webnovel

keluarga baru

ratih adalah gadis cantik berambut panjang yang tinggal bersama keluarga barunya. dia pun harus menerima takdir bersekolah di sekolah saudara tirinya, sekolah yang tak dia sangka membawanya menuju kenyataan yang rumit. ditemani banyak lelaki dari berbagai latar belakang yang setia mendukung ratih menjelajahi hidupnya.

ochintya_sharma · Teen
Not enough ratings
8 Chs

IV ada apa dengannya

Kesibukan seorang kak gilang yang sering tinggal beberapa hari di luar negeri karena harus mengajar kuliah membuatnya jarang pulang ke rumah meski pekerjaannya di kantor masih tetap berjalan dengan baik. Sepertinya dia terasa lebih senang tinggal di kantor daripada di rumah.

"Ya sudah, ayah sama camilan saja lah" kami pun tertawa lagi.

"Oh iya rat, kamu gimana sama sekolah barunya?" Tanya ayah

"Baik yah, temannya ramah ramah disana, jadi ratih cepat dapat teman" jawabku masih tak mau lepas dari rengkuhan kak gilang.

"Syukur deh, akra kamu satu kelas tidak sama adekmu?" Kata ayah melanjutkan

"Iya yah" jawabnya singkat mencoba berpura-pura bermanja pada bunda

"Terus gimana?" Tanya ayah lagi sambil memasukkan camilan ke mulutnya

"Gimana apanya yah?" Akra masih sangat manja pada bunda

"Ditemani lah adekmu kan dia baru di sekolahmu" jawab kak gilang

"Ya gak bisa dong kak, aku kan banyak kegiatan di sekolah. Tadi aja aku langsung masuk lapangan karena jalan macet aku jadi terlambat sampai disekolah" timpal akra

"Maksudnya, kalau lagi tidak sibuk kamu temani adekmu kasihan kalau dia tidak punya teman" jelas bunda perlahan

Akra pun makin menempel pada bunda membuat kak gilang dan ayah saling berdeham dan kami semua tertawa lagi. Pukul sembilan malam ayah menyuruh kami (aku, akra dan kak gilang) untuk masuk kamar agar segera tidur supaya bangunnya tidak terlalu siang.

Tapi ketika sampai kamar, aku masih tak bisa langsung tidur selain tidak mengantuk juga karena akra membuat kegaduhan di ruang musiknya sampai aku harus menutup kedua lubang telinga dengan tissu agar bisa tenang. Aku tidak berfikir jika kak gilang tidak mendengarnya karena ruangan musik berhadapan langsung dengan kamar kak gilang. Tapi meski aku tidak yakin, aku tidak melakukan usaha apapun, ku biarkan diam di kamarku duduk meringkuk di atas ranjang sambil berselimut sampai hampir dini hari.

Aku masih mendengar hujan yang tiba tiba turun dengan derasnya pukul 12 malam kemudian lampu jalanan mati berurutan di lanjut dengan suara pohon yang tumbang sejam kemudian. Aku masih mendengar semuanya dengan jelas meski ruang musik sudah sepi tak bersuara dan sepertinya tinggal kamarku yang terang benderang. Pukul dua dini hari aku baru tertidur dan sayangnya dua jam kemudian alarmku berbunyi bersamaan dengan suara adzan yang saling bersahutan dari tiap masjid di kompleks. Aku segera mandi dan sholat di kamar, usai sholat aku masih sangat lelah mataku masih sangat mengantuk rasanya aku ingin tidur sebentar lagi. Akhirnya aku pasrah, mulutku sudah menguap berkali kali, coba ku rebahkan tubuhku dan ternyata begitu nyaman. Aku melepas mukenah dan menikmati tidurku yang ku harap tidak lama itu.

Brak brak brak brak

Suara pintu kamarku di pukul berulang kali dengan kencang dari luar, aku tersentak dan segera berlari membukanya. Aku semakin kaget dan geram ketika melihat bahwa biangnya tetaplah arka. Astaga. Mukanya garang sekali, menakutkan, dia terlihat begitu menahan marah sedang aku masih terengah dengan rambut acak acakan dan baju tidur yang masih ku kenakan matanya makin melotot melihat penampilanku, setelah melihat ekspresinya aku bisa berfikir sekarang bahwa dia marah karena aku belum siap. Tapi aku masih terengah dan balik memelototinya.

"Dasar badak alaska. Tidak mau sekolah ya? Oke, selamat tidur tuan putri yang cantik sendiri di kerjaan rumah ini." Mukanya sambil menunjukkan kebencian yang mendalam.

Segera aku lebih kaget lagi, ku banting pintu dan masuk ke dalam kamar lagi, menyerbu alat mandi sayang jam yang sudah sangat siang membuatku tak sempat untuk mandi, begitu selesai mandi kecil aku segera menyambar seragam yang memang masih tergantung di almari. Meskipun belum rapi sama sekali aku tetap berlari keluar dan tanpa kusengaja menabrak arka yang tengah berdiri tepat di ambang anak tangga. Bruaak!!. Arka yang limbung malah berusaha menarikku, membuatku ikut terjatuh dalam pelukannya, sampai anak tangga paling bawah. Dalam insiden jatuh itu aku merasakan bagaimana seolah arka ingin melindungiku dengan memelukku dan menekan kepalaku sehingga mukaku menempel pada lehernya, kemudian entah benar atau tidak tapi aku sempat merasakan bibir arka menyentuh keningku. Walau hawa panas segera menjangkiti seluruh badanku dan aku makin erat dipeluknya aku segera menepis pikiran yang buruk buruk.

Kepalaku dan kepalanya terbentur lantai berkali kali dan badan kami sakit semua, ketika sampai di lantai dua aku melihat suasana yang sangat lengang. Fikiranku menduga jika ayah dan bunda sudah berangkat lebih dulu. Arka yang berposisi di atas segera bangun dan menarikku untuk bangkit, aku tidak memaksa dan hanya mengikuti tarikan tangannya yang lembut.

"Sudah jam 7" katanya singkat padaku, kemudian dia berlalu meninggalkanku menuruni anak tangga lebih dahulu. Aku masih melongo. Tapi segera tersadar dengan dentang jam di lantai satu yang kencang. Aku buru buru menuruni anak tangga dan lari menuju pintu keluar. Berharap aku bisa segera mencari taksi.

Tapi ketika sampai di pintu depan, mobil arka sudah siap dengan dia yang berada di kursi kemudi.

"Ayo naik!" Teriaknya keras padaku.

Tanpa pikir panjang, aku segera berlari dan masuk mobil membuka pintu di sampingnya tanpa berfikir dulu dan arka pun tidak melakukan protes atau penolakan atas sikapku. Ia fokus melajukan mobilnya dengan kencang di jalanan yang sudah siang itu. Pukul tujuh hatiku berdebar debar, ini baru hari kedua tapi aku sudah terlambat untuk pertama kalinya. Aku melirik kearahnya namun tidak menemukan kegelisahan, wajahnya tenang meskipun tegang memandang ke jalan. Sesekali klakson mobil di bunyikan dengan panjang sampai seorang mas mas meneriaki mobil kami 'CEREWET!'. Aku sempat kaget tapi segera merubah raut muka melihat muka arka yang tidak merespon sama sekali.

Begitu sampai dan melihat gerbang sekolah belum di tutup aku sedikit lega, arka segera memarkir mobil dan aku keluar tanpa mengucap terimakasih.

"Eh eh eh, nyelonong aja nggak punya sopan santun ya?!nih sarapan kamu, tadi pasti tidak sempat sarapan"

Arka keluar dan meneriakiku membuat aku yang sudah lari harus berhenti dan berbalik. Aku masih berdiri bingung antara harus menghampirinya lagi atau balik dan kabur saja. Aku bingung se bingung bingungnya sampai aku tak menyadari arka berjalan mendekatiku. Sangat dekat, bahkan begitu dekat sampai jika 3 jari berada diantara kami itu tidak akan muat. Aku tidak sanggup mendongak karena jika aku mendongak maka kepalaku akan menghantam dagunya dan dia akan kesakitan. Pandanganku kosong dan arka mulai meraih tangan kananku, menariknya agar melingkar kepinggang milik dia sementara aku masih melamun dia melepas lagi tanganku dan mundur selangkah. Tangan kananku di tengadahkan dan dia meletakkan kotak makan beserta susu di botol minum diatas tangan kananku.

"Jangan sampai ayah memarahiku habis habisan karena aku tidak memberimu jatah sarapan!" Arka lalu pergi begitu saja meninggalkanku yang masih melamun dengan memegangi kotak makan dan botol minum berisi susu.