webnovel

Pengakuan Darkness

Beberapa bulan sebelum hari ini. Tepatnya pada hari ulang tahun Darkness. Kami menjadi sepasang kekasih.

Malam itu, saat pesta besar berlangsung di aula kediaman Dustiness. Aku berada di pojok aula.

Sendiri, dengan sebuah wine ditanganku. Memperhatikan kondisi pesta dimana para bangsawan besar berkumpul.

"Sialan kau, Darkness. Kenapa kau menyuruhku untuk berdiri disini. Apa kau takut aku mengganggu pestamu?"

Aku menggerutu sebari melihat Darkness yang dikerumuni oleh bangsawan muda.

Mereka terus menggoda dan memuji Darkness. Aku membaca gerakan bibir mereka.

"Anda terlihat cantik sekali, Dustiness-san."

"Bagaimana kalau malam ini kita berdansa?"

"Hey, kalian jangan mengganggu. Aku duluan yang mengajaknya."

"Aku yakin Dustiness-san ingin bersama dengan lelaki sepertiku."

Dan perkataan bodoh lainnya yang serupa.

Aku tertawa kecil dalam hati. Apa yag terjadi jika mereka mengetahui bahwa Darkness adalah seorang masokis stadium IV yang tidak dapat mengenai sasarannya dengan benar.

Kurasa aku harus membocorkan sedikit informasi tentang dirinya kepada beberapa bangsawan untuk mendapatkan keuntungan yang menjanjikan.

***

Pesta selesai dan hanya ada aku dan beberapa pelayan di Aula ini.

Megumin dan Aqua tidak ikut karena Darkness membius mereka dengan menipu mereka untuk meminum wine yang telah dicampur oleh obat tidur kuat. Mereka benar-benar bodoh.

Aku dapat menghindar dari tipuannya. Tetapi dia memohon padaku sebari menangis untuk tidak menghancurkan pesta ulang tahunnya jika aku ikut.

"Hey, kau pikir seberapa buruknya diriku ini? Aku juga pernah belajar tatakrama. Jadi tenang lah."

"Meskipun kau berkata begitu aku tetap khawatir. Aku mohon, Kazuma! Jika kau menghancurkan pesta ini. Keluarga Dustiness akan memiliki kesan buruk dan ayahku akan mendapat banyak masalah."

Karena aku murah hati dan pengertian. Aku mengiyakan syaratnya dengan berdiri di pojok ruangan hingga pestanya selesai.

"Tuan Kazuma."

Seorang pelayan memanggilku. Aku melihat pelayan itu sedang berdiri di belakang Darkness yang duduk lemas di atas sofa.

"Ada apa?"

"Ano, dapatkah anda menggendong Lalatina-sama menuju kamarnya? Sepertinya ia tertidur karena terlalu banyak meminum wine."

"Hah? Kenapa tidak kau saja yang melakukannya?"

"Sa... saya tidak mungkin melakukan hal kurang ajar seperti itu, tuan."

"Kalau begitu seret saja dia. Aku yakin dia akan senang."

"Eh?"

Benar. Si masokis mesum ini pasti akan terengah-engah kegirangan jika dirinya diperlakukan dengan tidak senonoh.

Dan juga Darkness adalah crusader dengan daya tahan dan stamina tertinggi di Axel. Bagaimana bisa dia tidur hanya karena sebuah wine?

Aku menyerah ketika melihat tatapan cemas pelayan tersebut.

Aku menaruh kedua tanganku di belakang leher dan lutut Darkness, mencoba menggendongnya seperti tuan putri.

"Hmph..."

Darkness tidak bergerak sama sekali ketika aku mencoba mengangkatnya.

"Buset dah. Berat banget. Hey, apa dia habis memakan daging naga atau semacamnya? Aku tak bisa mengangkatnya. Bagaimana kalau aku seret saja dia?"

"Ah, tolong jangan lakukan itu. Tuan besar bisa marah pada saya."

"Apa kau dapat melakukan sihir buff (peningkatan). Jika bisa, tolong beri aku sihir tersebut."

"Oh... kebetulan saya dapat melakukan sedikit sihir. Kalau begitu..."

Pelayan tersebut mengarahkan tangannya padaku dan merapal sihir buff.

Tubuhku bersinar dan aku merasakan kekuatanku bertambah. Aku mencoba mengangkat Darkness sekali lagi.

"Hmph... meski telah menggunakan sihir buff. Gadis ini masih saja berat. Aku harus menyuruhnya diet ketat ketika kembali nanti."

Aku menuju kamar Darkness dengan mengikuti petunjuk yang diberitahukan pelayan tadi.

Bukankah ini suasana yang romantis?

Darkness berada di tanganku. Aku mengerti kenapa para bangsawan itu menginginkan Darkness. Wajahnya cantik dengan sedikit rona merah karena pengaruh wine. Tubuh semoknya terasa lembut meskipun dia memiliki beberapa otot di bagian tertentu. Dia benar-benar cantik saat diam seperti ini.

"Kazuma..."

"!?"

Darkness menyebut namaku. Apa dia bangun? Matanya masih tertutup, jadi kurasa dia mengigau.

Apa yang sedang dia impikan? Aku benar-benar penasaran.

"Kazuma sampah. Sudah kubilang jangan merusak pestanya."

Apa tidak masalah jika membantingnya disini? Tidak, tidak. Jika ada yang melihatnya aku bisa terkena masalah.

Aku akan menunggu saja balas dendamku hingga ia bangun.

Sungguh, seberapa buruk aku dimatanya sehingga ia memanggilku sampah meskipun dalam mimpinya.

***

"Hup!"

Aku meletakkan tubuh Darkness diatas ranjang kamarnya. Karena kelelahan, aku duduk sebentar di atas kasur tersebut.

Darkness menggulingkan tubuhnya sehingga wajahnya menghadapku. Wajah tidurnya yang polos sangat cantik. Kenapa dia tidak bisa bertingkah normal setiap harinya? Sayang sekali cantiknya luntur oleh sifat aneh yang ia miliki.

Hey, bukankah situasi ini buruk?

Hanya ada aku dan Darkness di dalam ruangan ini. Kami adalah remaja dengan produktivitas tinggi. Bisa gawat jika aku tidak segera meninggalkan ruangan ini.

Nafsu sehat laki-lakiku akan mengambil kendali kapan saja. Baiklah, kurasa aku sudah cukup beristirahat. Saatnya pergi.

"Jangan pergi!"

Ketika aku ingin berdiri. Aku merasakan tarikan di belakang bajuku. Ketika aku melihatnya, Darkness sudah terbangun.

"Kenapa? Kau takut jika aku tinggal sendiri? Memangnya kau anak kecil. Ingatlah, hari ini umurmu sudah 19 tahun. Harusnya kau bisa lebih dewasa."

"Bu... bukan begitu. Ada hal yang ingin aku bicarakan."

Oi, oi, oi. Apa yang ingin dia bicarakan di dalam kamar disaat hanya ada kami berdua. Tenanglah kazuma. Jangan panik. Ini pasti masalah sepele. Jangan terlalu berharap.

Sial, jantungku berdegup kencang. Kenapa aku tidak dapat mengatur jantungku?

"Kalau begitu katakanlah."

"Ehm... Ap... apa yang kau pikirkan tentangku?"

Hah? Apa dia serius bertanya seperti itu. Dilihat dari wajahnya yang sangat merah, aku rasa dia sedang tidak bercanda.

"Ap... apa yang aku pikirkan tentangmu? Yah, kurasa bagiku kau adalah rekan yang penting. Tak ada yang dapat menggantikan posisimu sebagai perisai dalam party kita."

Darkness terlihat sedikit kecewa dengan jawabanku.

Aku hanya memikirkan apa yang ada di kepalaku. Jangan membuat wajah sedih seperti itu. Lagipula itu salahmu karena memberiku pertanyaa aneh secara tiba-tiba.

"Apa kau tidak menyukaiku?"

"Hah? Apa kau meminum sesuatu yang aneh hari ini? Ini tidak seperti dirimu bertanya hal-hal seperti itu. Haruskah aku panggil dokter untuk memeriksa kepalamu?"

Darkness tertawa kecil mendengar komentarku.

Aku tak dapat menutupi kekagetanku. Serius? Ini aneh. Meskipun aku mencoba untuk tidak berharap, tetapi pertanyaannya menuju ke arah sana.

"Kau selalu seperti ini Kazuma. Mengeluarkan kata-kata yang ada dari kepalamu tanpa memikirkannya. Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin mendengar jawabanmu."

"Aku tidak membencimu. Hanya saja... Argh, bagaimana denganmu. Apa yang kau pikirkan tentangku?"

"Eh?"

Saatnya membalas pertanyaan membingungkan Darkness. Saat tidak dapat menjawab pertanyaannya dengan baik. Cara untuk menghindar dari situasi pertanyaan tersebut adalah dengan cara bertanya balik.

Darkness duduk dan memutar-mutar ujung rambutnya. Meskipun ini malam hari, aku dapat melihat ekspresinya dengan bantuan cahaya bulan. Ia tersipu malu dan enggan menatap mataku.

"Apa kau tidak akan marah mendengar jawabanku?"

"Aku akan menentukannya setelah aku mendengar jawabanmu."

"Dasar curang. Bukankah aku yang sedang mengajukan pertanyaan tadi."

"Sudahlah, jawab saja."

"Uhm... baiklah kalau begitu."

Darkness kali ini menatapku dengan serius. Gawat, ini benar-benar gawat. Aku memasuki situasi dimana beberapa kata dapat mengancam kehidupan damaiku.

"Ak... aku menyukaimu, Kazuma."

"...."

"Aaah. Jangan menatapku seperti itu."

Darkness menutup wajahnya dengan bantal. Aku tak dapat melihat ekspresinya. Aku yakin dia malu setengah mati

Tapi, apakah ini sungguhan? Apa aju tidak bermimpi. Oh dewi Eris. Apa yang harus aku lakukan disaat seperti ini? Seorang perempuan menyatakan perasaan di dalam kamarnya.

Entah kemana perginya ingatanku tentang game galge dan eroge saat aku masih di Jepang. Aku bingung langkah apa yang harus aku ambil. Tak adakah kolom pilihan yang akan muncul?

"Darkness, bukankah keterlaluan untuk menggoda perjaka sepertiku. Apa kau merasa kasihan karena aku tidak populer diantara para gadis?"

"Apakah wajahku terlihat seperti sedang bercanda?"

Bagaimana aku melihat wajahmu jika kau menghalanginya dengan bantal?

"Uhm... aku tidak yakin harus menjawab bagaimana. Ini pertama kalinya ada gadis yang menyatakan perasaannya padaku. Lagipula apa yang kau sukai dari orang sepertiku?"

Darkness hanya diam dalam meresponku. Apa yang harus aku katakan setelah ini?

Kemudian aku melihat bahunya gemetar. Apa aku membuatnya takut atau merasa tidak nyaman. Aku memegang bahunya.

"Hey, Darkness apa kau tidak apa-apa?"

"...."

"Hey!"

Darkness menunjukkan wajahnya yang ia tutupi dengan bantal sejak tadi. Aku dapat melihat air mata mengantung di ujung matanya.

"Darkness..."

"Kau tahu, Kazuma? Aku adalah bangsawan dari keluarga Dustiness. Orang lain akan menjaga jarak dariku atau bertingkah sopan setiap mengetahui hal tersebut."

Darkness mulai bercerita dengan nada sedih. Seakan ia telah memendam semua ini sejak lama.

"Tapi kau berbeda. Kau tidak menjauhiku. Kau bertingkah normal padaku bahkan menyelesaikan masalah yang aku buat. Seiring berjalannya waktu aku mulai menyadari bahwa aku telah jatuh cinta padamu. Ketika aku tidak melihatmu dalam sehari aku merasakan sesuatu yang sesak dalam dada ini."

"...."

"Ne, Kazuma. Apa kau tidak menyukaiku?"

Entah apa yang merasuki ku saat itu. Mungkin ingatan game galge dan eroge mulai bangkit. Aku memegang dagunya dan mendekatkan wajahku ke arah Darkness. Dengan gerakan yang sangat tiba-tiba itu, aku mencium bibirnya.

Tak lama, aku melepaskan ciumanku dan melihat matanya.

Mata Darkness melebar. Ia meyentuh bibirnya. Mungkin ia tak percaya aku berani untuk melakukan hal tersebut. Jangankan Darkness, aku saja tak percaya aku melakukannya.

Dengan mengumpulkan kembali keberanianku. Aku mulai berkata,

"Aku tidak membencimu. Jika boleh jujur aku juga mencintaimu. Hanya saja, akan menjadi canggung jika kita mulai melangkah ke arah sana. Aku hanya berpikir bahwa party kita akan mengalami perubahan jika... hey, apa kau mendengarku?"

Darkness terdiam seperti patung meskipun aku mengutarakan pendapatku.

"Kau... menciumku?"

"Hah?"

"Kau menciumku."

"Ah, oke. Maafkan aku. Apa kau tidak senang dengan... Ugh!"

Tiba-tiba Darkness memelukku dengan erat. Karena sulit menahan tubuhnya, keseimbanganku goyah sehingga kami terbaring bersama di atas kasur.

"Hey, tunggu..."

"Kazuma..."

Ia melingkarkan tangannya dan menekankan wajahnya ke dadaku.

Ada apa dengan situasi tiba-tiba yang  membuat iri setiap orang jika mereka melihat ini.

Ternyata Darkness lebih berani dari yang kukira.

"Kazuma, jika kau menciumku apa berarti kau menyukaiku?"

"Bukankah sudah kubilang tadi? Lebih penting lagi, apa kau mendengar perkataanku setelah itu?"

"Kau bohong."

"Huh?"

"Bisa saja ciuman itu hanya kamuflase dan tipu-tipu untuk menyembunyikan bahwa kau tidak menyukaiku."

"Ya, ampun. Bagaimana mungkin aku berbohong pada gadis pertama yang aku cium."

"Kalau begitu buktikan bahwa kau benar-benar menyukaiku."

Astaga, tidak hanya daya tahannya yang keras, dia juga benar-benar keras kepala. Apa skill yang dia tingkatkan mempengaruhi kekerasan pada otaknya?

Apa yang harus aku lakukan untuk meyakinkan si kepala batu ini. Apa yang seorang pria lakukan untuk meyakinkan wanitanya?

Ayolah dewa game galge. Beri aku hidayahmu.

Setelah menyatakan perasaan maka akan menjadi pacar. Setelah menjadi pacar maka akan menjadi...

Istri.

Benar juga. Itulah tingkatan tertinggi dari semua hubungan. Tingkatan dimana tidak ada keraguan di dalamnya. Baiklah, kalau begitu...

"Menikahlah denganku."

"..."

Aku melihat wajahnya dan ternyata Darkness terdiam kaku mendengar pernyataanku.

Dari ekspresinya sepertinya ia sedang mencerna kata-kataku dengan otaknya yang keras. Apa dia bisa paham?

Saat aku ragu, aku melihat rona merah mulai memenuhi wajah Darkness. Ia tersipu. Luar biasa malu. Wajah termerah yang pernah aku lihat selama ini.

Setelah wajahnya memerah dalam tingkatan maksimal. Aku dapat melihat air mata mulai bercucuran.

Mulutnya tergagu-gagu menyebut namaku. Apa ini ekspresi yang wajar bagi orang yang di lamar?

"Hiks... hiks... kayuma... kayuma..."

Darkness kembali menekankan kepalanya ke dadaku.

Aku mengusap ubun-ubun Darkness. Merasakan rambut nyaman bangsawannya yang berwarna emas lembut.

Meskipun umurnya lebih tua dari umurku. Dia terlihat seperti anak kecil dalam situasi seperti ini.

"Apa kau percaya padaku sekarang?"

"Hiks... ya..."

"Kalau begitu apa jawabanmu?"

"Aku... bersedia."