webnovel

KING OF THE WARRIORS

“Katakan padaku apa yang harus aku lakukan agar kau bersedia menjadi panglima perangku?” Raja Alventius memandang tajam pada sosok pria yang badannya tidak lebih tinggi darinya, namun lebih tegap dan berkharisma di antara jenderal-jenderal yang pernah ditemuinya. Pria itu, Rendevis Oldernys, hanya diam mematung. Ia tidak memberi jawaban apa pun. Ini adalah kesekian kalinya, dirinya kedatangan pembesar-pembesar kerajaan di wilayah utara. Kemampuannya yang tidak hanya dapat memahami bahasa manusia, tetapi juga hewan, tumbuhan dan alam ghaib, membuatnya menjadi rebutan kerajaan-kerajaan besar yang ingin menjadikan dirinya sebagai panglima perang mereka, untuk membantu mereka menjadi penguasa tunggal dunia. “Apa yang kau inginkan? Harta? Berapa banyak yang kau inginkan? Atau wanita? Aku akan memberikan gadis-gadis baru setiap harinya untuk memuaskan nafsumu. Atau kau ingin menjadi pemimpin para jenderal? Aku akan dengan mudah memberikannya padamu.” Bujuk rayu para pembesar itu terus saja dilontarkan agar pria gagah dan tampan itu bersedia bergabung bersama mereka. Lain hari, pemimpin dunia sihir datang bertamu dengan tujuan yang sama. Hingga mereka menawarkan ramuan keabadian kepada Rendevis. Namun, sikap pria itu tetap sama, tidak memberikan jawaban apa pun. Ia hanya diam mendengarkan layaknya seorang tabib yang mendengarkan keluh kesah pasiennya. “Apa yang harus kami lakukan agar kau bersedia bergabung dengan pasukan kami?” Raja Negeri Air tidak ketinggalan ikut membujuk Rendevis. “Tidak ada. Aku sama sekali tidak tertarik dengan semua tawaran kalian.” Jawaban singkat yang sama yang selalu diberikan setelah cukup lama dirinya menjadi pendengar setia pembesar-pembesar itu. “Silakan kalian pulang ke negeri kalian. Aku tidak akan ke luar dari tempat ini, kecuali keadaan yang sangat darurat terjadi di bumi ini.” Siapa sebenarnya Rendevis Oldernys? Keadaan darurat yang bagaimana yang dimaksud Rendevis? Siapa yang akan berhasil meminangnya menjadi panglima perang?

lavendermyname · Fantasy
Not enough ratings
5 Chs

Bab 4. Belum Saatnya

Rendevis terus saja memegang pangkal pedangnya dengan sekuat tenaga. Bibirnya terus saja komat kamit, entah mantra apa yang sedang diucapkannya. Ia terus berlari menjauhi pusara angin yang terus melebar, mengejar dirinya ke mana pun ia berlari.

Adegan ini membuat Landelt ternganga. Wow! Siapa musuh Rendevis kali ini ? Mengapa dirinya tidak pernah bertemu dengan lawan hebat seperti Rendevis? Landelt merasa cemburu. Ini berarti ilmu Rendevis sudah jauh melampaui dirinya.

"Mengapa kau datang kemari, kakek tua? Berhentilah bersikap menyebalkan seperti ini!" teriak Rendevis masih dengan berlari sambil memegang pangkal pedangnya yang terus saja bergetar hebat.

"Siapa yang membuatku begini?" Suara itu kembali menggema, membuat semua yang ada di sana dengan serentak menutupi kedua telinga mereka.

"Bukan aku yang melakukannya, tapi kau sendiri yang memilih menjadi seperti ini," jawab Rendevis semakin mempercepat larinya. Mengapa hari ini ia sial sekali?

Getaran pedang Rendevis semakin hebat. "Keluarkan aku, Rendevis. Biarkan aku menuntaskan dendam ini pada pria tua itu." Pedang itu mengeluarkan suara.

"No! Tidak!! Aku tidak akan bertindak bodoh lagi seperti waktu itu. Dulu, kau juga mengucapkan hal yang sama, tapi apa yang terjadi, kau justru membuat kekacauan, menghilangkan nyawa yang tidak berdosa. Tidak! Aku tidak akan menuruti kemauanmu." Rendevis tetap memegang pangkal pedangnya.

"Kalian berdua sama saja. Jangan jadikan nyawa seseorang atau makhluk hidup lainnya, yang tidak berdosa."

"Rendeviiiiiiis!" Suara angin menderu semakin hebat. Kilat terus menyambar, dan gulungan awan hitam mendadak datang tanpa diundang. Rendevis mengerutkan keningnya. Ia mendadak berhenti berlari.

"Kau sebenarnya mau apa datang kemari? Mengapa kau bujuk raja Kerajaan Angin menggangguku? Apakah kau belum puas dengan hukuman yang kuberikan dulu?" Rendevis tiba-tiba teringat sesuatu. "Apakah kau juga hendak menghadiri pertemuan di Kerajaan Air?

"Aku tidak ada kepentingan dengan mereka. Aku ingin kau memberikan Lordess Faith kepadaku." Suara itu menggantikan suara deru angin yang sebelumnya terdengar begitu mengerikan di telinga siapapun yang mendengarnya.

"Untuk apa kau menginginkan Lordess Faith? Kau sudah tidak bisa memegang apa pun. Fisikmu sudah dihancurkan oleh Lordess Faith. Kau tak akan bisa menyentuhnya."

"Biarkan dia menyentuhku, Rendevis. Dia belum paham juga arti kehidupan kedua yang diberikan padanya dalam bentuk sekarang ini. Tampaknya dia sudah bosan hidup." Suara dari Lordess Faith kembali terdengar.

"Tapi aku tidak sanggup untuk menerima transfer energinya. Kondisiku sedang tidak baik," tolak Rendevis. Ia tidak suka menerima energi Si Kakek Tua, Wemble.

"Aku akan membantumu. Jika kau bisa menerima energinya, maka kemampuanmu untuk memahami bahasa alam semakin meningkat." Tanpa menunggu jawaban Rendevis, Lordess Faith membuat getaran yang lebih hebat lagi, sehingga pegangan tangan Rendevis terlepas dari pangkal pedang. Pedang dengan panjang kurang lebih delapan puluh senti meter, dan pangkal pedang berwarna hitam pekat, itu ke luar dari sarungnya, melompat dan langsung terbang mengarah ke putaran udara yang masih berputar, hingga akhirnya putaran udara yang sebetulnya sudah mulai melemah, tercerai berai lalu menghilang.

Namun, beberapa saat kemudian seberkas cahaya putih masuk ke dalam tubuh Rendevis, hingga tubuhnya bergetar hebat membuat pria itu jatuh hingga lututnya menumpu seluruh tubuhnya. Keringat ke luar dari kening dan hampir seluruh tubuhnya. Rendevis akhirnya jatuh pingsan dan Lordess Faith sendiri jatuh tepat di samping Rendevis.

Melihat Rendevis jatuh pingsan, Landelt langsung berlari menuju Rendevis. Ia melihat wajah Rendevis yang penuh dengan keringat dan pucat. "Hei! Bangun kau, Rendevis! Apa yang kau lakukan kali ini sama sekali tidak lucu. Ayo, Cepat bangun! Aku tidak mau menggotong tubuhmu." Landelt terus saja mengguncang tubuh Rendevis yang tidak berdaya.

Landelt melihat ke arah Lordess Faith. "Heh, Kau pedang sialan! Kau sungguh tidak berguna! Lakukan sesuatu! Tuanmu sedang sekarat, tapi kau malah bergeming, tidak melakukan apa-apa." Londelt hendak menendang pedang berwarna hitam pekat itu.

"Jangan coba-coba memancingku! Jika kau masih sayang dengan nyawamu, menjauhlah dari sini." Lordess Faith memberikan peringatan keras pada Landelt. Landelt seketika mundur dari sisi pedang hitam itu. Ia hanya bisa menyangsikan tubuh Rendevis yang terlihat semakin melemah.

"Dia tidak akan apa-apa. Lebih baik kau semakin melatih dirimu. Rendevis yang sekarang sudah bukan yang dulu lagi. Ia akan menjadi semakin kuat, dari yang kau bayangkan." Pedang hitam itu kembali diam setelah memberi peringatan kepada Landelt.

Landelt terus saja menatap tubuh Rendevis. Hatinya merasa kecewa karena tidak bisa berlatih bersama dengan Rendevis, sahabat masa kecilnya.

"Landelt… Sampai kapan dirimu akan berdiri di sana? Bukankah masih ada tugas yang harus segera kau selesaikan?" tegur Anggwen, mengingatkan Landelt akan tugasnya menggantikan sang ayah yang akan datang terlambat dalam pertemuan itu.

Landelt tersentak kaget. "Apakah ayahku akan segera datang?"

Anggwen mengedikkan kedua bahunya. "Aku tidak tahu. Pertemuannya akan berlangsung di Kerajaan Air bukan di sini, dan sekarang masih ada cukup waktu sebelum kita terlambat untuk sampai di sana.

Pusaran angin kembali terbentuk menyelimuti Anggwen hingga menghilang dari pandangan. Landelt segera memutar tubuhnya ke bawah menembus tanah lalu menghilang hingga tinggal tersisa gundukan tanah yang cukup tinggi. Dan dalam sekejap keadaan di sana kembali seperti saat sebelum kekacauan terjadi.

Rendevis jatuh pingsan tidak jauh dari Lordess Faith yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya. Hampir setengah hari, Rendevis tidak sadarkan diri. Lelaki itu tampaknya sedang berada dalam mimpi indahnya, dan tetap bergeming meski hari sudah mulai beranjak petang dan hujan gerimis mulai turun.

Mimpi indah? Rendevis justru sedang berlari-lari di dalam mimpinya. Ia sedang bermimpi di kejar seekor ular piton yang ukurannya sangat besar, berwarna hitam dan bermata merah menyala.

Di dalam mimpinya itu, Rendevis tidak henti-hentinya mengeluarkan sumpah serapahnya. Menangisi nasib hidupnya yang selalu saja dikejar-kejar , entah itu hewan atau manusia bahkan makhluk tak kasat mata. Mereka seakan sedang berlomba-lomba untuk mendapatkan sesuatu dari dirinya, yang dirinya sendiri tidak tahu apa itu.

Hingga akhirnya, pria yang pakaiannya sobek di sana-sini itu terbangun karena tetesan air hujan memasahi wajahnya.

"Syukurlah, akhirnya Jenderal sudah sadar kembali," ucap Fardemis lega.

Rendevis bangun dari tidurnya, mengerjapkan kedua matanya lalu mengedarkan pandangannya ke segala arah, mencari sesuatu yang sangat penting bagi dirinya. Ketika pandangannya menemukan benda yang ia cari, Rendevis langsung berdiri dan dengan cepat meraih pedang besa dan panjang berwarna hitam yang berada lima puluh meter dari tempatnya berada.

Wow! Rendevis terkejut dan merasa begitu terkesima. Tubuhnya kali ini terasa lebih enteng. Ia merasa dirinya tadi berjalan namun kenyataannya dirinya justru berjalan di atas udara dengan kecepatan yang luar biasa, membuat anak-anak buahnya berdecak kagum dan bertepuk tangan.

Inikah kekuatan yang dimiliki Si Tua Wemble, yang kemudian disalurkan Lordess Faith padanya?