webnovel

Kita dan Waktu

Dimas, seorang cowok sederhana dengan kedai kopi miliknya yang dibuat jatuh hati oleh seorang gadis. Ada banyak kejutan yang Dimas temui. Bukan soal kopi, pelanggan dan pembeli tapi soal hati. Sebuah hubungan percintaan tak melulu soal kemesraan, sayang-sayangan tapi juga resiko patah hati. Entah disakiti atau menyakiti, namun Dimas tidak berada pada keduanya. Ia adalah seorang yang terlalu dalam namun diam. Membisu dalam teriakkan dan mamaksa berdamai dengan kenyataan. Gadis itu ialah Riri, sosok yang penyendiri dengan seribu cerita di kepala. Riri enggan berbagi perihal dendam yang dipendam. Dimas dan Riri, dua orang asing dengan tragedi usang masing-masing. Dirangkul oleh ego, luka batin, kesabaran dan menyembuhkan.

_cidayuu98_ · Realistic
Not enough ratings
5 Chs

Kedai Kopi

Sore itu kedai kopi milikku sedang ramai. Pembeli dan pelanggan berdatangan tepat sehabis hujan. Tentu cukup menyibukkan karena kedai kopi ini hanya memiliki dua karyawan, Aku sebagai barista sekaligus owner dan Wisnu sebagai pelayan.

Kedai ini sudah dua tahun. Sebagai wujud dari impianku setelah berhenti kuliah. Dari pada menganggur, aku memutuskan mengambil semua tabungan dan membuka usaha kedai kopi dengan nama "Tempat Ngopi".

Namaku Dimas. Cowok jomblo dengan kumis tipis dan senyum manis. Sebetulnya aku tidak terlalu menyukai filosofi tentang kopi apalagi membuat kalimat kiasan dengan menu kopi; Espresso, Caffè latte, Mocha, Frappe itu hanya menu jualanku. Bagiku kopi ya kopi saja. Tidak perlu embel-embel filosofi untuk menikmati secangkir kopi.

Pembeli dan pelanggan adalah tamu kehormatan yang harus diutamakan. Mereka adalah kawan. Orang-orang yang datang karena menyempatkan diri untuk bertemu kerabat, mencari inspirasi dan tentunya memesan kopi.

Aku menyukai usaha ini. Selain menjadi penghasilan, kedai kopi memberiku banyak hal baru. Menguji kesabaran, ketelitian bahkan rajin memberikan senyuman.

Ratusan hari di balik meja bar. Baru hari itu tatapanku terpaku dengan seorang gadis. Ia datang dengan mata sembab seperti habis menangis. Beberapa pelanggan juga menoleh ke arahnya. Ia memesan secangkir Cappuccino hangat.

Sembari menunggu gilingan kopi aku memperhatikan gadis itu. Rambutnya panjang dengan kaos polos hitam dan hotpants. Gadis cantik dengan bulu mata lentik.

Ia mengeluarkan sebungkus filter dan membakarnya sebatang. Asap yang mengepul dan terpejam sejenak.

Kedai kopi memang tempat yang tepat, sebagai pelarian dari isi hati yang tidak bisa diungkapkan melalui sesi curhat. Datang saja, duduk dan minum kopi. Seperti gadis bermata sembab itu.

Satu hal lagi dari kedai kopi. Aku melihat bahwa tidak semua sepi sembuh dengan keramaian. Gadis itu sendirian tetapi tetap menatap diam diantara kerumunan.

Sudah pukul 22.00, "Tempat Ngopi" sudah lumayan sepi. Kedai buka pukul 06.00 pagi dan tutup pukul 22.30. Hanya ada beberapa pembeli yang masih duduk termasuk gadis itu.