webnovel

Life After Death : Second Life

Broken home! begitulah situasiku sekarang. Kedua orang tuaku bercerai sehingga aku ditelantarkan, sungguh ironis memang mengingat umurku waktu itu masih sangat kecil. Aku tak pernah mendapat kasih sayang lagi semenjak itu. Sampai pada akhirnya, aku mati. Kematian yang tidak wajar. Dan kemudian aku secara mengejutkan terbangun lagi sebagai seorang bayi. "Aku berinkarnasi? Tapi, kenapa aku mempunyai kehidupan sebelumnya?" Ini adalah kehidupan baruku setelah kematian.

Ari_Za · Fantasy
Not enough ratings
22 Chs

Tindakan yang sia-sia

Eherm..." Raja menatap Kerald dan Putri.

"Ayahanda, aku ingin bicara secara pribadi, apa boleh?" Bujuk Kerald.

"Baiklah. Tapi jangan lama-lama. Kamu akan kembali setelah beberapa saat."

"Terima kasih banyak."

Kerald meraih tangan Putri itu seperti anak kecil yang ingin lari.

Kerald dan Putri meninggalkan aula pesta dan memasuki ruang pribadi yang berfungsi sebagai ruang tunggu. Bangsawan sering menggunakannya untuk membahas bisnis dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pekerjaan pribadi, sehingga selalu ada kamar seperti ini di dekat ruang pertemuan. Tempat ini seharusnya kedap suara, dan seorang penjaga diposisikan di luar pintu.

Jadi, pembicaraan mereka akan aman.

"Hahahaha... Areka, itu kau?" Kerald tertawa dengan keras, matanya sampai berair. Tangannya juga memegang bahu Putri atau Areka.

"DIAM!!! Aku sangat marah! Kenapa aku bisa begini? Hiks... hiks... hiks. Siapa yang mengatur hal ini?"

Mungkin hormon-hormon di tubuhnya sudah berubah, jadi tak heran jika Areka menjadi lebih sensitif. Seperti sekarang, dia menangis tersedu-sedu.

"Ahh... maaf, maaf. Sepertinya ini terlalu berat bagimu!?" Kerald berusaha menenangkan Areka.

Bukannya mendapat respon yang baik. Malah sebuah tonjokan kembali didapat Kerald sampai tersungkur ke lantai.

"Kau sekarang adalah putri yang cantik. Jaga, sikapmu Areka!"

"Jangan panggil aku Putri. Ahh... aku muak, kau tau... setelah mengetahui bahwa kau berinkarnasi menjadi pangeran, aku ingin membunuhmu, Kema!"

Areka lalu meluapkan semua emosi yang di tahannya selama bertahun-tahun.

Setelah Areka puas melampiaskan semuanya pada Kerald akhirnya Areka bisa tenang.

"Bagaimana kehidupanmu sebagai Putri?" Tanya Kerald dengan senyuman yang menjengkelkan.

Areka memilih diam saja, dia pasti sangat tidak ingin membicarakannya.

"Kau tidak melakukan hal yang aneh pada tubuhmu, kan?"

"Jangan mengatakan hal yang aneh, bodoh!"

Sekali lagi, Areka memukul keras Kerald.

"Kebiasaanmu sekarang memukul orang! Argh... sakit."

"Kau selalu memancing emosiku!" Dengus Areka.

"Baiklah, baiklah... aku minta maaf, huh... lega rasanya ternyata bukan aku sendiri. Benarkan, Areka?"

"Begitulah... aku sebenarnya cukup senang dengan dunia ini, tapi masalahnya adalah gender-ku. Sekarang aku dibatasi, padahal aku ingin pergi berpetualang."

"Yah... itu memang sulit mengingat bagaimana status kita sekarang. Tapi, yang kita harus pikirkan adalah hubungan kita ke depannya."

"AKU BELUM SIAP! Kau tau bagaimana rasanya burungmu tiba-tiba hilang dan berganti dengan lubang. Ahh... menyebalkan. Bagaimana rasanya burungmu nanti ketika masuk?" Mata Areka bahkan sampai menitihkan air mata. Dia tak sanggup membayangkannya.

"Hehehe... itu masih lama, jadi jangan dipikirkan!"

"Kau pasti senang, kan bisa mendapatkan gadis cantik sepertiku. Dari dulu banyak bangsawan lain yang selalu datang ingin melamar ku."

"Ehhh... tapi, tak juga. Lalu, siapa namamu di dunia ini?"

"Gunakan saja skill-mu! Apa kau tak punya?"

"Skill apa?" Kerald menaikan sebelah alisnya.

"Hah...? Tentu saja appraisal. Jangan-jangan kau tidak punya?!"

"Ohh... yah, begitulah."

"Sebenarnya kau apakan Skill point-mu? Kau mendapatkan 10.000 kan? kata Areka tidak bersemangat. "Appraisal!"

Nama: Kerald Mier

Ras : Manusia

Level : 36

Hp : 14.500

Mp : 12.400

Str : 80

Int : 56

Vit : 60

Agi : 74

PS : 11.000

Skill :

*Sword user Lv 8

*Speed buff Lv 5

*Evasion Lv 6

*Reluctance Lv max

*Perfect durability Lv 3

*Never missed Lv 2

"Hanya ini?"

Tentu saja. Kerald tak pernah menggunakan point skill-nya sama sekali. Jadi tak heran skill yang dia punya hanya skill yang didapat setelah melakukan sesuatu. Tak ada yang dia beli di shop sama sekali.

"Yah... mau bagaimana lagi?"

"Dasar! Huh... baiklah, namaku di sini adalah Ariel Balta. Putri sulung dari Raja Faried Balta IV dari kerajaan Balta."

Areka atau sekarang adalah Ariel mengenalkan dirinya layaknya seorang Putri. Dengan anggun dia membungkuk.

Kerajaan Balta adalah kerajaan yang paling dekat dengan kerajaan Mierdia. Dua kerajaan ini sudah memiliki hubungan baik sejak dulu. Sebenarnya Raja pertama kerajaan Mierdia dan Balta adalah saudara kandung. Dulunya pernah berdiri sebuah kerajaan yang besar, namun sayangnya kerajaan itu sudah tidak ada. Lalu, kedua pangeran memutuskan untuk mendirikan kerajaannya sendiri.

Selain peperangan dengan iblis, manusia juga sering berperang dengan kerajaan lainnya. Tak terkecuali dengan Mierdia dan Balta, mereka sempat bersitegang akibat Raja nya yang berbeda pandangan.

Namun, itu dulu. Sekarang dua kerajaan ini sudah damai dan menjalin hubungan yang harmonis.

"Baiklah sekarang aku yang memperkenalkan diri—"

"Tak perlu, aku sudah tau!" Respon yang menyakitkan datang dari Ariel. "Sebaiknya kau beli skill appraisal!?"

"Baiklah."

Kerald membuka shop sistem-nya. Dia mencari-cari skill appraisal. Dan setelah menemukannya, dia terkejut. Apa harganya semurah ini?

"Baiklah, appraisal!"

<<Appraisal : Gagal>>

"Aku punya skill pemblokiran. Kau tidak akan bisa melakukannya padaku!" Kata Ariel menjulurkan lidahnya.

"Curang!"

Selanjutnya Kerald dan Ariel atau Kema dan Areka mengobrol tentang semua hal yang sudah dilalui ketika berada di dunia ini. Gelak-gelak tawa bersautan, pengalaman mereka berdua aneh, lucu, dan konyol. Mereka pun jadi teringat sesuatu.

"Hei, apa teman-teman kita yang lainnya juga berinkarnasi?" Celoteh Ariel.

"Aku juga ingin tau. Tapi, jika memang benar. Semoga kita bisa berkumpul."

.

.

.

.

Aku benar-benar menolong cewek itu. Itu semata-mata untukku mengambil keuntungan sebesar-besarnya, jika dia tidak berguna, yah... akan langsung ku singkirkan.

Aku menunggu cewek itu sampai sadar, sambil mengeringkan bajunya dengan api. Untung saja dia memakai pakaian dalam, jadi bagian tubuhnya tidak terlalu terekspos. Lagi pula aku tidak memiliki nafsu apa pun padanya. Aku seorang anak kecil.

Mungkin saat terbangun dia akan terkejut. Tapi, setelah melihatku pasti dia akan tenang kembali.

"Sebaiknya aku mencarikan makanan untuknya."

Untung ada sungai, aku tak perlu pergi jauh-jauh.

Setelah kembali dari menangkap ikan, aku menyadari bahwa dia sudah tidak ada lagi di tempatnya.

"Apa dia kabur?"

Itu juga salahku, aku membiarkannya sendirian. Wey pergi mencari makan sendiri. Hah... jadi percuma saja aku menyelamatkannya. Tidak ada gunanya.

"Hei, siapa kau?"

Tiba-tiba dari belakang, aku ditodongkan sebuah pisau. Aku pun mengangkat kedua tangan dan menoleh perlahan.

"Saya yang sudah menyelamatkan nyawa kakak."

Cewek itu lalu menatapku dengan tajam, memastikan aku berbohong atau tidak. Yah... aku sedikit mengerti, dia pasti sangat terkejut terbangun dengan hanya pakaian dalamnya saja dan mengira dia diculik oleh seseorang yang mesum.

"Maaf..." Cewek itu terduduk lesu. "Aku terlalu takut, maaf telah memberikan balasan yang kurang pantas. Terima kasih sudah menyelamatkanku!"

"Tidak apa-apa. Kalau boleh tau, kenapa kakak bisa hanyut di sungai?"

Setelah itu dia menceritakan bagaimana kejadiannya.

Rupanya cewek ini adalah anak dari keluarga yang biasa-biasa saja, tepatnya sebuah keluarga yang miskin. Kehidupan keluarganya begitu memperhatinkan, untuk makan saja mereka sangat kesusahan. Jadi, orang tuanya menjadi gelap mata atas kondisi yang dihadapi. Mereka memutuskan untuk menjual anaknya ini kepada seorang bangsawan mesum. Karena cewek ini cantik pantas jika banyak orang yang mengincarnya. Dan orang tua memanfaatkan hal itu.

Dia bisa hanyut di sungai karena berusaha lari dari kejaran orang tuanya, dia terpojok di sebuah tebing yang curam dan akhirnya terjatuh. Begitulah ceritanya.

Lalu, untuk apa aku menyelamatkannya? Dia tidak ada gunanya, sia-sia tindakan yang kulakukan.

"Aku turut prihatin, kak!"

Aku masih saja terus bersandiwara.

"Ya... sekali lagi terima kasih."

"Ahh... iya..."

Apa aku bunuh saja dia?