webnovel

Seperated

"Bunda laper, nih. Kita cari makan dulu, yuk?" ajak bunda tepat setelah beliau dan dua anak gadisnya keluar dari toko sepatu. Wanita yang masih nampak muda walaupun sudah berusia hampir mencapai empat puluh tahunan ini melirik sambil memberikan senyuman manisnya kepada Zalina. "Kamu mau makan apa, sayang?"

Zalina bergeming sejenak. Kemudian ia menoleh ke arah Zerina di belakangnya dengan sorotan ragu lalu beralih ke arah sang bunda yang menunggu jawaban darinya. "Sebenernya, Zalin lagi pengen seafood, Bun. Tapi kan Zeze gak bisa makan seafood. Hmmm apa, ya? Kamu mau makan apa, Ze?"

"Aku? Hmmm aku-"

"Ya udah. Kita makan seafood aja. Kebetulan banget ada temen Bunda yang buka restoran seafood di sini." Bunda buru-buru memotong ucapan Zerina sebelum gadis itu melanjutkan kata-katanya. Lantas, tatapan yang lembut untuk si bungsu itu berubah menjadi dingin ketika melirik anak sulungnya. "Kamu gak usah nyusahin orang. Kalau gak bisa makan seafood, mending pesen ayam atau makanan yang lain," sambungnya dengan ketus.

"Iya, Bunda." Zerina mengangggukkan kepala diikuti seulas senyuman tipis yang mengembang di bibirnya. Namun, beberapa detik kemudian senyum itu memudar usai sang bunda memutus kontak mata, lalu menarik tangan Zalina dan merangkulnya dengan erat.

'Kapan ya gue bisa akrab kayak gitu sama bunda?' tanya Zerina di dalam hati kala memperhatikan Zalina dan bunda yang mulai menjauh beberapa langkah darinya. 'Gue juga pengen diperhatiin bunda kayak beliau perhatiin lo sebegitunya, Zalina,' sambungnya.

Zerina terus mengeluarkan semua unek-unek yang bersarang di dalam hatinya. Terutama tentang rasa irinya terhadap Zalina yang mendapat kasih sayang dan perhatian begitu besar dari wanita yang membuatnya lahir di dunia ini. Dia terlalu larut dalam benaknya sendiri sampai-sampai tidak menyadari bahwa bunda dan saudari kembarnya sudah menghilang dari pandangannya sejak beberapa saat yang lalu.

"Loh, bunda sama Zalina ke mana?"

Kaki jenjang yang dibalut celana jeans itu bergerak dengan tergesa-gesa menyisir deretan toko yang menjajakan berbagai macam barang. Sementara netra kecoklatan tersebut sama sekali tak berhenti memindai para pengunjung di sekitarnya. Ia sangat berharap dapat segera menemukan bunda dan adik kembarnya di antara mereka yang lalu-lalang di sana.

Zerina mempercepat langkahnya menuju eskalator di depan sebuah toko aksesoris. Usai kaki jenjangnya menapaki tangga berjalan itu, dia lantas mengeluarkan ponselnya lalu mengetik sebuah pesan untuk Zalina. Namun sayangnya, sedetik kemudian sebuah notifikasi muncul di layar ponsel yang menandakan bahwa kuota internet yang ia gunakan pada bulan ini telah habis.

"Ck. Bisa-bisanya kuota habis di saat urgent begini. Ya udahlah, nyari makan sendiri aja. Toh, rasanya sama aja kalo makan bareng bunda dan Zalin."

***

Zerina akhirnya sampai di lantai dua bangunan yang didesain semi outdoor tersebut. Kaki jenjangnya berjalan dengan cepat memasuki sebuah restoran cepat saji yang letaknya tak jauh dari tangga berjalan tersebut. Setibanya di dalam, dia segera masuk ke dalam antrean di depan kasir. Untungnya, hari ini tidak banyak orang yang berbaris di tempat itu. Hanya ada dua anak perempuan, seorang ibu dan anak yang masih berusia kisaran lima tahun, serta sepasang suami istri di depan Zerina.

Perempuan berparas ayu ini melangkah maju setelah dua anak perempuan yang berdiri persis di depannya meninggalkan barisan. Dia menunduk sejenak saat membaca papan menu yang menempel di meja kasir kemudian mengangkat kepalanya seraya mengulas senyuman ramah kepada seorang wanita berseragam merah di depannya.

"Selamat siang, Kak. Mau pesan apa?" sambut wanita itu dengan senyuman ramah yang mengembang di bibirnya.

"Cheeseburger deluxe yang medium satu," balas Zerina sambil kembali membaca menu yang ditempel di meja tersebut. "Oh ya, sama mcflurry oreonya satu juga ya, Kak," lanjutnya. Setelah itu dia mengeluarkan dua lembar uang lima puluh ribuan dari dompet cokelatnya. "Jadi totalnya berapa, ya?"

"Totalnya 60 ribu, Kak."

Setelah melakukan transaksi di meja kasir, Zerina berpindah ke tempat pengambilan pesanan sambil memasukkan uang kembalian serta struk pembelian ke dalam dompet. Matanya bergerak ke sana kemari mencari tempat kosong seraya menunggu pesanannya disiapkan oleh pramusaji.

"Pesanan nomor 101!"

Ketika nomor antreannya disebut oleh salah seorang pegawai di restoran tersebut, Zerina lantas bergegas mendekat. Kemudian dia menyerahkan struk pembelian kepada pegawai tersebut untuk menyamakan jumlah pesanannya. Selanjutnya, ia bergerak keluar dari barisan sambil membawa nampan yang berisi makanan dan minuman yang dia pesan sebelumnya.

Zerina berjalan dengan sedikit tergesa-gesa menghampiri sebuah bangku kosong yang letaknya dekat dengan jendela yang mengarah ke luar. Tempat itu sudah menjadi incarannya sejak masuk ke dalam restoran itu. Makanya, dia tidak ingin ada orang lain yang mendahuluinya menempati bangku tersebut.

Namun sayangnya, dia kalah cepat dengan seorang laki-laki yang beberapa menit lebih cepat menempati bangku tersebut. Kedua mata mereka bertemu, membuat Zerina refleks menekuk wajah cantiknya.

"Biasa aja kali, gak usah cemberut gitu," cibir laki-laki itu dengan santai saat Zerina menampakkan raut kesalnya. "Di depan gua masih kosong, Ze. Dudukin aja," sambungnya sambil menunjuk kursi kosong dengan dagunya.

"Tapi terserah, sih. Kalau mau di tempat lain juga gak papa. Yang penting gua gak mau ngasih tempat ini buat lu," lanjutnya lagi.

"Idih. Cowok tuh harusnya ngalah sama cewek, Gal. Jangan egois," balas Zerina ketus sambil melirik Jenggala dengan tatapan yang sinis. Setelah itu dia meletakkan nampan yang tadi dibawanya ke atas meja, lalu mendaratkan bokongnya pada kursi kosong di depan Jenggala.

"Gua sih mau aja ngalah sama cewek, Ze. Asalkan cewek itu bukan elu aja," jawab Jenggala dengan enteng. Kemudian laki-laki berambut biru kehijauan itu mencomot kentang goreng milik Zerina tanpa izin. Akan tetapi, sedetik kemudian sebuah pukulan mendarat dengan mulus di kepalanya

"Aduh! Lu apa-apaan sih, Ze? Gua gak salah apa-apa main pukul aja! Kayaknya hobi banget mukulin gua tuh tangan," cerocos Jenggala seraya mengusap bekas pukulan yang diberikan Zerina. "Jadi cewek kok kasar banget. Heran gua," lanjutnya.

"Nyenyenye! Lagian suruh siapa asal comot kentang orang tanpa izin, heh?" tukas Zerina. Setelah itu dia merobek hampir separuh bagian kulit ayam milik Jenggala lalu meletakkan makanan tersebut di piringnya. Dia tersenyum miring ketika laki-laki itu memberikan sorotan seolah tak bisa berkata apa-apa kepadanya. Alias speechless. "Impas ya, Gal. Jangan protes kalo kulitnya gue makan. Oke?"

"Hih, nyebelin amat jadi cewek."

"Tolong ngaca, dong. Lo juga rese jadi cowok, Jenggala."

"Gak papa rese yang penting gua ganteng dan banyak yang suka, wleee!" balas Jenggala lagi sembari menjulurkan lidahnya. "Daripada elu, udah rese suka ngehalu jadi pacar cowok Korea pula," sambungnya.

"At least cowok Korea gak nyebelin kayak lo, Gal," jawab Zerina tak mau kalah. "Eh, tapi kok lo tau kalau gue suka Korea-an gitu?"

"Ya tau lah. Snapgram lu aja isinya Korea semua. Sekalinya bukan Korea pasti kucing. Iya kan?"

"Cieee." Senyuman miring kembali mengembang di bibir Zerina. Lantas, gadis itu menopang dagunya sambil menatap sepasang manik coklat kehitaman milik Jenggala lekat-lekat. "Lo ngefans sama gue, ya? Sampe hapal gitu sama Ig story gue."

"Idih, ogah banget. Snapgram lu lewat mulu setiap gua lagi iseng liat-liat punya orang, Ze. Jadi gak usah ge-er, dong!"

"Ya tetep aja lo jadi penonton Ig story gue, Gal. So, you are my fans hahaha! Halo, fans!"

"Iyain aja deh biar cepet."