webnovel

Tuturan Lembur

Petang ini, Nada masih terduduk menunggu taksi online yang lewat di depan halte. Mobil milik kakak sepupunya, ternyata tidak boleh dia bawa pulang. Padahal, sekarang hampir malam dan gadis itu masih berkeliaran di luar.

Sebenar nya, tak masalah. Nada dering keluar rumah setelah maghrib atau bahkan lebih dari jam sepuluh. Dia pun memilih pulang terlambat ketika sedang ada kerja kelompok.

Retina Nada menyapu jalanan. Ramai, tetapi mereka bukan taksi yang gadis itu cari. Hanya ada motor dan mobil pribadi. Tidak mungkin jika dia numpang apalagi jalan kaki sampai ke rumah.

Bukannya Nada malas. Hanya saja, bisa bisa dia pegal pegal bila harus melewati lebih dari lima kilo meter dari tempat ini. Menunggu beberapa menit, mungkin akan dia lakukan. Namun, bila tiga puluh menit belum kunjung ada yang berhenti di sini, dia terpaksa berjalan hingga halte berikutnya.

"Gak dapet taksi, ya?" tanya seorang berjaket kulit yang tengah duduk di atas motornya.

"Iya," jawab Nada singkat.

"Gue mau mau aja bonceng. Masalah nya, takut ada yang cemburu. Btw, makasih udah di temuin kunci gue. Duluan, ya, Kak."

Cowok itu melesat begitu saja. Nada hanya mendengkus. Berharap harap segera pulang, tetapi hancur begitu saja. Bila cowok itu sudah merasa terbantu, apakah tidak lebih baik membantunya juga?

Nada tetaplah Nada yang bosan menunggu hal lama. Gadis itu memilih berjalan semampunya. Sekitar sini, ialah tempat Zero melakukan pekerjaannya. Jika boleh, Nada berharap bertemu dengan cowok itu lalu di bantu nya dia menemukan taksi.

Baru juga langkah Nada sedikit menjauh, sudah dia jumpai Zero dengan pakaian boneka lucu berukuran besar itu tengah di pinggir jalan. Raut wajah Nada berbinar seraya menghampiri si cowok.

Tudung kepala Zero sudah terbuka. Menghadap ke arah berlainan dengan datang nya Nada, gadis itu tahu bahwa Zero baru saja mengusap mata.

Dielusnya bahu Zero yang membuat cowok itu berbalik menatap Nada. Benar dugaan si gadis, Zero tengah menangis sekarang. Lucu, sih, terlihat menggemaskan. Namun, tidak tega juga membiarkan hal itu terjadi lama.

Nada tersenyum seraya mengusap kepala Zero. Tinggi si gadis masih lebih beberapa senti meter di atas si cowok.

"Ze kenapa?" tanya Nada lembut.

Cowok itu menangis sesenggukan. "Hari ini sepi, Zero gak bisa kasih uang buat temen temen makan. Mereka pasti kelaparan."

"Bukankah teman-teman Zero juga bekerja?"

"Iya, tapi Zero malu kalau pulang bawa uang sedikit sementara mereka lumayan banyak." Zero menyeka air mata nya. "Kak, apa Zero ganti pekerjaan aja? Jadi kurir antar barang kayak bang Delon."

"Kalau Zero suka sama pekerjaan ini, kenapa harus ganti? Kerja itu, gak hanya mikir tentang hasilnya. Yang penting kita nyaman. Pulang, yuk, Kakak gak dapet taksi nih. Boleh 'kan, Kakak mampir di tempat kalian dulu?"

"Boleh." Zero mengangguk kemudian menyapu bersih sisa sisa air mata nya. Cowok itu tak ingin teman temannya tahu bahwa dia baru menangis.

Nada tersenyum mendengarnya lantas menggiring Zero. Mereka tidak ada hubungan darah. Namun, begitu akrab setelah Zero menolongnya dari kejaran seseorang yang dulu pernah menyukainya.

Mereka berhenti di sebuah rumah tanpa cat dekat dengan tempat tadi. Terdengar begitu ramai orang-orang di dalamnya.

Mereka selalu berkumpul setelah pulang dari tempat kerja masing-masing. Yang membuat Nada salut ialah mereka menjaga kesolidaritasan. Berjuang bersama-sama, keluar dari tempat yang berbeda menuju tempat berbeda lalu pulang di tempat yang sama.

Zero terdiam sejenak di ambang pintu. Dapat Nada lihat cowok di samping nya tengah tersenyum. Sambutan dari sembilan orang cowok semua itu dibalas dengan tawa lebar oleh Zero.

"Dari mana aja, Ze? Gue udah nunggu dari tadi. Tumben jam segini baru pulang," cerocos salah satu teman Zero yang Nada ketahui bernama Dior.

"Nanggung, masih ada orang di perempatan tadi. Maaf, ya, Kak," ucap Zero yang dibalas senyum teduh oleh Dior.

Zero itu termuda di antara mereka bersepuluh. Dior tertua sehingga selalu menyambut adek bungsu nya itu. Mereka hanya bersahabat, tetapi sangat akrab.

"Zero habis nangis loh," ungkap Nada menahan tawa.

"Kakak ...." Zero menyenggol lengan Nada kemudian memberenggut.

"Serius? Kenapa lo?" Dior mengeluarkan tawa lebar.

"Sepi hari ini. Dia kecewa karena gak bisa bawain kalian makanan," jelas Nada.

"Astaga, cuma itu? Zero sayang, lihat tuh. Kita udah siapin buat kamu." Dior menunjuk beberapa nasi bungkus yang terletak di atas meja sedikit jauh dari mereka berdiri.

"Tuh, Zero. Cowok kok suka nangis. Senyum dong, biar besok bisa lebih semangat lagi kerja nya." Nada tersenyum memberi semangat. "Dior, gue pergi dulu, ya ... kalau butuh sesuatu bilang aja. Lo tau alamat gue, 'kan? Jangan sungkan."

Dior mengangguk. "Makasih, Nad. Makasih juga udah anterin Zero ke sini. Nanti gue antar dia pulang."

"Pake apa?"

"Kita punya motor, kok. Satu bersepuluh."

"Ditilang awas aja."

"Enggak bareng-bareng juga. Giliran gitu."

Nada tertawa kecil. "Jaga diri kalian baik-baik. Semangat, Guys!

Seruan dari Nada dibalas semangat pula oleh cowok cowok di belakang sana. Nada seolah memberi penerangan di balik gelapnya kehidupan mereka masing-masing.

Ketika keluarga mereka bermasalah, mereka hanya pergi ke mari dan terkadang, Nada ikut serta mendengarkan keluh kesah mereka. Nada seolah menjadi kakak bagi mereka meskipun hanya berbeda bulan mereka lahir.

Gadis itu keluar pintu dan beruntung taksi segera datang. Nada memasukinya dengan langkah gontai. Tanpa sadar, air mata gadis itu tiba-tiba luruh. Dia tak sanggup melihat mereka dalam waktu lama.

Nada seperti nya hanya kurang bersyukur. Namun, ketika dia akan bersyukur, selalu saja ada hal yang menghalangi. Nada penuh cinta dari orang-orang luar. Dari sahabat maupun sekedar teman, Nada merasa di miliki mereka.

Namun, sekarang ialah hal yang paling Mada benci. Nada benci pulang. Nada benci ketika di rumah. Nada ingin selalu ada di luar dan berkeinginan tidak pulang.

Tantenya yang selalu ada untuk dia, pergi beberapa hari lalu meninggalkan dunia lantaran kecelakaan. Nada itu anak tunggal. Dia tak mempunyai saudara, hanya sepupu dan itu pun jauh darinya.

Kakak sepupu nya pulang hanya karena menemani ke makam ibu nya lalu pergi lagi dan kemungkinan kecil akan kembali. Nada butuh cinta yang serius. Nada butuh keluarga baru dan Nada butuh di beri kasih sayang bahkan di spesialkan.

Namun, mendapatkannya seolah mimpi. Terlalu tinggi untuk sekedar dihalukan.