webnovel

Little Witch And Her Books

Levina Brezard, penyihir yang menyukai buku. Dia tidak berniat melakukan aktivitas selain dari membaca buku. Waktu berlalu dan tibalah saat pendaftaran Akademi bagi siswa baru. Karena ajakan temannya, Dia mendaftar pada sekolah terkenal tertentu. Dia tidak sabar menjelajahi buku yang tersedia di akademi itu. Bagaimanapun, ada saja hal-hal yang menghalanginya. [Not Oh-so-Romance Story 'key?] --------- 2022 ---------

Dyooner · Fantasy
Not enough ratings
17 Chs

Chapter 3 : Her important Purpose

"Kalau begitu, mari kita mulai pertemuannya."

Dengan suara bernada rendah dan kuat berasal dari pria tua berwajah tegas dengan nama Bararka Elmonour. Pemilik dari Altair Academy tersebut memulai rapat mereka. Duduk disampingnya adalah sekretaris Wendy Fradalia.

Ruangan yang didominasi warna putih, di tengahnya ada sebuah meja lingkaran cukup besar serta puluhan kursi yang mengeliinginya. Ruangan itu dipenuhi oleh orang-orang yang menempati kursi itu.

Para guru-guru, berkumpul di tempat yang besar itu dipimpin oleh kepala sekolah mereka. Para penilai lainnya juga ikut berkumpul dalam pertemuan itu. Saat ini, mereka akan membahas penyeleksian para pendaftar Academy Altair.

Dengan ucapan pemimpin dari rapat tersebut, seisi ruangan menjadi serius.

"Peserta yang mendaftar di sekolah ini semakin meningkat, kita harus memiliihnya diantara peserta-peserta ini dengan bijak. Benar, kita harus memilih dengan baik," ucap salah satu guru di sana, dia mengecek dokumen-dokumen yang berada di depannya. Dokumen-dokumen itu berisi nama dari peserta yang mendaftar, dan ketebalan kertas itu mulai meningkat dari tahun sebelumnya yang berarti kerjaannya semakin meningkat. Alisnya mengerut dalam hanya memikirkannya.

"Tahan dirimu, Gargon. Bukan hanya kau yang bekerja disini," sindir Salia dengan kata-katanya seolah memahami pikiran Gargon.

"Aku hanya menyatakan fakta."

Para guru yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya, sebagian tidak memerdulikannya, seolah hal itu sudah menjadi pemandangan yang biasa.

"Kalian berdua rapatnya sudah dimulai," suara itu berasal dari sekretaris kepala sekolah. Dia memperingatkan mereka.

Setelah mereka berdua telihat tidak berdebat lagi, rapat yang sebenarnya dimulai.

Mereka semua mulai membaca dokumen yang berada di depannya, setelah beberapa saat seorang guru mengeluarkan suaranya.

"Menurutmu haruskah anak ini diterima? Dilihat dari manapun aku tidak bisa melihat keistimewaan yang signifikan dari orang ini. Oh, benar, dia pandai mengendalikan mana? Itu tidak penting," guru yang mengatakan itu memiliki alis yang mengerut rapat, bertanya-tanya siapa yang menulis laporan.

Tubuhnya yang bulat dibalut dengan baju yang mewah, dia adalah orang yang berpenampilan berlebihan, tapi bukan hanya dia seorang.

"Siapa orang itu?" ucap guru disampingnya.

"Levina Brezard. Aku bahkan tidak mengenal nama ini," ejeknya.

Gargon yang mendengarnya merasa tidak terima, "Dia berbakat, dia bisa mengendalikan sihirnya dengan baik."

Matanya menatap tidak senang ke arah Gargon. "Jika itu tentang mengendalikan sihir, aku juga bisa. Semua orang di academy ini juga melakukan hal sepele itu. Kemampuan semacam itu tidak dihitung. Mengapa repot-repot menuliskan hal tidak berguna itu."

Gargon tidak suka dengannya, pria bernama Balan Grayhunt. Pria itu sangat tidak menyukai jika orang biasa diterima di Academy ini. Dia mengakui kemampuannya, tapi itu juga menyebabkan kesombongannya.

"Kau meragukan penilaianku?"

Balan tersenyum miring pada gargon yang dengan marah menatapnya.

"Jadi kau yang menulisnya? Bisa kumengerti jika itu kau."

Sebagai orang yang telah menyaksikan langsung kemampuan dari Levina, dia tidak terima. Baginya, cara mengendalikan mana Anak itu berbeda dengan lainnya, sangat baik. Dia terkagum saat melihat kesempurnaan pengendaliannya.

Sebenarnya dia menaruh rasa penasaran pada gadis bernama Levina itu, dia bahkan bertanya hal tentang cara pengendalian mana kepada seseorang yang lebih muda darinya. Sayangnya, rasa penasaran itu tidak hilang, jawaban yang diberikan padanya tidak memuasakan rasa ingin tahunya.

Dia cukup mahir jika perkataannya tentang berlatih sendiri itu benar. pikir Gargon

"Kita bisa menggantikan anak ini, dengan Regar Dominic. Anak ini berasal dari keluarga Dominic, kalian pasti pernah mendengarnya, apa anda setuju?" lanjut Balan dengan senyum lebar. Tatapannya mengarah pada kepala sekolah yang diam mengawasi.

Bararka berdengung rendah, menatap Gargon sekilas yang masih sibuk dengan pikirannya.

"Apa kau yakin dengan kemampuan anak itu?" tanya kepala sekolah kepada Balan.

"Itu ... kurasa. Dia bisa belajar dengan memasuki academy ini, bukankah begitu?"

"Kata-katamu tidak selaras. Jika hanya dengan itu, Anak itu-Levina-- juga bisa. Kau harus memperbaiki penilaianmu."

Balan terbungkam, dia hanya mengangguk sekali. Dia tidak bisa melawan Kepala sekolah.

Gargon tersenyum dari tempat duduknya.

Beberapa saat rapat berlalu dengan hening, Balan kembali menyuarakan ketidaksetujuannya. Dengan alasan yang sama.

Kali ini apa, batin para Guru.

"Aku tidak setuju, peserta bernama Allya Grandson ini. Dia hanya biasa-biasa saja. Aku ragu, apakah para penilai mengerjakan tugasnya dengan benar."

Kuping beberapa orang menjadi panas. Nampaknya, Balan tidak tahu berapa banyak orang yang dibuatnya marah atas perkataanya itu.

"Setidaknya lebih baik darimu," Salia membalas singkat. Sebagai salah satu dari yang bertugas menilai, dia tidak bisa tidak marah.

"Aku tidak melihat ada yang salah dengan peserta nomor 316 ini. Kemampuannya cukup hebat." Salah satu guru yang kebetulan melihat dokumen Allya berbicara. Dia juga tidak ingin perdebatan ini berlangsung dengan lama.

Balan melihat sekilas, mendengus, "kurasa baik-baik saja kalau anak ini."

"Kalau begitu berikutnya," ucap sekretaris kepala sekolah, perdebatan itu berakhir seketika.

Rapat itu terus berjalan hingga selesai, walaupun banyak masalah yang terjadi, rapat berakhir. Rapat itu juga selesai karena penyelsaian yang dilakukan oleh kepala sekolah.

Esok hari, pengumuman peserta yang lolos masuk telah keluar. Pada nama-nama peserta yang berjejer, nama Levina Brezard dan temannya Allya Grandson terukir di atasnya.

Kedua orang itu akan melanjutkan sekolah mereka di Altair Academy. Ini adalah awal cerita dari beberapa kejadian yang akan datang.

***

Altair Academy, sekolah sihir terbesar kedua di Negeri Vendrias. Dengan salah satu sekolah yang memiliki asrama tersendiri, Altair Academy ini memiliki wilayah yang sangat luas. Sekolah ini mejadi incaran bagi siapa pun yang ingin melanjutkan pelajaran sihirnya dan menjadi penyihir yang berprestasi.

Bararka Elmonour, pemilik dan kepala Altair Academy yang menjabat saat ini. Sekolah itu diwariskan padanya oleh sang ayah yang merupakan kepala sekolah sebelumnya, Eugune Elmonour.

Secara otomatis banyak yang mengaguminya. Bararka Elmonour adalah seorang penyihir yang sangat kuat di tingkat master.

Tidak ada yang berani menyerang Akademi itu. Lagi pula siapa yang ingin menyerang Akademi itu pada saat kepala sekolahnya memiliki kekuatan yang mengerikan?

Jika ada, mereka tidak menyayangi nyawa mereka.

Kembali pada peserta yang lolos mendaftar.

Levina yang bersama dengan Allya berjalan mengelilingi asrama tempat mereka akan tinggal nantinya. Mereka berdua telah dipastikan akan bersekolah di akademi itu.

Wajah berbinar Allya terlihat sangat jelas, dia tidak percaya dia berhasil masuk sebagai salah satu siswa di sekolah ini. Meskipun dia berpikir apa yang membuatnya bisa masuk, apa itu kemampuannya? Atau nilainya? Sepertinya opsi kedua tidak mungkin, karena nilainya tidak tinggi dan tidak rendah, pas-pas-an aja.

Karena dia berhasil masuk, dia tidak terlalu memikirkanya. Itu yang terpenting, setidaknya itu yang dia duga.

Namun, fakta penting kadang terungkap di saat-saat terakhir, ketika dia mengunjungi salah satu asrama di sana. Asrama itu dipisah berdasarkan elemen penggunanya jadi, tidak mungkin mereka bisa bersama. Kejadian itu membuat wajah senangnya berubah dengan sangat jelas.

Dia terlambat menyadarinya.

Jelas pembagian itu menyulitkan mereka untuk bertemu di masa depan. Fakta itu tidak membantu saat mereka berdua memiliki kelas yang berbeda.

Allya tidak bisa protes, bagaimanapun ini semua adalah idenya. Dia hanya menghela nafas panjang, menerimanya dengan pasrah.

Pengaturan ini seperti seseorang telah mengaturnya.

"Dadah Vina, jaga dirimu. Mari bertemu lain kali." Allya berkata agak tidak sanggup. "Tidak peduli kau ada dimana, aku akan tetap mencarimu. Bahkan jika itu diujung dunia, kita pasti akan bertemu!"

Levina berpisah dengan Allya setelah mendengarkan beberapa curhatannya tentang gedung asrama. Dia menuju gedung asrama air sambil membawa barangnya. Setidaknya gedung asrama elemen lainnya jaraknya tidak terlalu jauh jadi dia tidak akan kerepotan jika akan mengunjungi salah satu asrama tersebut, walau dia tidak yakin apa ada yang mau berteman dengannya selain teman masa kecilnya.

Dia juga berharap waktu damainya akan sedikit bertambah dengan berbedanya asrama mereka, itu pun jika Allya tidak selalu mengunjunginya.

Hanya, biarkan dia menghabiskan waktunya dengan buku-buku sayangnya lebih lama.

Mengingat tentang asramanya, setiap ruangan ditinggali oleh dua orang. Levina mengira-ngira siapa yang akan sekamar dengannya, dia juga berharap teman sekamarnya itu tidak seheboh Allya.

Banyak sekali pintu yang berjejer di lorong yang Levina lewati. Sepanjang perjalanan itu pula banyak yang seperti Levina, sedang mencari kamar miliknya, sesekali ada berbicara dengan teman disamping mereka.

Levina melihat nomor pintu sambil mencocokkan nomor yang ada di kertas miliknya.

111, ini dia, pikirnya menatap pintu coklat bertuliskan nomor 111 itu.

Angka 111, agak sesuatu.

Dia mencoba mengetuknya untuk memastikan apakah ada seseorang di dalamnya. Namun, setelah beberapa saat tidak ada respon yang muncul. Jadi Levina masuk ke dalam ruangan itu.

Harum lavender memasuki hidungnya begitu dia memasuki ruangan itu. Dia tidak membenci bau ini tapi, berdasarkan baunya, seseorang telah memasuki ruangan ini sebelumnya. Yang besar kemungkinan merupakan teman sekamarnya.

Pertanyaannya adalah dimana orang itu sekarang?

Melangkah ke dalam, dia melihat barang-barang yang telah tersusun dengan rapi. Levina melihat kasur yang masih polos, sepertinya itu adalah tempat tidurnya.

Dia manaruh barangnya kemudian menelusuri ruangan itu.

Meja belajar, kursi, lemari, buku, jendela, kamar mandi, dan kasur. Masing-masing berjumlah dua kecuali kamar mandi dan jendelanya. Tidak lupa vas putih dengan desain polos.

Semuanya cukup bagus untuk sebuah kamar. Pentingnya kamar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebetahan Levina tinggal dalam ruangan.

Vas yang berisi bunga itu kemungkinan milik teman sekamarnya, bunga di dalamnya juga masih baru.

Bagus.

Setelah dia merasa cukup mengeksplorasi ruangan itu, dia keluar dari kamar itu. Dia melanjutkan pada tujuan pentingnya mendaftar di akademi ini.

Tujuannya hanya satu.

"Pertama-tama mari mulai dengan ...."

Perpustakaan.

Tempat di mana banyak buku bisa ditemukan dengan variasi yang beragam.

Masih ada waktu untuk beres-beres nanti. Bukannya dia malas, sejak masuk ke wilayah Altair Academy, tempat pertama yang dia pikirkan adalah perpustakaan.

Kedua lingkungannya, baru setelah itu ujiannya.

Upacara pembukaan akan dilaksanakan esok hari, dalam waktu itu, para peserta yang berhasil lolos diberikan waktu untuk mengatur barangnya dan juga bisa menyesuaikan diri pada akademi mereka.

Levina akan memanfaatkan waktu itu dengan sebaik mungkin. Tidak menyia-nyiakan waktunya, Levina berangkat dengan mantap.

Dengan tenaga yang entah dari mana dia dapatkan, Levina dengan cepat menuju perpustakaan.