webnovel

Racun Hawa Dingin

Sejak Qian Xun meninggalkan Paviliun Luofeng, Xiao benar-benar merasa bosan dan kesepian. Ia duduk bersantai di perpustakaan sambil membaca buku cerita yang diberikan A Heng. Saat itu juga, muncullah A Heng di depan pintu dan menyapanya.

"Xiao Lan!... Mengapa wajahmu begitu murung?"

"Dewa A Heng, baguslah kau datang. Aku ingin menanyakan sesuatu tentang buku ini."

"Di sini dituliskan bahwa Dewi Bunga jatuh cinta kepada Pangeran Langit dan namun tidak pernah mengungkapkan perasaannya sampai ia mati karena ia takut Pangeran Langit akan menolaknya. Bagaimana menurutmu? Apa mengungkapkan perasaan sesulit itu?"

"Ohhh...Tentu saja tidak. Hanya saja, buku itu hanyalah dongeng yang dilebih-lebihkan. Memangnya kenapa? Apa Xiao Lan menyukai seseorang???"

"Ahhh...Mana mungkin. Tentu saja tidak. Aku tidak sedang menyukai siapapun. Aku hanya berbicara tentang buku ini."

"Ia..ia...Aku mengerti."

Dalam hati, A Heng tahu persis kalau yang dipikirkan Xiao Lan hanyalah Qian Xun. Tapi ia tetap saja mencoba menghibur dirinya dengan berpura-pura tidak tahu apa-apa.

"Xiao Lan, kalau kau suka buku-buku seperti ini, aku akan membawakannya lebih banyak untuk mu."

"Benarkah? Tentu saja aku menyukai buku-buku ini. Terima kasih, Dewa."

Sementara mereka mengobrol, Qian Xun telah tiba di Paviliun Luofeng dan menuju ke tempat mereka.

"Yang Mulia, kau sudah pulang?" kata Xiao Lan begitu melihat Qian Xun membuka pintu.

"Sepertinya perjalananmu cukup lancar. Aku pikir, kau akan berada di sana beberapa hari lagi."

"Mengapa? Apa kau kecewa karena aku pulang lebih cepat?"

"Eiihhh... Mana mungkin? Aku sangat senang kau cepat pulang." kata A Heng. "Jadi, apa kau mendapatkan obatnya di Alam Iblis?"

Qian Xun menggelengkan kepala.

"Tapi, ada hal penting yang baru saja aku ketahui setelah tiba di sana."

"Apa itu?"

"Sebenarnya, Hawa Dingin dalam tubuhku bukan penyakit, melainkan Racun."

"Racun?" ucap A Heng dan Xiao Lan bersamaan. Mereka terkejut dengan apa yang dikatakan Qian Xun.

"Jadi, Hawa Dingin yang menyerang Yang Mulia adalah racun?"

"Betul. Orang itu meracuni mendiang Ibu sewaktu mengandung lalu tubuhku juga terkena racun itu. Xiao Lan, pergilah siapkan teh untuk kami. Aku ingin berbicara berdua dengan A Heng."

"Baik, Yang Mulia."

Xiao Lan pun meninggalkan mereka. Namun setibanya di luar, ia berhenti di balik pintu untuk menguping, mendengarkan pembicaraan Qian Xun dan A Heng.

"Jadi, apa sebenarnya yang terjadi di Alam Iblis?" tanya A Heng.

"Aku cukup beruntung. Ternyata, Raja Iblis adalah Pamanku. Dia menyambutku dengan baik dan dia juga yang memberitahuku masalah racun Hawa Dingin."

"Oh, baguslah kalau begitu. Lalu, bagaimana dengan penawarnya? Apa yang Pamanmu katakan?"

"Paman bilang, dia telah mempelajari banyak racun, dan setahunya, Racun Hawa Dingin ini memang tidak memiliki penawar. Karena itu, Kaisar Langit sebelumnya telah menghapuskan segala catatan tentang racun ini. Racun ini adalah racun terlarang. Entah siapa yang berani-berani menggunakannya."

"Jadi....."

"Jadi, mungkin sisa hidupku hanya tinggal beberapa tahun lagi."

Mendengar itu, Xiao Lan jadi sedih.

"Rupanya, racun dalam tubuh Yang Mulia tidak dapat disembuhkan. Kasihan sekali. Sayangnya, aku tidak dapat melakukan apa-apa untuknya."

Xiao Lan pun meninggalkan tempat itu dengan menangis tersedu-sedu.

Sementara itu, Qian Xun dan A Heng melanjutkan pembicaraan mereka.

"Qian Xun. Itu berarti, seseorang di Alam Langit telah menggunakan racun terlarang ini. Kematian ibumu sangat tidak adil."

"Benar. Aku harus menegakkan keadilan untuk ibu."

"Tapi, bagaimana denganmu?.... Kau jangan memaksakan diri, jika yang kau katakan benar, hidupmu hanya tersisa beberapa tahun lagi, sebaiknya kau hidup dengan tenang dan menikmati sisa hidupmu. Jangan melakukan hal-hal yang akan membuat dalam masalah. Begini saja, serahkan masalah mendiang ibumu padaku."

"Aku sangat menghargai bantuanmu, Sahabatku. Aku memang banyak mengharapkan bantuan dalam masalah ini. Tapi, bagaimana pun juga, ini masalah ibuku. Aku tetap harus melakukannya sendiri."

"Ya sudah. Kalau itu yang membuat hatimu tenang, kita bisa menyelidikinya bersama-sama."

"Mmmmm.."

Xiao Lan pun datang dengan tehnya lalu duduk bersama mereka.

"Beberapa hari lagi adalah ulang tahun Kaisar Langit. Kita akan menggunakan kesempatan itu untuk menyelidiki masalah kematian ibu."

"Yang Mulia, apa aku juga boleh ikut? Aku belum pernah melihat Alam Langit."

"Tentu saja, boleh. Pemandangan di Alam Langit sangat indah. Kau akan menyukainya."

"Sekalipun kekuatan sihir ku lemah tapi aku juga akan berusaha membuat Yang Mulia dan Dewa A Heng menyelidiki racun Hawa Dingin saat tiba di Alam Langit."

"Ia...ia...Kami akan memberitahumu kalau kami butuh bantuan." kata A Heng.

Ke esokan harinya, di sore yang cerah, Xiao Lan berjalan-jalan di taman belakang menikmati keindahan bunga sambil menunggu matahari terbenam. Qian Xun yang lewat di sana melihatnya dari kejauhan. Ia hanya berdiri di sana memandangi Xiao Lan yang sedang berjalan-jalan sambil tersenyum di antara bunga-bunga yang bermekaran di taman itu. Ia sengaja tidak menegur Xiao Lan

Dengan begitu, ia dapat memandangi senyum itu untuk waktu yang lebih lama. Namun tak lama kemudian, Xiao Lan telah menyadari kehadirannya.

"Yang Mulia?.... Sedang apa Yang Mulia di sini?"

Xiao Lan kemudian menghampiri Qian Xun.

"Ah, aku hanya lewat. Apa yang sedang kau lakukan disini?"

"Aku sedang menunggu matahari terbenam."

"Apa kau suka melihat matahari terbenam?"

"Tentu saja. Aku sangat menyukai pemandangan matahari terbenam."

"Oh, begitu. Sebenarnya, saat di perjalanan ke Alam Iblis, aku melihat suatu tempat dengan pemandangan matahari terbenam yang sangat indah."

"Benarkah? Di mana itu, Yang Mulia?"

"Apa kau ingin melihatnya?"

"Mau..mau..."

"Baiklah. Kalau begitu, ikut aku."

Qian Xun pun menggenggam tangan Xiao Lan dan berteleportasi ke sebuah tempat. Di sana mereka menemukan pemandangan pantai yang sangat indah. Angin sepoi sore hari berhembus dengan lembut ke arah mereka. Matahari mulai terbenam.

"Waaa..... Tempat ini sangat indah. Aku tidak tau kalau ada tempat seindah ini."

"Apa kau menyukainya?"

"Suka...suka...Aku sangat menyukainya. Matahari terbenam di sini sangat indah."

"Betul. Memang sangat indah."