webnovel

Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan

Di akhir musim semi, untuk alasan yang tidak jelas tunangannya pergi meninggalkannya. Lalu di akhir musim gugur, Elkanah mendapat informasi tidak pasti tentang keberadaan tunangannya tersebut. Itu adalah Akademi Roh Emerald. Tempat di mana para gadis yang melakukan kontrak dengan Roh menerima pendidikan mereka. Secara kebetulan, Elkanah juga merupakan sedikit dari laki-laki yang mampu melakukan kontrak dengan Roh. Pada normalnya hanya perempuan yang bisa melakukan itu. Agar mereka bisa bertemu kembali, tunangannya memberi persyaratan dengan perantara seseorang. Namun persyaratan itu diberikan perlahan. Untuk yang pertama, dia diminta untuk bergabung dengan kelompok tertentu di akademi itu dan menjalani pertarungan mendebarkan bersama anggotanya. Demikian bermulalah kisah komedi-romansa satu dari sedikit Kontraktor Roh laki-laki di dunia agar dapat bertemu kembali dengan tunangannya. Apakah Elkanah akan mencapai tujuannya? Atau malah terpikat gadis lain dan melupakan tujuannya?

Zikake · Fantasy
Not enough ratings
42 Chs

Asrama Kelas Rat

Pada pagi hari kamis ini, aku dan Revalia memindahkan barang-barang yang diperlukan ke kamar asramaku karena mengikuti apa yang direncanakan si Ceb– Oh, orangnya kemari.

"Revalia coul Dafesilo akan tinggal di kamar Elkanah yang ada di Asrama Kelas Rat, 'kan? Ya sudah, semoga tempat itu tidak kalian lubangi."

Apa? Tiba-tiba saja ia datang dan berbicara pada kami dan pergi tanpa menunggu balasan. Setidaknya, bantulah kami untuk mengangkat tas-tas di sini.

"Lupakan saja Nenek Pendek itu. Kita fokus saja dengan pakaian-pakaian ini.Oh, ya. Dengan apa kita membawa tas-tas ini ke tempatmu?"

Oh, tumben sekali Revalia menanyakan pendapatku. Biasanya, ia bertindak tanpa mendengar perkataanku.

"Yah, Asrama Kelas Rat tidak terlalu jauh, sih. 20 sampai 30 menit mungkin cukup untuk sampai ke sana dari sini. Namun, karena barang bawaan kita banyak, aku akan sakit pinggang sebelum sampai ke sana."

"Jadi, pesan tumpangan?"

"Ya, harus."

Revalia lalu meletakkan tasnya. Ia mengeluarkan ponselnya dari tas itu dan mulai mencari taxi online.

Namun, tiba-tiba ia membuang nafas panjang dan mematikan ponsel pintarnya tersebut. Ia melirikku dengan tatapan lelah.

"Apa? Ingin dilindungi?"

"Jangan mencuri kata-kataku …."

Mendengarnya, Revalia menekan pelipisnya sambil membuang nafas. Yah, inilah yang disebut dengan pembalasan. Akan tetapi, rasanya tidak cocok untuk kukatakan karena kemampuan Roh Kontrak-ku perisai.

"Tidak akan ada taxi di sini. Meski dipesan, mereka tidak bisa datang. Jadi, hanya jalan kakilah pilihan kita."

Ah, itu benar. Jadi kami mau tidak mau harus berjalan kaki, ya? Berharap saja pinggang dan kakiku kuat untuk berjalan sampai sana.

***

"Oh pinggangku …."

Setelah kurang dari setengah jam perjalanan, kami berdua pun tiba di depan gedung Asrama Kelas Rat. Sebuah menara dengan tujuan seperti gedung.

Berbeda dengan asrama yang lain, Asrama Kelas Rat digabung dari kelas satu hingga tiganya. Setiap kamar memiliki luas sedikit lebih cukup untuk dua orang yang saling berbagi kamar tersebut.

Ada tujuh lantai di asrama ini. Lantai pertama adalah lobi yang baru saja kulalui bersama Revalia.

Sisanya, lantai yang berisikan enam kamar. Lantai-lantai terhubung dengan satu tangga berputar yang berada di tengah-tengah bangunan.

Oh, ya. Ada satu hal lagi yang membuat Asrama Kelas Rat berbeda dengan yang lain. Itu adalah bentuknya yang berupa segi enam dan tangga yang ada di tengah. Karena inilah, aku menyebutnya bangunan asrama berkedok menara.

Kamarku berada di lantai empat. Nomornya adalah 21. Tidak banyak orang yang menghuni lantai ini. Mungkin cuma aku, teman sekamarku, serta pemilik kamar 24 dan 19. Sisanya adalah kamar kosong.

Sampai di depan pintu, aku mengetuknya dan menunggu selama sekitar setengah menit sebelum menerobos masuk setelah meminta Revalia untuk menunggu.

Yah, akan jadi merepotkan kalau aku melihat sesuatu yang dapat membuatku terlempar keluar asrama dari jendela cuma gara-gara lupa mengetuk atau langsung menerobos saja.

Meski aku tahu kalau teman sekamarku tidak seperti 'Tuan Putri' yang ada di belakang, tidak ada salahnya berjaga-jaga.

Kalau kuperhatikan kembali, tidak ada jendela di bangunan ini. Hanya lampu dekat tangga dan di depan pintu kamar saja yang menjadi penerangan.

Melangkah masuk ke dalam kamar, mataku mendapati pemandangan di mana terdapat banyak barang berserakan yang aku tidak bisa membedakan mana sampah, pakaian, makanan, plastiknya, buku, ataupun kaset karena saking berserakannya.

"Freya …, aku kembali …."

Hmm, tidak ada balasan. Apa orangnya masih tidur? Ini masih jam delapan, sih. Bagi teman sekamarku yang sering begadang, itu bukanlah waktu yang tepat untuk bangun.

Setelah melangkah perlahan agar tidak menginjak sesuatu yang berharga—seperti perasaannya padaku. Ehem, lupakan itu— aku menemukan seorang gadis sedang terbaring di samping bawah ranjang.

"He-Hei! Apa yang terjadi!?"

Aku segera berlari menghampirinya. Bisa saja, berantakan ini bukan karena ia malas membersihkan. Akan tetapi, karena terjadi penyerangan secara tiba-tiba.

Perlahan, mata gadis tersebut terbuka, menunjukkan iris matanya yang memiliki warna berbeda. Kiri adalah merah, biru adalah kanan.

"—Tadi …."

Gadis dengan rambut pirang panjang membuka tutup mulutnya. Apakah sesuatu memang benar telah terjadi di tempat ini?

"Tadi, aku bermimpi jatuh dari ketinggian."

"… Ternyata memang sebuah kesalahan bagiku untuk mendengarkan semua ucapan yang keluar dari mulutmu, Freya."

Mendesah panjang, aku menyipitkan mata ketika mengatakan itu pada gadis yang ada di hadapanku sekarang.

Freya Matternich, itulah nama gadis dengan rambut pirang lurus panjang sepinggang serta dua mata dengan warna berbeda. Ia adalah seseorang yang menghabiskan waktunua untuk menonton animasi. Jadi, cukup wajar jika ditemukan komik, novel, atau berbagai barang serupa di kamar ini.

"Kapan kau akan melepaskanku?"

Apa yang ia kata– Ah, benar. Aku masih belum melepaskan Freya setelah mengangkatnya karena mengira terjadi apa-apa di sini.

"Sampai kau meminta maaf karena telah membuat pikiranku jadi liar dan membersihkan kamar ini seperti semula."

"Itu berarti … selamanya?"

Tanpa berkata apa-apa, aku berdiri sambil mengangkat Freya lebih tinggi. Kemudian, aku melemparnya ke kasur.

"Diperlakukan kasar seperti ini … inj pertama kalinya dalam hidupku. Kumohon, jangan terlalu kasar …."

Ah, pikiranku malah menjadi liar ke arah yang berbeda. Apa ia sengaja melakukan ini kepadaku?

"Hei …, menyuruhku menunggu di depan pintu sementara kalian bersiap melakukan hal tidak senonoh di dalam kamar …. Sungguh tidak bisa ditelorir."

Tiba-tiba, sebuah tangan menempel di bahuku. Aura kegelapan pekat juga bisa dirasakan di belakang.

Saat berbalik, aku menemukan Revalia yang memancarkan aura gelap di sekitar. Matanya yang bersinar dengan warna merah menunjukkan betapa kesal dirinya padaku. Rambut biru mudanya juga tersebar di udara.

"Tu-Tunggu sebentar! Ini tidak seperti yang kaupikirkan!"

Dengan keringat dingin yang menjalar di kening, aku berusaha untuk menjelaskan. Namun, Revalia hanya tersenyum.

Sebuah senyum jarang disunggingkannya, tetapi sekali disunggingkan, aku yakin kalau itu bukan karena rasa bahagia atau yang lainnya.

"Jadi, itu kata-kata terakhirmu? …. Falviti!"

… Kejadian selanjutnya adalah, sebuah lubang lebar tercipta di kamar 21 Asrama Kelas Rat yang disertai ditemukannya seorang laki-laki tanpa luka di bawah pepuingan hasil lubang tersebut.

***

Jam pelajaran pertama, aku libur karena harus mendapat perawatan di UKS. Dikatakan kalau tubuhku baik-baik saja. Yang jadi masalah, seluruh saraf di tubuhku mati, jadi tidak bisa bergerak sampai disuntik seperti sebelumnya.

Karena suntikan, jeritanku pun mengguncang satu akademi. Para guru yang sedang menulis dengan kapur langsung mematahkan kapurnya. Siswi yang tertidur langsung melonjak kaget hampir-hampir terbang dan menghantam langit-langit. Si Cebol yang sedang mengantuk sambil membaca komik shoujo-nya tanpa sengaja merobek halamannya ketika ingin membaliknya.

Setelah membuat jeritan sekencang itu, kepalaku digetok oleh Guru UKS hingga membuatku tidak sadarkan diri. Dengan demikian, aku juga tidak masuk jam pelajaran kedua.

Di jam pelajaran ketiga, tidak ada hal berarti. Aku cuma memperhatikan kelas dengan kesadaran yang hanya setengah bangun. Jika ada yang menjerit, mungkin aku akan terbang ke langit-langit.

Akhir jam pelajaran pada pelajaran hari ini, aku dan Freya berpapasan di jalan. Kami kemudian pulang bersama dan ketika tiba di Asrama Kelas Rat, Revalia menyodorkan kami berdua alat pel.

"Hukuman karena melubangi asrama."

Bukankah pelaku yang melubangi itu ia sendiri? Kenapa kami berdua juga malah ikut dibawa-bawa ….

Dengan demikian, kami mengepel lantai. Untungnya, Asrama Kelas Rat tidak sebesar Asrama Kelas Dua Lion. Belum lagi, kami melakukannya bertiga. Jadi, waktu yang dimakan untuk membersihkan bangunan asrama tidaklah banyak.

Setelah membersihkan seluruh lantai, kami memasuki kamar kami yang memiliki angka 21 di pintunya.

Mengenai kamar ini, itu tidak terlalu banyak hal mencolok. Dapur kecil di sebelah kiri yang pojoknya adalah toilet dan kamar mandi, meja bundar di tengah ruangan, dan satu ranjang besar di sebelah kanan yang di bagian sana terdapat lemari.

Oh, ya. Pintu ada di tengah dan ranjang ada di pojok kanan. Jadi, waktu itu Revalia tidak melihat kejadian sebelumnya hingga ia memasukkan wajah ke pintu.

Kamar ini mendadak bersih. Yah, sudah jelas kalau Revalia yang membersihkannya saat kami pergi ke akademi ini.

"Selamat datang di tempat yang tadinya seperti kandang babi ini, para babi sekalian. Sebagai junior kalian dan teman sekamar mulai sekarang, aku menyambut kalian."

Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut Freya yang memakai logat seperti suatu entitas penyambut orang-orang ke dunia kematian.

Tempat ini tadinya memang seperti kandang babi, tetapi tolong jangan katakan orang yang baru datang ke sini sebagai babi ….