webnovel

Apakah Kamu Memiliki Kekasih? (2)

"Siapa laki-laki yang tadi mengantar kamu pulang?" tanya Randy perlahan. Dia takut salah menggunakan kata-kata yang mungkin berakibat fatal.

"Akbar." jawabnya singkat tanpa menatap Randy.

"Akbar?" ulang Randy.

"Iya. Dia teman sekelas ku."

"Oh. Kalian sering pulang bareng?" tanya Randy lagi.

"Nggak kok, kak. Tadi yang pertama kalinya." jawab Ditya santai.

Raut wajah Randy menegang, "Kalau itu yang pertama berarti akan ada yang kedua, ketiga dan seterusnya?"

Ditya tiba-tiba merasa seperti sedang diinterogasi oleh seorang polisi.

"Kalian lagi pendekatan ya? Atau jangan-jangan kalian sudah pacaran?" tanya Randy bertubi-tubi.

"Kak Randy hari ini kenapa, sih? Kakak lagi sakit, ya? Kok aneh banget." Ditya menyentuh kening Randy dengan punggung tangannya. "Tapi badan Kak Randy nggak panas, kok." Ditya seolah sedang berbicara sendiri.

Randy merasa jantungnya berdebar dengan cepat ketika Ditya menyentuh keningnya. Dia segera meraih tangan Ditya yang ada di keningnya untuk menghilangkan kegugupannya seraya berkata, "Dit, kenapa kamu nggak jawab pertanyaan kakak?"

Ditya menghela nafas, "Aku sama Akbar cuma berteman, Kak. Tadi dia mengantar aku pulang karena kebetulan dia pulang lewat sini. Dan dia lihat aku pulang sendiri, jadi dia menawarkan tumpangan." jelas Ditya.

"Benar kalian nggak lagi pendekatan?"

"Sejak kapan aku memikirkan masalah itu?"

"Dit, kamu bukan lagi anak sekolah. Sekarang kamu sudah dewasa dan akan ada masanya kamu membutuhkan seseorang disisi kamu." jelas Randy.

"Aku punya kakak disini. Bagiku itu sudah cukup." jawab Ditya asal. Namun, Randy terlihat sangat bahagia mendengar jawaban Ditya.

"Ya udah, lanjut lagi makannya." kata Randy sambil mengacak-acak rambutnya.

Selesai makan, Randy membawa piring, sendok dan wadah kotor ke dapur dan mencuci semuanya. Sementara Ditya menyapu tempat dimana mereka makan tadi. Selesai bersih-bersih, Randy pamit pulang.

Ditya sekarang benar-benar merasa sangat kenyang hingga dia tidak mampu bergerak lagi. Dia melemparkan badannya sendiri ke atas kasur, lalu mengambil handphone yang ada di tasnya.

Ditya membuka kontak telepon dan mencari nama 'Mom' lalu dia menekan tombol Dial.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara yang sangat dia rindukan di ujung sana, "Halo." sapa ibunya.

"Halo, Mah. Bagaimana kabar Mama?"

"Mama sehat, Dit. Kamu sendiri bagaimana?"

"Aku juga baik-baik aja, Mah. Mama udah makan?"

"Udah, sayang. Kamu juga jangan lupa makan ya. Bagaimana kuliahnya?"

"Lancar kok. Mama tenang aja, Ditya disini baik-baik aja. Disini kan ada Kak Randy, Nenek Miarti dan teman-teman yang lain. Mereka semua baik sama Ditya. Jadi mama nggak perlu khawatir."

"Syukurlah kalau begitu."

"Desi ada di rumah?"

"Dia belum pulang sekolah. Katanya lagi kerja kelompok di rumah temannya."

"Ya udah, pokoknya mama juga jaga kesehatan ya. Jangan kecapean. Kalau ada apa-apa minta Desi yang kerjakan. Atau kalau mama butuh sesuatu, Mama bilang sama Ditya."

"Mama juga harus makan yang benar, jangan telat." jelas Ditya. "Mama jangan memikirkan almarhum papa terus, papa sudah tenang di alamnya." tambah Ditya.

Memang semenjak ayahnya meninggal 2 tahun yang lalu, ibu Ditya lebih sering melamun. Dia juga kehilangan nafsu makannya hingga sering jatuh sakit. Ditya tahu ini pasti berat untuk ibunya.

"Iya Ditya. Kamu juga nggak usah mengkhawatirkan mama. Ada Desi disini yang mengurus mama. Kamu fokus kuliah aja, ya." pinta ibunya.

"Ya, Mah. Ya udah ya, Mah. Ditya mau cuci baju dulu."

"Iya, sayang."