webnovel

Life After Death : Second Life

Broken home! begitulah situasiku sekarang. Kedua orang tuaku bercerai sehingga aku ditelantarkan, sungguh ironis memang mengingat umurku waktu itu masih sangat kecil. Aku tak pernah mendapat kasih sayang lagi semenjak itu. Sampai pada akhirnya, aku mati. Kematian yang tidak wajar. Dan kemudian aku secara mengejutkan terbangun lagi sebagai seorang bayi. "Aku berinkarnasi? Tapi, kenapa aku mempunyai kehidupan sebelumnya?" Ini adalah kehidupan baruku setelah kematian.

Ari_Za · Fantasy
Not enough ratings
22 Chs

Reinkarnator lainnya (2)

Dewa itu mempermainkanku! Dia memberikan sebuah skill dan dengan sengaja membuat raja iblis marah.

Tapi, ahh... ini juga kesalahanku. Wyvern adalah monster yang langka di hutan besar Darciel, mungkin juga di seluruh benua ini. Makanya tak heran jika sistem mengambil wyvern yang ada di benua sebrang.

Sudah terlanjur, aku sudah berurusan dengan raja iblis itu. Dia sudah menandaiku.

Rupanya aku di hadapannya mungkin hanya sebagai semut, dia bisa membunuhku kapan saja. Sungguh menakutkan.

Meskipun begitu, negosiasi ku berhasil. Wey tidak jadi dibawa olehnya.

"Dia dengan mudah ke sini... itu berarti jika dia ingin memulai perang dengan manusia akan sangat mudah?"

Ditambah lagi, raja iblis di dunia ini adalah seorang gadis yang kira-kira berumur 16 tahun. Woi, itu seumuran denganku saat masih hidup di bumi.

Tidak boleh menilai sesuatu dari luarnya. Mungkin dia seperti anak kecil, tapi kekuatannya sangat luar biasa dan umurnya juga mungkin sudah ratusan tahun.

Kesampingkan dulu masalah hari ini, itu sudah terlewat. Aku memutuskan untuk segera pergi ke kota terdekat.

Dengan menunggangi Wey aku terbang di atas hutan. Tubuh Wey kini sebesar diriku ditambah dengan berat tubuh anak-anak, Wey tidak akan kesulitan meskipun terbang berjam-jam.

Dan pada akhirnya kami memang terbang beberapa jam. Pemandangan hutan tak ada habisnya. Sebenarnya berapa luas hutan ini?

Aku sungguh kasian kepada para pasukan yang sudah aku bantai. Mengapa tidak, mereka sudah menempuh perjalanan yang sangat jauh, namun mereka hanya mengantar nyawa. Sungguh ironis.

Tampaknya Wey sudah kelelahan, jadi aku memutuskan untuk mendarat.

"Kau kelelahan, ya? Biar aku yang carikan makanan!?"

Karena Wey yang sudah tidak punya tenaga lagi, terpaksa aku yang pergi mencari makanan. Jika tidak ada yang mencari kami bisa-bisa mati kelaparan.

"Huh... sungguh melelahkan!"

Dengan busur aku berhasil mendapatkan beberapa hewan. Porsi makan Wey dan aku pastinya berbeda, berarti aku harus memburu lebih banyak lagi.

Matahari sudah melewati atas kepalaku. Setengah hari lebih kami melakukan perjalanan, tapi tak kunjung sampai di tempat tujuan. Padahal kami terbang, tapi masih tetap lama.

Tidak bisa dibayangkan seberapa luasnya benua ini. Menjelajahi pinggirannya saja sudah membuatku ingin menyerah.

"Kira-kira ada berapa kerajaan di benua ini?"

Mungkin sangat banyak.

.

.

.

.

Kerajaan Mierdia.

Hari pertunangan Pangeran.

"Hari ini pun tiba... huh..."

"Ada apa tuan, apa Anda gugup?"

Sang pangeran yang tak lain adalah Kerald sedang bersiap-siap untuk menemui calon tunangannya. Dia sungguh malas sebenarnya, tapi apa daya dia tak punya kuasa untuk menolak. Ini adalah tradisi turun temurun.

Kerald sebenarnya tidak mempersalahkan tunangan ini, dia hanya berpikir... kenapa aku tidak boleh menentukan pasanganku sendiri?

Di dunia sebelumnya saja budaya seperti ini masih ada, apalagi di dunia ini.

Bukan hanya pertunangan Kerald, hari ini juga akan jadi hari pembaptisan adiknya juga. Dalam pembaptisan ini status adik akan bisa dilihat oleh semua orang tanpa memiliki skill appraisal atau sejenisnya. Dengan sebuah kristal istimewa, hanya dengan menyentuhnya status seseorang akan bisa terlihat.

Kerald pun diperkenalkan dengan gadis seumuran dirinya, gaun biru dan rambut pirang panjang tergerai sangat pas dikenakannya. Semua orang langsung pangling dengan keberadaan gadis itu. Padahal umurnya belum usia matang, tapi aura kecantikannya mengalahkan wanita dewasa.

Kerald hanya biasa saja, dari awal dia memang malas dengan acara ini.

( Semoga dia memang pasangan yang pas bagiku )

Kerald dan gadis itu begitu serasi ketika bersanding bersama-sama.

"Siapa namamu?" Bisik Kerald.

Gadis itu tidak menjawab, dia hanya terus tersenyum pada para tamu.

( Gadis yang cuek )

Setelah beberapa proses yang menyebalkan terlewati, akhirnya Kerald bisa bernafas lega. Dia kini bisa bersantai dan menikmati pestanya.

"Itu sedikit melelahkan, kau berpikiran yang sama, kan?"

Kerald masih berusaha mengajak bicara gadis itu. Dengan sifatnya yang cuek dan pendiam malah membuat Kerald tertarik.

Tapi, masih tak ada jawaban. Sang gadis sibuk menikmati hidangan yang disajikan dan mengacuhkan Kerald.

"Hei, kau itu orangnya pendiam, ya?"

Gadis itu terpancing, dia menoleh. "Kupikir kau itu menyedihkan, bagaimana mungkin ada seseorang yang bahkan tidak tau nama tunangannya sendiri. Tapi, dengan begitu aku paham... Kau juga malas dengan hal seperti ini, kan? Pangeran Kerald Mier!"

"Ahh... ya begitulah... hehehe."

"Menyedihkan! Kenapa bukan aku saja yang jadi pangeran!?"

"Apa?"

Gadis itu seketika kalang kabut setelah mengatakan itu.

"Hanya bualan, tak perlu dipikirkan," sanggahnya tersenyum kecut.

"Ohh... perkataanmu mengingatkan ku pada teman yang berkeinginan menjadi pangeran meskipun itu hanya keinginan yang tidak masuk akal.

"Uhuk... uhuk... kau... siapa nama temanmu?" Tanya si gadis, tapi ini seperti mengancam.

"Penting, ya?" Kerald bingung kenapa dia penasaran dengan hal seperti itu.

"Jawab saja!"

"Baiklah... namanya Areka—"

Buk...

Pukulan yang keras tepat mengenai pipi Kerald. Si gadis secara spontan memukulnya. Semua tamu pun terkejut akan tingkahnya.

"Kenapa? Kema...!"

"Arghh... Kema? Jangan-jangan, Areka?"

.

.

.

.

"Apa aku sendiri yang berinkarnasi? Bencana itu seharusnya menewaskan seisi kelas. Bagaimana nasib mereka setelah mati?"

Hanya bualan untuk menghilangkan kebosanan saat dalam perjalanan. Memang tidak ada gunanya juga aku memikirkan orang lain, juga mereka tidak bisa kusebut teman.

Sepertinya penerbangan ku akan segera berakhir, dari kejauhan aku bisa melihat pepohonan yang hilang digantikan dengan daratan luas tanpa pepohonan.

"Wey, tambah kecepatan!"

Wey lalu melesat dengan kecepatan tinggi, tekanan angin yang kurasa sampai membuatku kesulitan untuk melihat ke depan.

Yang dulunya hanya ada pohon-pohon sepanjang mata memandang, kini semuanya berubah menjadi daratan luas tanpa adanya pepohonan, bukan tidak ada, hanya jarang.

Aku memutuskan untuk mendarat di dekat sungai. Aku punya asumsi bahwa pemukiman pasti ada di dekat sungai. Aku berniat melanjutkan perjalananku dengan menyusuri sungai itu.

"Air yang menyegarkan."

Di sela-sela istirahatku, skill detection ku aktif. Dan aku baru sadar di balik batu besar yang tidak jauh dariku sepertinya ada sesuatu. Aku pun mendekat untuk memastikan.

Yang aku temukan adalah seorang cewek rambut panjang berwarna violet. Gaun indah melekat pada tubuhnya, aku menebak dia pasti seorang bangsawan, mungkin juga putri. Tapi, bisa hanyut di sungai, apa yang terjadi?

"Appraisal!"

<<Appraisal : Gagal>>

Appraisal gagal? Ada apa dengan cewek ini?

Ahh... sudahlah, tidak penting.

Apa yang akan kulakukan pada cewek ini? Apa aku akan menyelamatkannya? Jika dia memang seorang bangsawan atau putri jelas dia bisa kumanfaatkan. Sepertinya itu bukanlah harga yang buruk.

Aku juga menebak, kerajaannya mungkin sedang memiliki masalah internal. Yah... aku hanya menebak.

"Ini hari keberuntunganmu, Putri. Semoga kau bisa berguna!?"