webnovel

Jongil : Jomlo Tengil

JONGIL alias jomlo tengil. Julukan Dirga pada Risya, si gadis mungil, jahil, dan amit-amit tengilnya. Awalnya Dirga hanya iseng memanggil Risya seperti itu. Nyatanya, Risya semakin menjadi menjahilinya dan membuat Dirga kadang kesal sendiri. Lupakan sahabat, lupakan pertemanan. Sekali menyebalkan maka tetaplah menyebalkan. Risya sangat menyebalkan. Bahkan juga bisa dibilang bodoh. Sudah tahu dia naksir sama Daffa, tapi tetap saja Risya berkelakuan sama di depan laki-laki itu. Dirga hanya bisa menatap Risya miris. Cewek mungil, bodoh, gila, nyebelin. Lengkap sudah. Si Jongil yang entah kapan mendapat pasangan hidup itu akan menjadi teman dekatnya hingga lulus SMA tahun depan. "Ini sih namanya mimpi buruk!" ________________________ All right reserved by Kaitani Hikari © 2020

Kaitani_h · Teen
Not enough ratings
16 Chs

Bab 07

~~~

Jika kisah Cinderella terjadi di dunia nyataku, maka aku kan bahagia walau hanya beberapa jam saja waktu berlalu.

~~~~

Gerbang sekolahan. Risya menggerutu sedari tadi karena tak menemukan orang yang bisa menumpanginya untuk pulang. Beberapa kali bibirnya mengumpati Dirga. Mengeluarkan semua sumpah serapahnya dengan nada fasih yang amat sangat kental.

Dirga yang terlalu perhitunganlah pada sahabatnya. Enggak modal. Sampai menyumpahi laki-laki itu menjadi jones seumur hidupnya.

Risya menghela napasnya, lalu menyenderkan punggungnya di tembok gerbang. Hari sudah semakin sore, dan tak ada kendaraan lewat sekalipun. Taksi misalnya, tidak ada yang lewat sama sekali.

Risya nggak bisa naik angkot atau bus. Pengalaman buruk membuatnya trauma menaiki kendaraan umum tersebut.

Dia biasa diantar jemput atau ikut tebengan tetangga, tapi masalahnya ... sekolah sudah mulai sepi ketika kelasnya dibubarkan.

Apalagi alasannya kalau bukan les dadakan dari guru yang beberapa hari lalu izin tidak masuk. Satu dengusan lolos dari bibirnya, dengan wajah nelangsa ia mendongak.

Mengharap pada Sang Kuasa. "Andai ada pangeran lewat dan ngasih gue tebengan," ujarnya cukup pelan.

Di saat itulah pundaknya ditepuk dari belakang. Daffa di sana. Dengan senyum tipis yang membuat Risya menahan napas sejenak.

"Belum pulang?" tanya Daffa langsung.

Risya menggeleng. "Nggak dapet tumpangan dan nggak dapet taksi lewat."

"Belum pesen taksi online atau ojek online gitu?"

Risya menggeleng lagi. Ia tidak pernah pesan-pesan online begitu, toh selama ini ia selalu mendapat tumpangan dari tetangga kanan-kiri rumahnya atau diantar sama supir. Jadi buat apa dia menginstall aplikasi tersebut, jika pada akhirnya tidak akan berguna banyak?

"Belum, gue nggak ada aplikasinya. Lo sendiri, kok belum pulang Daff?" tanya Risya basa-basi.

Ia mau sekali minta tebengan sama Daffa, tapi sama seperti Dirga. Rumah mereka itu kayak kutub utara sama kutub selatan. Beda arah dan rumah Daffa lebih jauh lagi daripada rumah Dirga.

"Belum. Pulang bareng gue aja mau?" tawaran Daffa membuat Risya tersenyum enggak enak.

Walau dia terbiasa mengganggu Daffa sekalipun. Mengganggu Dirga juga. Tapi kalau masalah enak nggak enak, Daffa sama Dirga itu beda.

Daffa orang yang disukainya dan Dirga sahabat dekatnya. Jika merepotkan Dirga udah kayak makanan utama, maka merepotkan Daffa udah kayak ketemu makanan langka di zaman seperti sekarang.

"Nggak usah deh, rumah kita kan jauh banget Daff!"

"Nggak papa, gue ada perlu juga ke arah rumah lo itu."

Risya menaikkan sebelah alisnya. "Ada perlu apaan?"

"Itu... hm... anu...."

Di saat Daffa tergagap, di saat itu pula Risya melihat Dirga melesat dengan sepeda motornya.

"WOI GA! ANJIR LU, DITUNGGUIN MALAH NINGGALIN GUE! WOI!" teriaknya spontan.

Ia berniat mengejar, tapi tangannya sudah ditahan oleh Daffa. "Biarin dia pulang, lo pulang bareng gue aja!"

Ada ketulusan di matanya.

Risya tidak tahu mengapa, tapi ia melihat keseriusan penuh dengan rasa tulus terpancar dari sana. Tidak ada paksaan, Daffa seperti siap menanggung risiko bahwa dia bisa saja pulang malam karena mengantarkannya pulang.

"Yakin nggak papa? Lo bisa pulang malem loh, Daff?"

"Nggak papa, cowok udah biasa pulang malem, tapi kalau cewek pulang malem kan nggak baik."

"Tapi, tadi kata lo ada perlu ke arah sana juga? Ntar jadinya, lo pulang jam berapa kalau nganterin gue segala?"

"Nggak akan sampai malem Sya, nanti gue WA deh kalau udah sampai rumah."

Modus pertama ngajakin pulang bareng, bilang ada keperluan ke arah yang sama. Padahal, perlu yang dimaksud Daffa adalah mengantarkan Risya pulang itu.

Modus kedua, ngasih laporan pulang. Sekalian modus minta nomer telepon. Walau sekelas, Daffa sama Risya jarang-jarang berdekatan. Jadi lumayan kan, sekalian?

"Gue kan nggak ada nomer WA lo, emang lo punya nomor WA gue?"

Daffa mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya ke Risya. "Tulis dan simpen sendiri aja," ujarnya yang membuat Risya tersenyum saat menerima ponsel itu.

Gadis itu menuliskan nomornya dan mengembalikan ponsel itu kembali ke pemiliknya. "Jangan lupa dikunci, kalau hilang enakan yang nemuin nanti!"

Daffa tertawa. "Kayaknya lo yang bakal nemuin ponsel gue lebih dulu," ujarnya seraya mengedip menggoda. "Ayo pulang sekarang, makin malem makin bahaya buat cewek pulang!"

"Lo yang pulang paling malem Daff, apa lo juga cewek nih jangan-jangan?" pertanyaan Risya membuat Daffa terdiam beberapa detik.

Ingat perkataan Dirga. "Jangan lo anggep serius omongan ngawurnya si Risya, anggep aja cuma bercanda!"

Laki-laki itu tersenyum misterius. "Mau bukti nggak kalau gue cowok beneran?"

Risya menggeleng cepat. "Jangan-jangan, ntar gue nggak polos lagi. Makasih!"

Dan Daffa langsung tertawa saat mendengar jawaban dari Risya.