webnovel

Laki-laki Di Akademi Roh Perempuan

Di akhir musim semi, untuk alasan yang tidak jelas tunangannya pergi meninggalkannya. Lalu di akhir musim gugur, Elkanah mendapat informasi tidak pasti tentang keberadaan tunangannya tersebut. Itu adalah Akademi Roh Emerald. Tempat di mana para gadis yang melakukan kontrak dengan Roh menerima pendidikan mereka. Secara kebetulan, Elkanah juga merupakan sedikit dari laki-laki yang mampu melakukan kontrak dengan Roh. Pada normalnya hanya perempuan yang bisa melakukan itu. Agar mereka bisa bertemu kembali, tunangannya memberi persyaratan dengan perantara seseorang. Namun persyaratan itu diberikan perlahan. Untuk yang pertama, dia diminta untuk bergabung dengan kelompok tertentu di akademi itu dan menjalani pertarungan mendebarkan bersama anggotanya. Demikian bermulalah kisah komedi-romansa satu dari sedikit Kontraktor Roh laki-laki di dunia agar dapat bertemu kembali dengan tunangannya. Apakah Elkanah akan mencapai tujuannya? Atau malah terpikat gadis lain dan melupakan tujuannya?

Zikake · Fantasy
Not enough ratings
42 Chs

Mampir Ke Perpustakaan Yang Berujung Pergi Ke Bioskop

Hari berlalu. Sekarang adalah hari terakhir aku berada di kamar milik Revalia yang ada di Asrama Kelas Dua Lion.

Sehabis seluruh pelajaran kujalani, aku mencoba-coba untuk datang ke perpustakaan akademi. Yah, cuma mampir. Dan jika beruntung, mungkin aku akan menemukan sesuatu yang menarik.

Perpustakaan ini bisa dibilang sebagai menara yang berada di dalam gedung. Ia memiliki delapan lantai yang hampir dipenuhi rak buku.

Letak perpustakaan ada di paling pojok sebelah kiri gedung akademi. Terdapat lift di sini, berbeda dengan gedung akademi yang setiap lantainya harus menaiki tangga.

Ah~ ternyata hanya orang-orang yang memiliki kartu anggota saja yang boleh melewatinya. Yah, ini semacam fasilitas-fasilitas modern.

Berjalan di sini lebih seperti berjalan di labirin rak buku karena saking banyaknya benda itu. Aku tidak habis pikir apa yang akan mereka lakukan jika para siswi tersesat.

Yah, tetapi karena banyak orang di sini, seharusnya tidak ada masalah berarti. Jika sesat, tinggal bertanya. Malu bertanya, maka menangislah. Nanti juga ada om-om acak yang kebetulan lewat dan mengajak untuk mampir ke rumah.

Menemukan sesuatu, aku mengambil salah satu buku dari rak yang kebetulan cukup menarik perhatianku kemudian membawanya ke meja yang ada di tengah pojok-pojok perpustakaan.

"Ah~ Di sini sejuk sekali~ Mungkin tidur siang sebentar tidak masalah …."

Dan tanpa sengaja, aku malah kebablasan dengan membaringkan pipi di atas meja hingga tanpa sengaja ketiduran di sana.

****

Mimpi …. Ingatan, ya?

"Hei …! Apa yang kaulakukan di sana?"

Mengarahkan tatapan ke atas pohon di suatu tempat dengan dataran tinggi, aku berteriak kepadanya.

Sebenarnya aku tahu apa yang sedang dilakukannya. Ia memanjat pohon apel untuk mengambil buahnya yang ada di ranting ujung.

"Turunlah! Biar aku yang mengambilkannya untukmu!"

"Tidak bisa!"

Dasar gadis yang keras kepala … itulah yang kupikirkan saat ia menjawab demikian. Yah, biarkan saja kalau maunya begitu.

Cuma satu senti baginya untuk tersandung dan jatuh. Meski begitu, ia tidak memperlihatkan ketakutan sedikit pun di wajah.

Ketika ia berhasil meraih buah itu dan melambai ke arahku dengan senyum siput di wajah, ia tersandung.

"—Bodoh …!"

Secara reflek, aku berlari ke bawahnya. Semuanya terasa melambat, tetapi berkat itu aku berpikir bisa menyelamatkannya.

Dengan mengulurkan tangan, ia pun jatuh ke dekapanku. Ia melihat-lihat sekitar, sedikit bingung dengan apa yang sedang terjadi. Setelah tahu, ia tersenyum padaku.

Uh, kenapa malah wajahku yang memerah? Bukankah di situasi seperti sekarang ini seharusnya ia yang merasakan kondisiku ini?

… Dan sesaat setelahnya, wajahku semakin memerah. Ya, mau bagaimana lagi? Ia tiba-tiba saja mengecup pipiku.

"Bisa aku turun sekarang? Aku baru saja memberimu balasan tadi …."

Jadi kecupan tadi untuk itu!? Kenapa tidak langsung bicara saja …. Meski tidak melakukan itu terlebih dahulu aku pasti akan menurunkannya segera.

Setelah kuturunkan gadis itu ke tanah, ia menepuk-nepuk pelan gaun putih cerahnya yang berenda.

"Ini."

"Untukku?"

Ia tiba-tiba saja menyodorkan buah apel yang diambilnya hingga tersandung tadi kepadaku. Aku yang memberi tatapan bertanya padanya diberikan anggukan.

Aku tersenyum dan menerimanya sambil berterima kasih. Pantas saja tadi ia menolak pertolonganku. Ternyata apel ini untukku.

"Eits! Bagi dua~"

***

"Hei, bangun. Kauingin membuatku untuk membersihkan asrama sendirian, ya? Ayo, cepatlah bangun, sebelum aku menguburmu hidup-hid– Tidur-tidur."

Ada sebuah suara yang membangunkanku dari tidur. Ketika aku mendongak, aku menemukan Revalia yang menyilangkan tangan di depan dada.

"Hmm~ Karena kau sudah bangun …. Apa aku boleh menguburmu hidup-hidup sekarang? Karena kau sudah tidak tidur lagi soalnya."

"Ya enggaklah!"

Memang siapa yang mau dikubur hidup-hidup? Waktu tidur pun tetap tidak akan ada yang mau.

"Oh, Nona Reva, apa ada sesuatu yang Anda perlukan hingga datang ke gedung akademi ini? Menemui Clara?"

Tiba-tiba, salah satu siswi yang merupakan anggota perpustakaan datang. Yah, aku bisa tahu ia anggota melalui lencana yang dipakainya di dada.

"Menjemput babi ini untuk pulang."

Hei, kata-katamu itu terkesan buruk sebagai Tuan Putri yang terhormat. Apalagi ditambah dengan mengangkatku seperti seekor anak kucing.

Omong-omong, bagaimana ia bisa mengangkatku dengan mudah di kerah baju seperti ini? Kekuatan Roh Kontrak?

"Kupikir, sekalian untuk menemuinya—Clara. Di mana ia sekarang? Apa ia ada di perpustakaan ini?"

"Emm~ Seingatku ia sudah pulang."

"Begitu, ya …."

Eh? Revalia menunduk karena kecewa? Benar-benar tidak kusangka kalau ia bisa mengeluarkan ekspresi seperti itu. Kupikir ia—

"Apa? Wajah terkejutmu membuatku kesal saja. Mau diterbangkan ke lantai teratas perpustakaan kemudian dihempaskan?"

"Tidak, jangan."

***

Bersama kuli, membangun– Ups, maksudku, bersama Revalia, aku pergi meninggalkan gedung akademi.

"Hei, kalian!"

Saat tinggal beberapa langkah lagi bagi kami untuk menginjakkan kaki ke dunia luar, seseorang memanggil.

Ketika aku dan Revalia berbalik, kami menemukan Selestina, gadis Vampire yang aku sempat salah namanya karena keisengan si Cebol.

Yah, karena ini sudah sangat dekat dengan pintu keluar akademi dan aku mengatakannya dalam hati, seharusnya ia tidak tiba-tiba datang dan menyundulku lagi seperti tadi pagi.

"Ada apa, Kak Selestina?"

Revalia memulai percakapan lebih dahulu. Ia memanggilnya 'Kak', apakah mereka punya hubungan darah? Ah~ Sepertinya bukan. Mungkin karena Selestina adalah murid kelas tiga. Dengan kata lain senior.

"Oh, bukan apa-apa. Karena kita searah, mau pulang bersama? Yah, sekalian temani aku ke suatu tempat jika mau. Tidak akan lama, kok."

Bukankah seluruh murid pulangnya searah—ke Distrik Asrama? Dan juga, kata-katanya di akhir itu entah kenapa sangat tidak bisa dipercaya.

"… Boleh saja. Kami senggang."

Eh? Kenapa Revalia menerimanya? Bukankah kita berdua ada tugas yang harus dilakukan sore ini?

Ketika aku menarik bahu Revalia untuk membicarakan hal itu, ia hanya menjawab santai dengan :

"Malam juga bisa, 'kan?"

Ya– Benar, sih …. Namun itu …. Ah, baiklah. Aku menurut saja. Jika terjadi sesuatu yang membawa masalah, aku tinggal tutup mata.

"Karena sudah diputuskan, mari pergi ke bioskop yang ada di Distrik Hiburan! Aku punya tiga tiket untuknya."

Ternyata itu …. Bukankah sebentar yang ia maksud itu tergolong lama? Yah, matahari pasti sudah tenggelam ketika kami pulang. Sekarang jam empat sore soalnya.

***

Yup, sesuai dugaanku. Kami pulang setelah menara jam menunjukkan pukul tujuh malam. Sudah cukup lama sejak matahari tenggelam.

"Yah, tadi itu menyenangkan sekali, ya? Aku tidak menyangka semua tokoh yang ada di dalam cerita mendapat jatah kematian yang beragam."

Apanya yang menyangkan!? Tokoh favoritku dibunuh dengan cara yang paling buruk dari yang lain. Padahal ia gadis yang baik ….

Sampai sekarang, aku masih merinding ketika mengingat cara matinya. Belum lagi, perlakuan dari si Pengkhianat kepadanya yang membuatku merasa kesal sampai sekarang.

Omong-omong, itu adalah film dengan batasan usia 18+ bercerita tentang beberapa orang berbeda kepribadian yang tersesat di hutan. Entah bagaimana, kami bisa masuk ke sana, tidak mendapat teguran padahal umur kami kisaran 16 dan 17 tahun.

"Benar-benar film yang vulgar …."

Dari ketika dimulainya cerita gelapnya hingga sekarang, Revalia tidak melepas pelukannya dari pergelangan tanganku.

Tubuhnya masih gemetaran, aku bisa merasakan jantungnya berpacu kencang. Yah, meski begitu, ekspresi wajahnya tidak menunjukkan perubahan berarti.

"Baiklah, karena aku lewat jalan ini karena asramaku di sebelah sana, kita berpisah. Sampai jumpa, ya!"

Setelah tiba ke Distrik Asrama menggunakan Teleporter, Selestina melambaikan tangannya dan berjalan. Tidak lama, ia berbalik.

"Kapan-kapan kita pergi lagi, ya!"

Maaf, Selestina. Tidak ada kata 'Kapan-kapan' lagi. Aku sudah jera menembus batasan usia. Jika ia mengajak, nanti akan langsung kutolak.

Omong-omong, Teleporter adalah perangkat khusus yang dibuat agar jalan ke satu distrik ke distrik lain lebih cepat.

Bentuknya, seperti kubah bola transparan yang memiliki pintu ukuran sedang untuk dimasuki.

Di dalamnya, terdapat semacam alat setir berjarum penunjuk ke salah satu dari beberapa huruf. Itu berfungsi sebagai penentu ke mana orang yang ada di dalamnya akan diteleportasi.

Baiklah, Selestina sudah pergi sekarang. Sisa kami berdua saja lagi. Emm, kalau dipikir-pikir, aku tidak pernah berjalan berdua bersama Revalia di luaran pada malam hari. Terlebih, dengan gaya berjalan seperti ini.

"Untuk kali ini … mari makan di luar."

"O-Oh, baiklah."

Kombinasi dari posisinya yang memeluk lenganku dengan wajah agak memerah meski tanpa ekspresi entah bagaiamana benar-benar mantap!

Janji telah ditepati. Menyelesaikan 10 bab dalam kurun waktu seminggu ^-^

Zikakecreators' thoughts