webnovel

Kesetiaan Arasy

Bukannya terkejut bahagia mendapatkan oleh-oleh liburannya Arasy, malah dirinya yang terkejut mendapatkan berita dari kedua orang tuanya. Bahwa orang tuanya telah menerima lamaran sahabat lama mereka untuk dirinya. Jangankan cinta, terpikirkan bertemu dengannya saja tidak ada. Berbagai cara Arasy menolak tapi tetap tak diindahkan. Hingga akhirnya pertemuan itu terjadi, dan begitu bahagianya dia karena bisa menatap mata hitam pekat itu lagi. Doa yang diucapkan di setiap harinya tidak sia-sia. Tuhan memberinya izin untuk bertemu dengannya lagi, memberi Arasy kesempatan kedua, memperbaiki kesalahannya. Namun sayang, bukannya kebahagiaan yang didapat malah bertubi-tubi kesedihan yang datang.

Amani_Farida · Teen
Not enough ratings
4 Chs

Empat

Di tempat lain, Jesslyn menghancurkan segala benda yang ada didekatnya. Menyalurkan kemarahan dengan membanting benda-benda tak bersalah. Dirinya pikir, Denis bercanda bahwa dia akan dijodohkan, makanya dia menjawab dengan enteng 'Menikahlah dengannya tapi tubuhmu hanya untukku.'

Ada trauma di dalam dirinya tentang pernikahan. Hubungan yang terikat dan janji suci yang terucap nyatanya hanya kebahagiaan sementara bagi dirinya. Dan ketika Denis menawarkan hal itu pada dirinya, jelas sekali dia belum siap. Jesslyn mencintai Denis dan uangnya. Namun, merelakan Denis dengan yang lain juga tak mudah.

Sekarang dirinya sadar bahwa itu bukan bercanda. Tadi sekitar jam setengah tujuh Denis datang ke apartemen. Denis meminta dirinya ikut ke acara makan malam yang dibuat oleh orang tuanya. Perkenalan dengan calon istrinya, tapi dia menolak karena dengan yakin cinta Denis hanya untuknya. Namun, Denis memilih pergi dan meninggalkan dirinya di dalam apartemen.

"Aku benci kamu Denis!!" teriakan Jesslyn menggelegar. Memecah keheningan setelah sekian menit baru berhenti dari suara benda yang dihancurkan. "Aku benci kamu Denis. Benci benci benci." Tangis jesslyn tumpah. Sungguh dia menyesal berkata seperti itu.

Pertemuan kedua keluarga itu sudah selesai. Inti dari pertemuan itu sendiri, bahwasanya semua sudah siap. Mulai dari gedung, musik, undangan, gaun, catering dan hal lainnya sudah disiapkan Bu Arini secara terinci. Membuat keluarga Hendra Hariawan sungkan, tapi raut kebahagiaan terpancar dari wajah empat paruh baya itu.

Arasy dan Denis akan menikah. Pertemuan pertama kali dan langsung akan menyandang status berbeda. Besok hari tenang, artinya Denis dan Arasy sang calon pengantin diharuskan istirahat total. Supaya besok ketikan resepsi mereka bisa fit dan lebih segar.

Sejak pertengkarannya dengan Jesslyn pikiran Denis kacau. Memikirkan alasan kenapa Jesslyn menolak menikah dengannya, atau bertemu dengan keluarganya. Ditambah lusa adalah hari pernikahannya dengan orang yang sama sekali tidak ada rasa dengannya.

Memasuki ruang tamu binar bahagia terpancar dari wajah kedua orang tuanya. Dia akui gadis bernama Arasy memang cantik dan terlihat lembut, tapi Jesslyn tidak ada duanya. Berbeda dengan wajah kedua paruh baya itu, wajah Denis terlihat lebih kusut. Entah angin segar dari mana yang merasuki otaknya hingga dia berani berkata, "Aku mau menikah dengan gadis itu, tapi ada syaratnya."

Sontak kedua orang tua itu berbalik, mengernyit bingung maksud dari perkataan putranya. "Apa maksudmu?"

"Jika papa dan mama ingin aku menikah dengannya, maka belikan aku sebuah rumah. Aku ingin setelah menikah hidup berdua dengannya."

"Kenapa tiba-tiba? Ada apa denganmu?"

"Setelah melihatnya, Denis ingin belajar mencintainya, mungkin," ucap Denis mengangkat kedua bahunya.

"Benarkah? Benarkah kamu mau mencintainya, Sayang?" tanya Bu Arini yang tampak sangat bahagia. Meski yang di dengarnya ada sedikit keraguan, tapi kata-kata itu mampu membuat Bu Arini yakin bahwa Denis bisa mencintai Arasy sepenuh hati.

Senyum terkembang di bibir orang tua itu. "Pilihlah rumah mana yang kau inginkan, besok kita akan membelinya," ucap Pak Raffi bahagia karena putranya setuju. Lagipula syarat itu bukan hal sulit baginya. Uang tidak ada apa-apanya asalkan Denis mau menikah dengannya, dan itu cukup setimpal.

"Sudah itu saja?" tambah Bu Arini.

"Cukup itu saja," jawab Denis dengan bahagia. Ada rencana licik yang sudah disusunnya. Rencana yang tiba-tiba datang dan langsung disetujui olehnya.

"Masuklah ke kamar dan pilihlah rumah impianmu," ucap Pak Raffi lembut.

"Iya, Pa."

Baru menginjak undakan ketiga, Denis berbalik dan bertanya pada papanya. "Papa yakin dia gadis baik-baik?"

"Sangat yakin. Dia anak dari sahabat Papa. Dia anaknya baik, bakti pada orang tua, ramah, supel. Pokoknya joss buat kamu."

"Oke, semoga dia seperti yang papa ucapkan," sahut Denis tidak keras, tapi masih bisa didengar Pak Raffi.

"Kamu tidak akan menyesal, Denis. Ingat ucapan Papa."

✨✨✨

Arasy tidak bergairah, sejak kepulangannya dari acara makan malam tadi dia semakin malas bergerak. Ingin memutar waktu supaya tidak ada perjodohan, andai dia menemukan seseorang yang mampu membawa dirinya terbang ke langit dia pasti akan sangat bahagia. Namun, terlalu sibuk dengan pekerjaan dia lupa bahwasannya hidup perlu pendamping. Dia akui calon suaminya tadi sangat keren dan tampan, tapi apa mau dikata hati sedang tidak bisa diajak kompromi. Buktinya dia masih membayangkan wajah tampan itu tersenyum.

'Maunya benci kamu, tapi kamu terlalu tampan dan memikat," batin Arasy meletakkan tubuhnya di kasur yang empuk.

"Kamu suka?" tanya ibu yang langsung duduk di samping Arasy. Karena ibu sudah memanggil tapi tidak ada sahutan jadi ibu melihatnya dan benar, putrinya sedang tersenyum gembira.

"Suka siapa?" tanya Arasy dengan wajah datar, menyembunyikan senyumnya.

"Siapa lagi kalau bukan Denis? Tampan dan keren, kaya dan pasti anak baik. Dia pasti juga suka kamu. Buktinya dia lihatin kamu terus." Ibu menaik turunkan alisnya menggoda Arasy. Melihat putrinya tersipu malu membuat, ibunya itu tertawa bahagia. "Kamu tidak akan menyesal menikah dengannya, Ci."

"Semoga, Bu."

"Ada sesuatu yang harus kamu ingat, pernikahan bukan tentang siapa cepat dia dapat. Atau tentang cepat menikah karena stok cowok di dunia ini akan habis. Tapi tentang, dua insan yang mau hidup bersama menghabiskan hari-harinya dengan orang yang dicintainya."

"Iya, Bu. Aci paham," jawab Arasy tersenyum.

"Tidurlah, besok kau akan menemui perancang seperti yang sudah dikatakan calon mamamu."

Terdengar pintu ditutup itu artinya ibu sudah keluar. Kembali meletakkan tubuhnya di atas kasur, Arasy mengingat wajah calon suaminya. Wajah campuran bule dan Indonesia itu sangat kentara. Mata yang memandang tajam, hidung yang mancung, bibir tebal alis tebal, perpaduan yang sangat indah. Namun, tidak mungkin kan laki-laki sepertinya seorang jomblo? jika setampan dirinya saja jomblo, apa kabar dirinya yang jelek begini?

Ada tatapan terpaksa dan marah pada kedua indera penglihatannya. Ada nada tidak suka dari setiap ucapannya. Apa lelaki tersebut sama seperti dirinya, menerima pernikahan ini untuk kedua orang tuanya? Kalau iya, semoga mereka bisa bersama selamanya. Karena sesuatu yang bertemu karena kebaikan akan membawa kebaikan pula.

Menghela napas panjang dirinya baru ingat belum memberi kabar dan ambil cuti untuk acaranya ini. Kira kira seperti apa reaksi teman sekantor kalau tahu dia akan menikah apalagi karena perjodohan, pasti heboh. Karena dengan bahagia mereka bisa membully Arasy yang tidak bisa travelling seenaknya sendiri. Belum lagi tentang hobi Arasy yang ketika libur lebih memilih bergelut dengan selimut dan kasur dari pada meni pedi seperti kebiasaan perempuan lainnya. Jadi tidak sabar melihat reaksi temannya.

Senyum terkembang, ada doa yang ia ucap sebelum memejamkan mata. Berharap apa yang dilakukannya ini bisa membawa kebahagiaan untuk semua orang. Semoga.

Bukankah cinta datang karena terbiasa? Ya, Arasy yakin mereka berdua bisa saling cinta jika terus bersama. Semoga.

"