webnovel

Kehidupan seorang Cahya Melati

Membaca pesan chat dari Arsen tentu saja hati Cahya sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana tidak, Arsen minta tolong padanya untuk mengirimkan nomor Sandra. Tetapi Cahya segera menepis rasa cemburunya. Lagi-lagi dia tidak ingin merusak hubungan persahabatannya yang sudah terjalin sejak masih kecil. Arsen terlalu berarti baginya sehingga Cahya tidak mau kehilangan Arsen hanya karena Arsen menyukai gadis lain. Tidak akan, janjinya dalam hati. 

'Udah gue kirim. Lo cek aja nomornya, bener nggak?' 

Cahya mengirimkan pesan lagi dengan Arsen. Saat ini dia sedang berada di dalam kamarnya setelah mencuci baju. Namun di saat dia ingin membaringkan tubuhnya, dari luar terdengar suara teriakan. Siapa lagi kalau bukan ibunya yang kini sedang menyuruh nya ini dan itu. Membuat Cahya langsung beranjak dari tempat tidurnya. Lalu dia membuka pintu nya, ada ibunya yang sedang berdiri di depannya sambil berkacak pinggang dengan matanya yang melotot tajam. 

"Kenapa kamu di kamar?" tanya ibunya dengan nada ketus. Tidak suka saat melihat Cahya ada di dalam kamarnya. 

"Cahya mau tidur siang Bu, tadi malam tidurnya kemalaman karena disuruh masakkan mi sama kak Viona," sahut Cahya lirih sambil menunduk. Dia tidak berani membantah, karena jika dia membantah maka ibunya akan mengancamnya agar Cahya tidak makan seharian. Hal seperti itu sering terjadi bagi Cahya. 

"Nggak ada tidur siang, tuh ayah kamu lapar katanya mau makan. Kamu abisin kan makanannya? Dasar anak pembawa sial, ibu udah capek-capek masak kamu abisin," gerutu ibu Cahya sambil matanya melotot tajam pada Cahya yang hanya bisa menunduk takut karena dia tidak mau membantah. Cahya sangat takut sekali dipukul oleh ibu dan ayahnya jika dia tidak mau menuruti ucapan mereka. Untuk menghindari itu semua kini Cahya langsung beranjak keluar dari kamarnya tanpa banyak bicara lagi. Ayahnya sudah pulang bekerja dan kini sedang kelaparan. Ayah Cahya hanya mau bekerja jika sedang ada niat saja. Jika tidak, maka dia akan malas untuk bekerja karena Cahya selalu bekerja paruh waktu jika sepulangnya dari sekolah. Namun hari ini dia tidak sekolah karena sedang libur. Cahya bekerja di rumah makan yang mau menerima pekerjaan paruh waktu. 

"Jangan gosong kalau masak. Awas aja sampe gosong kaya kemarin," gerutu ibunya begitu Cahya sudah berlalu dan kini sedang menuju ke dapur untuk masak. Bagaimana tidak gosong jika dia sedang masak ibunya menyuruh ini itu dan Cahya lupa mematikan kompor saking paniknya. 

Cahya hanya diam saja. Batinnya tersiksa, dia tidak sebenarnya diperlakukan seperti itu namun dia tidak tahu harus berbuat apa karena jika dia kabur maka dia tidak punya tempat tinggal. Padahal Arsen selalu bersedia membantunya namun Cahya menolak dengan berbagai macam alasan. 

Di saat Cahya sedang masak, Viona kakaknya sedang tiduran di kamar setelah pulang sekolah. Viona sekolah di tempat yang bagus namun dia tidak satu sekolahan dengan Cahya. Saat tahu jika Cahya sekolah di tempat sekolahan elit tentu saja Viona tak terima karena dia ingin sekali masuk ke sekolahan itu. Tetapi dia terlambat dan tidak mendapat beasiswa sedangkan ingin pindah tidak diizinkan oleh ayah dan ibunya karena biayanya mahal. Hal itulah yang membuat Viona semakin membenci Cahya. 

Tak berapa lama masakan sudah selesai, Cahya menata semuanya di atas meja dan setelah itu dia memanggil ibunya untuk memberitahu jika masakan sudah selesai. Cahya tidak berani memanggil ayahnya karena dia takut jika ayahnya mengamuk dan murka jika ada dia. Sehingga Cahya lebih memilih untuk menghindarinya. 

***

Keesokan harinya, Cahya berangkat sekolah dan kini dia sudah rapi dengan seragamnya. Tak lupa Cahya menuntun sepedanya ke depan rumah. Cahya selalu bangun pagi jam 4 subuh karena dia harus membereskan rumah sebelum berangkat ke sekolah. Harus sudah ada makanan di meja, dan itu semua Cahya yang menyiapkan. Terkadang Cahya merasa lelah dan dia ingin menghilang dari semua orang. Namun dia tidak bisa melakukan itu karena ada Arsen yang menguatkan hatinya. Cahya merasa senang ada Arsen. 

Saat menaiki sepeda, Cahya teringat dulu awal mula dia bersahabat dengan Cahya karena Arsen selalu menolongnya jika ayah dan ibunya memukulnya menggunakan kayu kecil. Arsen dengan cepat mengajak Cahya bermain dengan begitu ayah dan ibunya tidak berani berbuat seperti itu lagi jika ada orang lain yang mengetahui perbuatannya yang kerap kali menyiksa Cahya. 

Hingga setelah itu Cahya merasa kagum pada Arsen dan lambat laun dia menyukai Arsen dalam diam. Cahya terjebak dalam lingkaran friendzone. Hingga saat ini dia tidak memberitahu pada Arsen jika dia menyukainya. Biarlah rasa itu dia pendam karena dia tidak ingin merusak hubungan persahabatan itu. 

Lamunan Cahya tersentak manakala ada suara klakson mobil. Hampir saja dia tertabrak karena terlalu berada di tengah perjalanan sehingga dia tidak sadar. Dan kini dia kehilangan keseimbangan karena terkejut. 

"Ay, lo mau nyari mati ya?" Arsen langsung berlari saat melihat ada Cahya yang terjatuh di pinggir jalan. Saat Cahya menaiki sepedanya ternyata Arsen baru keluar dari gerbang komplek nya dan dia melihat Cahya yang menaiki sepeda dengan  melamun sehingga jatuh saat mendengar klakson mobil. 

Cahya terkejut, dia tidak menyangka jika akan jatuh. 

"Aw sakit Ar silu gue jangan lo sentuh!" desis Cahya saat tak sengaja Arsen menyentuh sikunya. 

"Lo kenapa sih pagi-pagi udah ngelamun aja. Bahaya Ay, banyak mobil lewat di sini." Arsen panik saat Cahya jatuh dan dia langsung menolong Cahya untuk segera bangun. Hal seperti ini yang selalu membuat Cahya merasa terpesona dengan Arsen. Tapi dia sadar jika Arsen tidak menyukai dirinya melainkan Sandra yang dia sukai. Kenyataan itu membuat Cahya semakin terluka dan kecewa. 

"Ah gue nggak apa-apa Ar. Lo lebay deh, gue kan sering jatuh-jatuh gini. Sakit dari ini juga gue sering kok," sahut Cahya yang langsung berdiri dan membersihkan roknya yang kotor terkena debu. Sikunya terasa perih namun sakit itu tak sebanding dengan rasa sakitnya disiksa setiap hari oleh kedua orang tuanya di rumah. 

"Lo tuh bandel kalau dibilangin, ayo buruan kita berangkat! Lo bisa nggak naik sepedanya?" tanya Arsen yang kini sudah naik di atas sepedanya. Arsen sangat suka menaiki sepeda karena sambil olahraga. Padahal di rumahnya ada mobil dan juga motor sport. Tetapi Arsen lebih memilih naik sepeda bersama Cahya dan itu lebih menyenangkan baginya. 

"Ya bisalah. Lo pikir gue lemah? Ayo kita berangkat. Entar telat lagi, di kelas gue ada praktikum di lab nih jam pertama. Jangan sampe telat," ucap Cahya dan kini dia langsung mengayuh sepedanya mendahului Arsen. Arsen pun kini langsung mengayuh sepedanya di belakang Cahya.