webnovel

Perhatian Arsen

Cahya langsung menyambar hodie yang disodorkan oleh Arsen barusan. Dia merasa malu sekali saat tahu bra yang digunakannya terlihat oleh Arsen. Meski mereka sangat dekat sebagai sahabat. Arsen tidak pernah melihat bendanya yang satu itu. Hingga membuat wajahnya menunduk malu.

"Ay, kenapa diem? Kok nggak lo pakai hodienya? Tuh kelihatan!" ucap Arsen sekali lagi sehingga membuat Cahya cepat-cepat menggunakannya. Dia tidak ingin Arsen malah melihatnya lagi. Sial, kenapa juga mereka bisa terjebak hujan. Pasti ibunya di rumah akan mengomel dan menunggunya karena tak kunjung pulang.

"Udah Ar jangan diliatin terus, malu tau," sahut Cahya dengan ketus, hodie yang diberikan Arsen tadi sudah dipakai dan kini sudah melekat ditubuhnya. Terasa hangat di tubuhnya dan aroma parfum Arsen yang dia hafal menusuk indera penciumannya. Membuat Cahya merasa nyaman dan ingin memeluk hodie tersebut.

"Alah kayak sama siapa, lo aja biasanya malah malu-maluin Ay." Arsen tertawa meledek Cahya yang kini mengulurkan tangannya menadahkan air hujan. Ternyata masih saja deras. Membuat Cahya terlihat gelisah.

"Ar, kita pulang sekarang aja yuk! Nggak apa-apa deh gue kehujanan. Ini udah hampir gelap dan hujan masih deres banget," ucap Cahya sambil memandang wajah Arsen yang kini sedang menatapnya juga.

"Nggak, gue nggak mau kalau lo hujan-hujanan. Nggak inget lo waktu kita pernah hujan-hujanan abis itu lo terkena flu? Nggak usah nekat Ay!" sahut Arsen dengan mode serius. Dia tidak ingin jika Cahya terkena flu lagi. Cukup sudah kemarin malam dia membuat Cahya sakit karena disiksa oleh ibunya karena dia. Tapi kali ini Arsen tidak mau, sebab dia harus bertanggung jawab atas Cahya.

"Tapi ini mau gelap Ar, gue takut dimarahin sama ibu. Serius kali ini pasti akan lebih parah dari kemarin nyiksa gue. Apalagi tadi pas kita keluar ibu nggak ada. Cuma kak Vera yang ada," ucap Cahya lagi dengan wajah sendu. Arsen tidak tega, tetapi dia tidak bisa membiarkan Cahya kehujanan. Apalagi hujan saat ini sedang deras sekali sehingga akan sangat berbahaya jika kali ini mereka menerobos hujan yang begitu deras.

"Gue nanti akan jelasin ke ibu kalau lo gue yang ngajak. Cuma nonton dimarah?" tanya Arsen, dia menatap wajah Cahya yang terlihat sangat cemas. Arsen selalu melihat wajah Cahya yang seperti itu dan hal itu yang selalu membuat Arsen merasa kasihan dan selalu ingin melindungi gadis itu. Arsen selalu menolong Cahya saat ibunya selalu menyiksa. Tetapi Arsen tidak pernah tahu karena apa penyebabnya sehingga Cahya sering sekali disiksa oleh ibunya. Cahya jarang terbuka jika sudah seperti itu.

"Iya, gue nggak boleh main sama cowok sebenarnya. Kemarin ibu marah pas gue sama Nico," sahut Cahya. Matanya memandang hujan yang sedang jatuh ke aspal yang menimbulkan bunyi berisik.

"Bentar lagi Ay. Pasti reda kok." Arsen menolak ajakan Cahya yang ingin menerjang hujan agar segera sampai ke rumah.

"Oke kalau hitu gue duluan ya? Biar gue lari, perasaan gue nggak enak banget Ar. Serius," ujar Cahya yang membuat Arsen pada akhirnya mengalah. Dia tidak ingin jika Cahya benar-benar disiksa seperti yang diucapkan oleh Cahya tadi.

"Eh mau nekat lo? Ya udah sama gue. Tapi awas aja kalau sampai lo demam dan flu. Bukan salah gue ya?" tutur Arsen yang tidak ingin jika dirinya bersalah atas demamnya Cahya jika saja Cahya demam nanti. Tapi Arsen berharap semoga saja Cahya tidak demam.

"Makasih Ar, nih hodie lo gue lepas ya? Percuma juga kan gue pakai kini kalau kena ujan juga," ucap Cahya sambil tangannya ingin melepas hodie milik Arsen yang saat ini dipakainya. Arsen menahan dengan cepat. Bisa bahaya jika Cahya tidak memakai hodienya. Biarlah dia hanya memakai kaos saja tapi jika bra milik Cahya terlihat dia tidak mau. Takut jika nanti ada para lelaki yang tak sengaja melihatnya.

"Jangan, lo pakai aja. Bisa bahaya tau, lo mau bra lo keliatan terus diliat orang?" tanya Arsen kesal, bisa-bisanya Cahya melupakan hal itu.

"Ih Arsen, kenapa lo ngomong itu lagi sih? Ya udah ayo, gue pakai hodie lo," jawab Cahya dan dia hendak naik ke motor Arsen. Namun Arsen malah menahannya.

"Tunggu, tolong lo bawain hp gue ke tas lo. Biar nggak kena air." Arsen menyerahkan ponsel miliknya agar dibawakan oleh Cahya. Dia tidak ingin jika ponselnya terkena air meski ponselnya mahal dan anti air. Cahya segera menyambar ponsel Arsen dan memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu Cahya memaki helm dan langsung naik ke atas motor Arsen.

***

Keduanya kini benar-benar nekat menembus hujan. Selama dalam perjalanan Cahya merasa sangat gugup. Sebab dia tidak berani memeluk Arsen meskipun dia sedang kedinginan.

"Ar, berhenti ya? Lo pasti kedinginan, gue lepas nih hodie lo?" pinta Cahya yang merasa kasihan pada Arsen yang hanya memakai kaos saat ini. Hujan tak kunjung reda. Sepertinya malah tambah deras saja dengan mendung yang tampak putih. Bisa dipastikan hujannya akan awet sampai malam nanti.

"Nggak usah .Lo pakai aja!" teriak Arsen karena suaranya pasti tidak terdengar oleh Cahya sebab suara hujan mendominasi apalagi mereka sambil berjalan.

Cahya diam, dia menatap punggung Arsen yang tampak lebar dan kekar. Andai dia berani pasti sudah sejak tadi bersandar di punggung Arsen. Meski dia sahabat sejak kecil dengan Arsen tapi Cahya tidak pernah seintim itu dengan Arsen.

Tak lama kemudian motor yang ditumpangi mereka sudah tiba di kediaman Cahya. Cahya langsung turun sambil melepas helm Arsen. Cahya merasa kasihan melihat tubuh Arsen yang basah kuyup.

"Ar, hodie lo biar gue cuci sekalian. Tapi lo masuk dulu ya? Gue pinjemim baju gue kaos. Kan gue banyak baju kaos oversize, gimana?" tawar Cahya yang merasa bersalah karena mengajak Arsen menerjang hujan. Tetapi jika tidak langsung pulang maka bisa dipastikan mereka akan bermalam di tempat itu.

"Nggak usah, besok kan hari senin. Gue mau langsung tidur aja abis ini. Gue laki mana mungkin kedinginan," sahut Arsen yang memang tidak dingin sejak tadi. Arsen memang sudah biasa hujan-hujanan.

"Ya udah gue minta maaf karena udah ngajak lo pulang sekarang. Makasih hari ini udah diajak nonton. Gue malah jadi merasa bersalah sama Sandra. Besok gue mau ngomong sama dia kalau hari ini gue sama lo," ucap Cahya sebelum Arsen pulang.

"Heh, nggak usah. Lo apaan sih gitu aja ngomong. Dia nggak bakalan cemburu lah. Dia kan tau kalau kita emang deket sebagai sahabat sejak dulu jauh sebelum gue jadian sama dia. Jadi lo santai aja lah. Dia nggak punya pikiran gitu. Gue antar lo ke dalam sekarang yuk kalau gitu, udah tu gue mau cabut," ucap Arsen yang ingin membantu Cahya agar tidak dimarahi oleh ibunya.

"Nggak usah biar lo pulang aja. Bye Ar! Hati-hati di jalan!"