webnovel

LEGENDA PENDEKAR AMBO TUWO, SI PENDEKAR TENGIL DARI WAJO

Pendekar Ambo Tuwo adalah nama dari seorang pendekar sakti yang disegani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Dendam yang begitu membara dari seorang ratu jahat yang bernama Ratu Besse Rini Markonah telah membawanya untuk membalaskan dendamnya terhadap wanita keji itu atas kematian Ibunya. Dengan bantuan Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo, dia pun tumbuh menjadi seorang pendekar sakti yang siap membalaskan dendamnya. Bukan hanya membalas dendam atas kematian Ibunya, dia pun akan menyelamatkan bumi ini dari kekuasaan para makhluk jahat yang ingin menghancurkan kedamaian bumi ini. Mampukah dia menuntaskan dendamnya sekaligus menyelamatkan bumi ini dari kehancuran? Semua itu akan terjawab dalam cerita PENDEKAR AMBO TUWO SI PENDEKAR TENGIL DARI WAJO.

andi_astar · Fantasy
Not enough ratings
44 Chs

Bagian 30 Meninggalnya Sang Ratu Dan Kelahiran Putranya Ke Dunia

Di tengah keheningan malam yang sangat mencekam dengan guyurun hujan dari langit yang begitu deras disertai petir yang menyambar-nyambar ditambah angin yang berhembus sangat kencang, Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani merasakan sakit yang amat sangat di bagian perutnya. Seakan-akan bayi yang ada di dalam kandungannya menendang-nendang perutnya begitu keras yang mengakibatkan perutnya mengalami sakit yang begitu luar biasa.

" Auhhh, mapeddi ladde bua-buaku, nek, kek. Deulle perrengi kasi. Samanna melona mate sedding, Puange! " ( Auhhh, sakit sekali terasa perutku ini, nek, kek. Sepertinya aku sudah tidak sanggup menahannya lagi. Sepertinya aku akan mati, Tuhan! ) ungkap sang ratu berteriak-teriak minta tolong kepada Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo untuk membantunya.

" Iye, nak! Sabbaraki, sabbaraki! " ( Iya, nak! Sabar, sabar! ) kata Kakek La Bote yang mencoba untuk menenangkan hati sang ratu.

" Iye, nak! Melono kapan mimmana iye wennie. " ( Iye, nak! Kemungkinan malam ini kau akan melahirkan ) timpal Nenek Indo Balobo yang memegang tubuh sang ratu dengan sangat erat.

" Wei, kasi. Mappedi ladde, Puang! " ( Kasihanilah aku Tuhan. Ini sakit sekali ) ujar sang ratu lagi yang begitu kesakitan. Keringat dingin bercucuran sudah membasahi seluruh tubuhnya, bibirnya juga sudah kering, dan wajahnya sudah pucat pasih seolah-olah tanda-tanda kehidupan seakan lenyap dari aura wajahnya.

" Perrengi, nak! Perrengi peddina! Makkoro metro akko mimmanaki, mapeddi ladde. Perrengi cedde. " ( Tahan, nak! Tahanlah sakitnya! Memang seperti itu rasanya kalau kita ingin melahirkan, memang sakit rasanya. Tahan-tahanlah sedikit ) bujuk Nenek Indo Balobo sambil membantu proses melahirkan sang ratu.

Nampaknya sang ratu akan melahirkan, justru itulah dia merasakan kesakitan yang amat sangat. Rasa sakit yang belum dia pernah rasakan sebelumnya.

Sementara hujan juga belumlah reda dan justru semakin deras saja ditambah petir yang menyambar-nyambar dan angin yang berhembus sangat kencang. Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani dengan bantuan Nenek Indo Balobo masih terus berjuang untuk bertahan hidup dan melahirkan bayinya ke dunia dengan selamat. Teriakan-teriakan keras yang dikeluarkan oleh sang ratu malam itu seolah-olah mengalahkan suara petir yang menyambar-nyambar di atas langit. Dia tidak bisa berpikir lagi mengenai kondisi yang dihadapinya saat ini. Di benaknya saat ini hanya dua; antara hidup dan mati. Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani terus berjuang dan berjuang mengeluarkan bayinya ke bumi. Dia tidak memikirkan lagi mengenai dirinya sendiri. Baginya keselamatan anaknya jauh lebih penting dari hidupnya saat ini.

" Perrengi, nak! Ceddepi messu wijamu. Ceddeppi! " ( Tahanlah, nak! Sedikit lagi anakmu keluar. Sedikit lagi ! ) ujar Nenek Indo Balobo memberikan semangat pada sang ratu agar tetap bertahan.

Sang ratu terus berjuang dan berjuang mengeluarkan bayinya, rasa sakit yang dia alami seketika sirna dari dirinya tatkala berpikir untuk menyelamatkan bayinya.

Akhirnya setelah berjuang selama berjam-jam berjuang menyelematkan bayinya, Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani pun berhasil melahirkan bayinya dengan selamat. Suara tangisan bayi pun mengalung begitu kencang dan terdengar dari dalam gubuk itu. Suasana malam yang begitu hening tiba-tiba pecah dengan tangisan kencang dari sang bayi yang baru lahir ke bumi.

" Alhamdulillah, syukuri ke Puang Marajae. " ( Alhamdulillah, syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa ) ucap Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo secara bersamaan. Mereka berdua lalu tersenyum menatap ke arah sang ratu yang telah berjuang hidup mati untuk melahirkan putranya.

" Urane wijamu, nak! Hehehehehehe " ( Anakmu laki-laki, nak! Hehehehehehe ) ungkap sang nenek dengan girang seraya menyerahkan bayi itu ke pelukan ibu kandungnya. " Itai tappana wijamu, Nak! Magaretta ladde, hehehehehehe." ( Lihatkah parasnya anakmu, nak! Dia ganteng sekali, hehehehehehe ) tambahnya.

Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani lalu menatap lama paras putranya. Dia sedikit terngiang dengan sosok sang raja jika menatap paras putranya yang memiliki paras tampan setampan ayahnya, Raja Ambo Enre Ratulangi. Sekali lagi batin keibuannya keluar tatkala melihat putranya itu yang akan hidup tanpa belas kasihan dari seorang ayah, seketika batinnya menangis jika membayangkan hal itu. Lalu sejurus kemudian, sang ratu pun berpesan kepada Nenek Indo Balobo dan Kakek La Bote untuk menjaga putranya itu.

" Nek, Kek! Melo, ehhh, melo, ehhhh...." ( Nek, Kek! Mau, ehhhh, mau, ehhhh....) ungkap sang ratu dengan nafas yang terengap-engap.

" Magi, Nak? Istirahatno jolo, ajana mabbicara! " ( Kenapa, Nak? Istirahalah dulu, tidak usah berbicara ) saran sang nenek.

" Melo....ka, melo....ka, melloto....long, si....bawa idi man....eng, " ( Minta...., minta....to...long, pada kita berdua ) ucap sang ratu lagi dengan nafas yang sudah tidak beraturan, " to....long, to....long, titip wija....ku, ke idi. Tajagai kasi, wijakku, nasa....ba....melo....na....salei linoe. " ( To....long, to....long, aku titip anak...ku ke kalian. Tolong dijaga, anakku, kare....na...kumau....tinggal....kan dunia....ini ) ujar sang ratu lagi seakan-akan memberi syarat kepada Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo bahwa dia akan pergi selama-lamanya.

" Aja makkada makkoro, Nak! " ( Jangan berkata seperti itu, Nak! ) ujar sang nenek yang sudah tidak bisa menahan air matanya tumpah tatkala melihat kondisi sang ratu yang mulai kritis.

" Ti...ti...p...wi....jak...ku...." ( Ti...ti...p...a....nak...ku ) pesan terakhir dari sang ratu sebelum dia betul-betul menghadap ke Sang Khalik. Dengan nafas yang sudah terengah-engah, Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani pun mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum dia pergi meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Seketika tangisan kebahagiaan yang hadir dari hadirnya seorang bayi mungil yang baru saja lahir ke dunia seketika itu pula terhapus dengan tangisan kesedihan penuh kedukaan setelah kepergian Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani selama-lamanya. Dia meninggalkan Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo dan tentunya bayinya yang sangat merah dan tidak berdosa serta belum mengerti apa-apa. Air mata keduanya pun tidak bisa terbendung tatkala melihat tubuh Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani yang sudah terbujur kaku tak bernyawa.

" Selamat jalan, nak! Insha Allah, Iya sibawa Nenek Indo Balobo jagai matu wijamu, nak! " ( Selamat jalan, Nak! Insha Allah, aku dan bersama Nenek Indo Balobo akan menjaga putramu, Nak! ) ujar Kakek La Bote yang juga turut berderai air mata melepas kepergian sang ratu, yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri.

Sementara itu di istana kerajaan, waktu dan hari melahirkan Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani juga bersamaan dengan waktu dan hari Ratu Besse Rini Markonah melahirkan. Dengan bantuan sandro-sandro yang diundang datang ke istana untuk membantu Ratu Besse Rini Markonah melahirkan, akhirnya dia pun melahirkan dengan selamat. Jika Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani melahirkan seorang putra, bedanya Ratu Besse Rini Markonah melahirkan seorang putri! Akan tetapi nasib baik masih berpihak pada Ratu Besse Rini Markonah, sebab dia masih diberikan kesempatan hidup oleh Tuhan dan berbeda dengan nasib Ratu Indo Cempaka Puspita Maharani yang harus meredang nyawa setelah dia melahirkan putranya.

Keesokan harinya, di halaman belakang gubuk milik Kake La Bote dan Nenek Indo Balobo, mereka menguburkan jasad sang ratu. Mereka berdua berharap sang ratu bisa beristirahat dengan tenang di sisi-Nya. Sambil menggendong putra yang yang baru dilahirkan oleh sang ratu, mereka berjanji di depan makam sang ratu bahwa mereka berdua akan menjaga anak tersebut sampai tumbuh dewasa hingga menjadi seorang putra yang kelak akan membanggakan dirinya. Bayi yang masih merah tersebut tidak henti-hentinya menangis di depan pusara Ibunya, dia tidak mengerti jika sang bunda sudah pergi meninggalkannya selama-lamanya. Lalu kemudian Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo berpikir untuk memberi nama anak lelaki tampan itu. Dengan semangat, keduanya menamakan anak tersebut dengan nama Ambo Tuwo. Mereka berdua berharap agar kelak anak ini mempunyai umur panjang dan bermanfaat bagi orang banyak. Kelak di masa-masa akan datang Kakek La Bote dan Nenek Indo Balobo mempunyai rencana untuk mengajarkan anak tersebut dasar-dasar ilmu bela diri dan juga ilmu agama sebagai dasarnya kelak hidup di dunia. Dan juga jika anak itu sudah dewasa, mereka berdua akan menjelaskan kepada anak tersebut mengenai asal-asul keluarganya, tentang siapa Ibunya, ayahnya, kakeknya, neneknya, dll.

~~~~~