webnovel

Pagi Yang Sial

"Mbak Nafisya udah di panggil Kanjeng Ibu di ruang makan," kata Tia anak Bu Lastri.

"Iya iya, bilang sama Kanjeng Ibu aku lagi mandi," teriak Nafisya dari dalam kamarnya. Nafisya melirik jam di atas meja samping ranjangnya. Pukul enam pagi kanjeng ibu udah nyuruh sarapan?

Pintu kamarnya kembali di ketuk, namun kali ini ketukan itu sudah beralih menjadi gedoran. Tapi Nafisya tetap menghiraukannya. Dia lebih memilih berkumpul dengan selimut daripada sarapan yang terlalu pagi baginya.

"Dek! Bangun woii mas mau makan nih," teriak Reno.Nafisya menutup telinganya dengan bantal, tapi gedoran di luar sana masih terdengar.

"ICA!!! BANGUN WOI!" teriak Denis.

"NAFISYA!" teriak Pandu.

"NAFISYA BANGUN SEKARANG!" teriak Zidan.

Nafisya yang sudah tak kuat lagi mendengar teriakan keempat kakaknya pun segera bangkit dan membuka pintu dengan kesal.

"Apa?" katanya dengan malas. Matanya setengah terpejam.

Reno, Denis, Pandu, dan Zidan segera menceploki Nafisya dengan telur dan tepung.

"HAPPY BIRTHDAY NAFISYAAA!!!" teriak mereka berempat.

Nafisya terbengong, kini matanya sudah terbuka lebar karna ulah mereka.

"AAARRHHHHHH!!!" teriakan Nafisya membuat keempat kakaknya menutup telinga dengan spontan.

"Ica," panggil Ratna.

Mampus, kanjeng ibu dateng!

"Ada apa ini?" kata Kanjeng ibu sambil memperhatikan keadaan putrinya yang mengenaskan.

Nafisya mendekati Kanjeng ibu sambil memperlihatkan muka melasnya.

"Reno, Denis, Pandu, Zidan. Kalian apakan Ica?" selidik Kanjeng ibu.

"Ica diceplokin telur Ibu," adu Nafisya.

"Aduh lali aku ( lupa aku ) aku disuruh Romo ambil jus di kulkas e. Permisi Kanjeng Ibu," pamit Zidan. Reno, Denis, dan Pandu saling bertatap heran. Kapan Romo nyuruh Zidan? Perasaan dari tadi mereka berempat belum ketemu romo.

"Zidan, mau kemana kamu le? Romo belum pulang seko Jakarta kok iso (kok bisa) di suruh romo ngambilin jus ki lo," ucap Kanjeng ibu sambil menjewer telinga Zidan.

Zidan meringis, sedangkan Nafisya terkikik geli. "Pandu mau nyuci mobil dulu Kanjeng ibu, permisi".

Kanjeng ibu melepaskan jeweran di telinga Zidan, tapi sekarang berganti di telinga Pandu. "Mobilmu wes di cuci karo Mas Parjo."

Kini tinggal Reno dan Denis yang belum terkena eksekusi. Muka mereka berdua sudah pucat pasi.

"Reno mau buat susu cokelat dulu Kanjeng ibu," kata Reno.

Dia membungkukkan badannya dan berjalan melewati Kanjeng ibu.

"Susu cokelatmu udah di buatin Mbak Sarti," ucap Kanjeng ibu.

"Denis, mau alesan apalagi?" lanjutnya. Denis menggeleng cepat.

"Pagi-pagi udah bikin masalah. Ngerayain ulang tahun itu caranya bukan kaya gini. Ngerti?" omel Kanjeng ibu.

Nafisya terkikik geli karena melihat keempat kakaknya yang menunduk takut.

"Sekarang kamu, Ica. Mandi yang bersih dan kalian berempat bersihin ini semua," titah Kanjeng ibu sambil menunjuk kekacauan yang diperbuat anaknya.

---

Sarapan pagi ini sangat hening, hanya suara sendok dan garpu yang bertubrukan dengan piring yang mendominasi. Kanjeng ibu marah atas kejadian tadi pagi. Akibatnya semua berimbas pada kelima anaknya.

"Kalian ini sudah besar tapi tingkah kalian masih saja seperti anak TK," omel Kanjeng ibu setelah meletakkan sendok dan garpunya.

Ini semua ide mas Reno, batin Zidan.

Idenya mas Reno iku malah dadi bumerang e, batin Pandu.

Halah halah dadi diseneni (dimarahin) sama Kanjeng ibu gara-gara ide ne mas Reno, batin Denis.

Haduh kok iso gagal ngene to ide ku? batin Reno.

"Cepet bilang sama ibu, kabeh iki ide ne sopo?" tanya Kanjeng Ibu.

Ketiga putranya langsung menunjuk Reno yang menjadi dalang keributan pagi ini.

"Reno! Kamu iki lo le, wis gedhe tapi ndak bisa mencontohkan sing apik sama adik-adikmu,"

"Iya kanjeng ibu" jawab Reno pelan.

"Nduk, ntar malem ada pesta kecil kecilan buat kamu. Jadi kamu ikut ibu ke salon" jelas kanjeng ibu.

Keempat kakak Nafisha terkikik pelan. Mereka hapal betul, adik bungsu mereka itu sangat malas dengan yang namanya salon.

"What?" pekik Nafisya pelan.

Ini mah lebih ngeri daripada suruh nemuin Pak Darto yang kalo ngomong mesti muncrat.

"Tapi Kanjeng ibu, icha mau ke.."

"Nggak ada tapi-tapian. Kamu harus ikut ibu." titah kanjeng ibu sebelum Icha sempat meneruskan kata-katanya.

Bak pepatah bikinan Nafisya bagai masuk kandang blacky trus diusel-usel seenak dia. Blacky itu kucing Fio. Dia sering membawanya ke rumah Nafisya ketika main. Yah memang Nafisya tidak takut sama kucing sih, tapi ntah kenapa kucing itu selalu membuntuti kemana pun Nafisya pergi.

Bahkan tak heran kucing itu selalu nemplok di kaki Nafisya. Yang lebih mengesalkan lagi jika kucing itu kesal, dia langsung mencakar siapa pun. Nafisya cemberut lalu menatap keempat kakaknya secara bergantian. Sedangkan yang ditatap malah memasang wajah mengejek.

"Awas aja kalian, kalo kalian mau ngapel sama pacar kalian masing-masing aku ga mau bantuin lagi" lirih Nafisya seraya memakan nasi gorenganya dengan perasaan dongkol.-

----

Kanjeng ibu dan Nafisya turun dari mobil. Mereka sudah sampai di salon langganan kanjeng ibu. Di sepanjang jalan Nafisya terus saja menggerutu.

"Apa apaan ini. Ke salon segala. Udah tau aku ndak suka ke salon, masi aja dipaksa. Tahun lalu rambutku dijambak jambak, katanya dipijitin ternyata dijambak-jambak." gerutu Nafisya.

"Mulutmu itu lho nduk, ndak cape cape apa? Ngomel terus dari tadi." kata Kanjeng ibu.

"Ya capek, lagian ibu juga ngapain ngajak aku kesini? Udah tau ica itu ndak suka ke salon." sanggah Nafisya.

"Kamu mau dikutuk ibu jadi kodok gara-gara ngelawan orang tua?" ucap kanjeng ibu kemudian berjalan mendahului Nafisya yg tampak kesal.

"Lho to, kalo udah bawa bawa kutukan ya aku ndak bisa apa apa to." kesal Nafisya.

Ketika mereka berdua sudah memasuki salon tersebut, ekspresi mereka berdua tampak berbeda. Kanjeng ibu terlihat senang dan Nafisya terlihat sengsara.

"Mbak Risya, tolong ini ica di facial ya" pinta Kanjeng Ibu.

"Baik kanjeng ibu" jawab Risya salah satu pegawai salon kecantikan di mall tersebut.

"Dia di rumah ga pernah mau perawatan sama sekali. Padahal aku itu udah beliin dia masker dan serentetannya lho ya di pake sih, tapi malah dipakein ke kakaknya. wes wes." gerutu Kanjeng ibu.

Risya hanya tersenyum mendengar cerita Kanjeng ibu seraya membersihkan wajah Nafisya yg sebelumnya sudah berbaring di tempat yang sudah di sediakan. Risya mulai memijat pelan muka Nafisya. Sedangkan yang dipijat malah terlihat tegang.

Aduh, iki mukaku kok di penyet penyet ki piye toh? batin Nafisya.

Kanjeng ibu sibuk membolak-balikkan majalah fashion. Melihat lihat model kebaya jaman sekarang. Ntah mengapa beliau sangat antusias sekali ingin membeli kebaya untuk Nafisya.

Kini muka Nafisya kaku karna sedang di lumuri masker. Namun tenggorokannya kering. Dia butuh minum.

Alamak, ini gimana mau manggil ibu kalo mukaku kaku gini.

"Ebe, kenjeng ebe. Ece ees," panggil Nafisya namun kanjeng ibu tidak mendengar karna sedang asyik dengan majalah itu.

Aduh iki tenggorokan kering tenan mana muka ku ngga bisa digerakin lagi, lah trus aku manggil ibu gimana dong. Duh...

Nafisya meraih ponsel yang sedari tadi dia genggam. Dia mengetik pesan

Ibu, ica haus mau minum

Lha mbok ya bilang dari tadi

Udah tapi ibu ngga denger.

Mau minum apa?

Apa aja yang penting seger

Air kolam juga seger, mau?

Ya Allah tega banget sama anak sendiri

Lah ditanyain kamu nya ngga jelas, ntar kalo udah dibeliin

malah ngga doyan gimana?

Ica udah haus banget nih, salah siapa coba hiks.

Serasa disiksa aku :'(

Halah lebay. Yaudah tunggu

Kanjeng ibu keluar salon dan menuju ke suatu tempat ntah kemana Nafisya juga tidak tau.

"ini kesukaanmu" kata kanjeng ibu sambil memberikan sekotak susu coklat kesukaan Nafisya.

"eeee kenjeng ebe e lef ye" balas Nafisya sambil memberi tanda love dengan tangannya.

"e lef ye e lef ye. Udah itu diminum gausah banyak ngomong. Nanti kalau masker kamu rusak jadi makin lama kita disini," ucap Kanjeng Ibu seraya mengambil majalah kebaya bulan ini.

Nafisya melirik jam yang ada dipergelangan tangan kirinya. Napasnya berhembus pelan, mendengkus menahan rasa kesal yang sudah menumpuk. Jika dihitung-hitung sudah 1 jam lebih dia disini melewati segala perawatan yang dia rasa membosankan.

Jika ditanya enak atau tidak ketika dipijit bagian kepalanya, jujur saja dia pasti akan menjawab iya. Siapa yang menampik jika pijatan mbak-mbak salon itu enak sekali. Namun semakin kesini Nafisya sudah mulai bosan dan mengantuk.

Tiba-tiba terasa tepukan kecil di pipi Nafisya. "nduk, Ica. Ayo pulang," ucap kanjeng ibu seraya menepuk pipi anak bungsunya itu.

"loh piye to cah iki (loh gimana sih anak ini). Susah banget dibangunin, tadi aja nolak sekarang malah keenakan tidur," gerutu kanjeng ibu yang masih menepuk pipi Nafisya.

"Nduk, hey. Icaaaaa. Kalo kamu ndak bangun, kanjeng ibu tinggal disini biar kamu pulang sendiri. Kan kamu ndak bawa uang buat ongkos." bisik kanjeng ibu di telinga.

Lalu berjalan menjauh dari anaknya yang ternyata sudah vangub tetapi pura-pura tidur. "Iiiiih kanjeng ibu ndak asik. Harusnya kanjeng ibu bujuk aku gitu, nduk kalo kamu mau bangun, nanti tak kasi uang 500 ribu," rajuk ica seraya mengekor di belakang ibunya.

Kanjeng ibu diam-diam terkikik karena geli melihat anaknya yg merajuk. Bagaimana tidak geli jika anaknya yang kini berusia 23 tahun tapi merajuk sambil memonyongkan bibirnya.

"aduuuuhhh bibirmu itu lho" celetuk kanjeng ibu setelah berbalik menghadap Ica.

"kenapa? Bagus ya? Seksi?" ucap ica sambil memonyongkan genit bibirnya.

"engga. Pengen ibu kuncir itu bibir biar ndak ngerocooooosss mulu," kesal kanjeng ibu sambil ingin menyubit bibir anaknya.

Akhirnya Nafisya akhirnya berhenti berbicara dan mengikuti ibunya yang telah berjalan di depannya itu, namun dengan perasaan dongkolnya.

"Pak Marno, Ica cantik ndak?" tanya Nafisya sambil menyibakkan rambutnya di depan supir pribadi keluarga Hardiwisnu.

" ya cuantik to mbak," kata Pak Marno sambil tersenyum ramah. Nafisya yang dipuji seperti itu lantas segera masuk ke dalam mobil sambil mengibaskan rambutnya.

Ponsel yang ada digenggaman Nafisya bergetar pelan tanda sebuah pesan masuk.

Heh dimana?

Hah heh hah heh. Gak sopan banget kamu.

Hah lama. Cepet kamu dimana? Tak jemput sekarang.

Eeeee ono opo iki (ada apa ini) kok jemput jemputtt segala?

Kangen bgt?

Kamu ga lupa kan hari ini kita kumpul buat latihan?

Hehehe lali aku (lupa aku) maap yo.

Ora gumun (engga kaget) kamu ki wes biasa dadi cah lalinan

(kamu itu sudah biasa jadi anak pelupa).

Sak karepmu (suka-suka kamu)

Aku otw ke rumahmu sekarang.

Yo aku tunggu di rumah.

Nafisya menutup pintu mobil menggunakan kaki karena di tangannya penuh dengan belanjaan Kanjeng Ibu yang berisi buah-buahan. belum sempat dia menginjakkan kaki sampai pintu, dia sudah mendengar suara teriakan Kanjeng Ibu,

"ZIDAAAAAAANN!!!!!"

---------------------------------

See you...