webnovel

keluarga baru

ratih adalah gadis cantik berambut panjang yang tinggal bersama keluarga barunya. dia pun harus menerima takdir bersekolah di sekolah saudara tirinya, sekolah yang tak dia sangka membawanya menuju kenyataan yang rumit. ditemani banyak lelaki dari berbagai latar belakang yang setia mendukung ratih menjelajahi hidupnya.

ochintya_sharma · Teen
Not enough ratings
8 Chs

II Teman baru

saat makan tak lupa kami saling bertukar nomor sehingga kami sudah punya nomor wa keduanya. Usai makan kami berpisah karena aku memutuskan untuk kembali ke kelas. Ruangan kelasku ada di atas sehingga aku harus naik lift untuk sampai ke kelas. Ruanagan yang berada di lantai dua diantaranya jajaran kelas 11 MIPA yaitu matematika, fisika, kimia, biologi berjumlah delapan kelas, dua masing masing untuk setiap pembagian kelasnya. Aku masuk di kelas 11 kimia 1, ku lihat lagi plakat nama kelas di atas pintu hanya sekedar memastikan jika aku tidak salah masuk kelas. Ruangannya luas meski mejanya hanya 20 masing masing dengan kursinya, ada tablet di almari dan beberapa buku pembelajaran kimia. Proyektor di sebelah papan tulis dan tv, sedang AC di tiap penjuru mata angin dinding kelas.

Aku menuju mejaku yang berada di pojok belakang, di samping tasku sudah ada sebuah tas yang tadi pagi ketika aku datang masih belum ada. Dari warnanya yang gelap bisa di indikasikan bahwa pemiliknya adalah laki laki. Aku membiarkan hal itu, duduk di bangkuku sendirian di kelas yang gelap. Ke empat siswa lelaki yang menyapaku tadi pagi sedang tidak ada. Aku membuka buku kimia dan jemariku mulai menari diatasnya bersama pensil. Tiba tiba seorang siswa masuk ke kelas dengan mengucap salam, aku menjawabnya. Dia memakai pakaian rapi bertopi dengan jas sudah tertanggal di bahu.

"Kamu siapa?" Sapanya mendekatiku, tangannya membawa dua gelas berisi kopi.

"Namaku ratih. Anak baru" jawabku singkat menutup buku kimia

"Oh anak baru, kenalin aku wira ketua osis disini. Kita teman sekelas loh, aku duduk disini" dia duduk di bangku tepat di depanku.

Aku hanya mengangguk, dia kemudian menyodorkan segelas kopi padaku.

"Biar gak ngantuk ngerjain kimianya" katanya dengan tersenyum. Aku mengucap terima kasih.

"Kamu ratih?" Tanyanya beberapa saat kemudian. Dan aku mengangguk.

"Kenapa?" Tanyaku usai mengangguk

"Wajah kamu mirip banget sama anak sini" jelasnya sambil meringis

"Oh ya? siapa?" Tanyaku penasaran

"Namanya fadia, sumpah wajahnya mirip banget sama kamu. Cuma dia tomboy banget rambutnya pendek, dulu pendek abis udah anak cowok, terus sekarang udah mulai dipanjangin karena kena BP, se-bahu lah kira-kira. Jadi dia itu altet disini, dia kapten basket, anak voli sama futsal juga. Dia juga bisa nge dance, bisa renang, pelari, pokoknya kalo ada lomba olahraga dia pasti ikut. Ya meskipun rada bego di pelajaran tapi dia bunya banyak keahlian, bahkan dia juga biasa nge-band. Lumayan nakal kalo untuk ukuran anak cewek" Jelasnya panjang lebar.

"Pantesan tadi pagi ada cowok teriak teriak ke arahku padahal aku baru aja datang, terus dia sebut nama fadia" gumamku

"Wahh, yaudah nanti pasti kamu percaya kalo kalian kembar. Tenang aja dia juga satu kelas sama kita kok" katanya kemudian

Usai meneguk habis minumnya dia berpamitan padaku dan pergi keluar kelas lagi.

Sudah 5 lelaki dari kelas ini yang kutemui, entah 13 yang lainnya dimana. Aku memandangi daftar absensi siswa di diding kelas bagian belakang. Siswi dikelas kimia 1 ini tidak banyak hanya ada 6 orang termasuk aku dan fadia yang kata beberapa orang memiliki wajah mirip denganku itu.

Aku pulang dengan berjalan kaki, memilih begitu dengan menggunakan google map. Karena ingin menikmati hawa sore pertama di luar rumah kota baru ini. Perumahan elite ayah memang mudah di temukan di maps sehingga tak butuh waktu lama Selain karena dekat dari sekolah rupanya.

Rumah elite ayah ini boleh di sebut mansion karena sangat besar dengan lantai tingkat 3 dan memiliki pembantu belasan orang, selain juga berada pada kompleks mansion elite yang berada di jantung kota.

Aku dan bunda sudah pindah sejak bulan lalu, dan keluarga mereka menerima dengan baik, ada ayah yang memiliki dua putra yaitu kak gilang dan akra. Kak gilang sendiri adalah seorang pengusaha dan dosen di kampus luar negeri sedang ayah menjadi pengusaha total, bunda menjadi ibu rumah tangga meski ayah baru saja membelikannya butik, lalu akra dia adalah siswa SMA yang katanya satu kelas denganku, meski begitu aku belum pernah bertemu dengannya di sekolah. Maklumlah aku baru sehari bersekolah di sana. Akra juga yang paling pendiam dibanding kak gilang yang ramah padaku saat pertama bertemu dan sampai saat ini. Ibu kandung mereka sudah meninggal 4 tahun yang lalu saat akra berusia 13 tahun, sedangkan ayahku sudah menikah lagi 3 tahun yang lalu dengan seorang bule amerika yang bukan lain adalah asistennya di negara tirai bambu. Mungkin butuh waktu 36 bulan kurang lebih untuk bundaku move on dan menemukan ayah baru bagiku, dia sahabat ayah kandungku semasa SMA, bahkan ayah kandungku yang secara tidak langsung menjodohkan mereka berdua. Memang keluarga kami sangat rukun, baik keluarga ayah baruku atau mams baruku menerima aku dan bunda dengan sangat baik. Meskipun kadang aku berfikir jika akra masih tak ikhlas ayahnya menikah lagi usai di tinggal mati ibunya yang menderita penyakit stroke, wajar saja karena akra adalah anak orang kaya yang pasti di manja dengan fasilitas maka dia tidak bisa melihat kebahagiaan orang lain karena menurutnya dia tersiksa dengan itu. Aku mencoba memaklumi hal itu sebab aku sendiri awalnya juga butuh penyesuaian dengan keluarga baruku ini. Namun keakraban yang mereka bangun membuatku percaya bahwa mereka menganggap aku bagian dari mereka juga. Keluarga mams juga demikian, tepat ketika libur ayah pasti akan menjemputku untuk menikmati liburan di amerika bersama keluarga besar istri barunya, syukurlah mereka sudah di karuniai 2 peri kecil yang pertama perempuan dan yang kedua masih berumur setahun itu laki laki. Ketika aku sudah kelelahan sampai di pintu gerbang, seorang satpam terburu buru menghampiriku dan melindungi tubuhku dari terik matahari dengan payung yang ia bawa. Meskipun bagiku hari sudah sore dan matahari tidak begitu menyengat kulitku.

Seperti muka ketakutan, satpam yang satu lagi datang membuka gerbang lebar lebar, supaya aku masuk dengan sangat leluasa. Mereka berdua kemudian mengantarku sampai teras rumah dan membukakan pintu untukku masuk.

"Ngapain sih begitu segala! Memang dia ratu?" Suara akra sinis dari lantai tiga ruangannya.

Ketika dia melihatku di perlakukan istimewa oleh dua satpam rumah, mendengar celotehnya aku mendongak menatap matanya lekat dan dia yang tak kuat melihat itu segera masuk kedalam ruangannya lagi. Aku menunduk tak mempedulikan suara akra dan masuk ke rumah. Ayah menempatkanku di lantai tiga bersama dua saudara tiriku sedang mereka berada di lantai dua, ruang mereka berdua. Lantai satu digunakan untuk pertemuan, perjamuan, makan keluarga, ruang rapat dan ruang pembantu. Kami juga melepas lelah di sofa ruang keluarga lantai satu. Meskipun kami jarang sekali berkumpul, karena kesibukan masing masing. Tapi baik ayah maupun bunda selalu menyempatkan akhir pekan untuk berkumpul bersama-sama. Kadang kami ke bogor untuk sekedar menengok vila ayah di bukit, tinggal beberapa jam disana menikmati hawa segar perkebunan teh ayah kemudian kembali lagi ke kota.