat itu pula identitas aslinya akan terungkap secara sendirinya. Hanya saja ternyata rencana tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan.

Ulrica malah mengetahuinya terlebih dahulu sebelum mereka membeberkannya. Karena nasi sudah menjadi bubur maka tidak ada yang perlu ditutupi lagi.

"Jadi, kami bukannya sengaja menutupinya darimu, karena kami sudah memperhitungkan semuanya," ujar papanya Ulrica.

"Dan nyatanya kamu memang tidak siap untuk mengetahuinya. Sekarang kamu pasti marah pada kami berdua, kan, Sayang? Mama tidak masalah jika kamu marah, asalkan jangan tinggalkan kami berdua! Kami benar-benar menyayangimu karena selama ini kamulah harta kami yang paling berharga! Kamulah penantian kami berdua selama bertahun-tahun setelah menikah," sahut mama Ulrica sampai memohon.

Ulrica hanya diam dan menundukkan kepalanya saja sedari tadi. Ia tidak tahu harus merespon seperti apa dan bagaimana.

Di satu sisi ia kesal karena kebenaran ini, namun di sisi lain kedua orang tua angkatnya benar-benar menyayangi dirinya setulus hati.

"Ulrica masuk ke kamar dulu," pamit Ulrica yang tidak ingin melanjutkan pembahasan ini lagi.

"Ulrica, tunggu!" Mamanya hendak mengejar dan menghentikan Ulrica, namun ditahan oleh sang suami.

"Jangan, Ma, mungkin Ulrica butuh waktu untuk merenungkan semua ini. Ini pasti terlalu mendadak untuk dirinya," ujar sang suami menasehati.

Karena merasa apa yang dikatakan suaminya mungkin benar, maka mama Ulrica pun memilih untuk menurut dan menghentikan tindakannya.

"Haih, apakah Ulrica akan memaafkan kita?" tanya mama Ulrica yang cemas.

"Entahlah, Papa tidak tahu. Namun, jika dilihat dari sifat dan kepribadiannya, dia pasti akan memaafkan kita. Hanya saja dia memang memerlukan waktu untuk menenangkan dirinya sejenak. Mama jangan khawatir, ya?" Papa Ulrica langsung memeluk sang istri agar lebih tenang.

Sebelumnya Ulrica memang tidak pernah marah pada kedua orang tuanya. Oleh karena itu kedua orang tuanya menjadi panik.

Anthoni sebenarnya ingin menemani Ulrica agar menjadi lebih tenang dan dia memiliki teman untuk berbagi cerita.

Namun jika dipikir kembali memang lebih tepat jika Ulrica merenungkan diri seorang diri. Karena mungkin Jika ia diganggu ia akan menjadi brutal.

'Sepetinya aku harus menjaganya dengan lebih ketat mulai dari sekarang. Mungkin dia akan libur sekolah selama beberapa hari,' batin Anthoni yang juga cemas.

Karena Anthoni sudah tidak bisa menemui Ulrica lagi untuk saat ini, maka Anthoni rasa memang dirinya lebih baik untuk pulang saja.

"Paman, Bibi, Anthoni izin pulang dulu," pamit Anthoni yang sudah beranjak dari tempatnya.

"Kenapa terburu-buru? Lalu Tuan tinggal di sini dengan siapa? Di mana?" tanya papa Ulrica.

"Aku tinggal di dekat sini, di sebuah apartemen. Oh, iya, jika di dunia manusia, perlakuan aku layaknya teman sekolah Ulrica. Namun jika di dunia kita, kalian bisa memperlakukan aku seperti putra panglima," jawab Anthoni yang merasa sungkan.

Kedua orang tua Viryoun paham dan mengantarkan kepergian Anthoni sampai ke depan rumah mereka.

Anthoni kembali membungkuk dan memberikan salam sebelum pergi dan kedua orang tua Viryoun membalasnya.

Saat Anthoni menjauh dari rumah Ulrica, ia merasa seperti diawasi dari belakang. Dan yang mengawasi dirinya pun bukan di bawah melainkan di atas.

Anthoni berhenti melangkah dan menatap ke jendela rumah Viryoun yang terletak di lantai atas. Namun ia tak menemukan apapun karena jendelanya tertutup rapat.

Kemudian Anthoni menurunkan pandangannya dan melihat kedua orang tua Ulrica yang masih berada di sana sambil tersenyum.

'Mungkin tadi hanya perasaanku saja,' batin Anthoni lalu berbalik badan dan melanjutkan langkahnya.

Setelah tiba di dekat motornya, Anthoni langsung mengenakan helm dan menaiki kuda besi kesayangannya itu.

Anthoni menyalakan mesin, lalu menancapkan gas untuk kembali ke kediamannya.

Rupanya yang memperhatikan Anthoni tadi adalah Viryoun, yang menatapnya dari balik jendela. Viryoun masih terguncang dengan situasi ini.

Setelah kepergian Anthoni, ia kembali ke kasurnya dan merebahkan tubuhnya di atas sana dengan tubuh yang lemas dan kepala yang penuh dengan pikiran.

"Aku tidak mengerti sama sekali! Apakah maksud dari semua ini?" gumam Ulrica yang masih belum bisa menerima semua ini.

Di satu sisi ia berpikir jika ini semua hanyalah prank untuk dirinya. Namun di sisi lain, jika ini sebuah prank, maka tidak mungkin mereka semua akan seserius itu.

Ditambah Anthoni yang berubah begitu drastis, menunjukkan jika semua ini adalah kenyataan yang sesungguhnya.

hanya saja mengenai jati diri Ulrica yang seorang ratu bangsa serigala yang selanjutnya membuat dirinya sangat tertekan.

Ulrica tidak tahu apa yang akan ia lakukan dan apa yang harus ia lakukan nantinya karena menjadi ratu iru artinya dia akan memimpin dan menanggung beban yang begitu banyak di pundaknya.

Sedangkan selama ini Ulrica sudah terbiasa tumbuh menjadi seorang anak yang biasa saja dan tidak pernah membayangkan situasi seperti ini.

Dan untul seorang sahabat, ia tidak pernah mendapatkan sosok sahabat karena masa kecilnya yang selalu dibully karena ia lemah.

Itulah kenapa semenjak saat itu, Ulrica menjadi gadis yang tak mudah ditindas dan justru menjadi penyelamat orang yang sedang ditindas.

Dan orang-orang yang telah mem-bully dirinya dulu telah mendapatkan balasan yang setimpal.

Ulrica pun duduk lalu mengambil ponselnya. Kemudian ia memutar lagu K-Pop yang ia suka untuk menenangkan pikirannya.

Saat ini yang ia perlukan hanyalah ketenangan untuk menjernihkan segala keluh kesah dan kebingungan di benaknya.

Sambil menikmati irama lagu, sesekali Ulrica ikut bernyanyi, kemudian disusul dengan kepalanya yang dengan spontan geleng-geleng asyik sekali.

"Everywhere i go bring the beatbox! Boom Chiki boom Chiki Chiki boom boom Chiki boom, everywhere i go bring the beatbox! Boom Chiki choko choko choko choko Boom boom Chiki boom, everywhere i go bring the beatbox!" Nyanyian Ulrica yang begitu merdu dan menjiwai.

Saat Ulrica tengah menikmati musiknya yang sudah membuat dirinya menjadi lebih tenang, tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk oleh seseorang.

"Ulrica, bisakah kamu keluar sebentar? Ulrica? Ulrica?" Mama Ulrica berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar Ulrica.

Ulrica kira siapa yang datang, ternyata dia adalah sang mama. Meski suasana hati Ulrica sudah membaik, namun ia masih belum bisa memaafkan mamanya.

Ulrica memilih untuk mengabaikan mamanya dan bernyanyi kembali. Tentunya dengan kepala yang digeleng-geleng.

Namun sayangnya mamanya kembali mengetuk pintu sambil berteriak dan itu sungguh membuat Ulrica terganggu.

Hingga pada akhirnya Ulrica harus terpaksa membuka pintu itu karena ingin menikmati kesendiriannya dengan tenang.

Setelah pintu itu dibuka, nampak sang mama yang berdiri seorang diri di sana.

"Ulrica masih belum memaafkan Mama dan Papa!"

TBC...