webnovel

Perang dingin

"katakan, apa kau berencana mengugurkan kandungan mu jika kau tahu saat ini kau hamil?"

Alis meri membentuk alis burung pemarah yang di gambarkan dalam serial komik angry bird mendengar penuturan suaminya yang di luar dugaan.

Menggugurkan kandungan? Dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Dambaan dari setiap wanita memiliki seorang anak, walau sudah ada junior tidak lantas membuatnya puas. Ia ingin merasakan memiliki anak perempuan.

Selucu apapun junior, tetap saja rambutnya tidak bisa di kuncir atau wajahnya di dandani. Pakaian lucu juga tidak akan bisa melekat pada junior seperti halnya jika itu anak perempuan.

Lagipula, apa yang salah dengan hamil hingga harus di gugurkan. Dia memiliki seorang suami jadi wajar baginya jika mengandung dan itu bukanlah aib.

"tidak masuk akal, pertanyaan macam apa itu?" kata meri

"lalu mengapa kau berniat membeli testpack dan pelancar haid?" tanya ilham penasaran.

Meri semakin di buat kesal. Itu adalah hal yang sangat mudah untuk di cerna dan suaminya dengan level jenius di atasnya justru menanyakan hal itu. Ini tambah tidak masuk akal lagi.

"begini, aku terlambat datang menstruasi. Jadi aku berencana melakukan testpack terlebih dahulu, jika hasilnya negatif aku akan minum pelancar haid. Apa hal itu sulit di pikirkan?" jawab meri ketus

"gadis bodoh" ilham membenturkan dahinya dengan dahi meri hingga meri merintih memegangi dahinya.

"auh, sakit"

"kau ini, hal itu aku juga tahu tanpa kau mengatakannya. Tapi meri, penggunaan testpack tidak selamanya akurat. Hormon kehamilanmu bisa jadi belum terlalu muncul hingga bisa terdeteksi dengan cepat oleh testpack. Aku tahu itu cara instan dan paling mudah tapi aku tidak mau ambil resiko. Jika ternyata hasilnya salah bagaimana? Meminum obat pelancar haid saat kondisi hamil bukan hanya akan mempengaruhi janin tapi juga akan... "

Perkataan ilham terpotong karena meri menutup mulutnya dengan sebuah ciuman.

"pak prof, anda berlebihan dan sejak kapan anda berubah cerewet?" goda meri. "baiklah, kita tunggu satu minggu. Jika sampai satu minggu aku belum juga haid, kita akan ke dokter kandungan. Bagaimana?" tanya meri meminta kesepakatan.

"tidak. Mengapa menunggu satu minggu, kita berangkat sekarang"

Meri. "..."

Kali ini yang keluar sebagai pemenang adalah ilham. Sebagai pihak yang paling besar harapannya, dia tidak sabar untuk memastikan.

Semakin tinggi harapannya semakin membuat meri tertekan. Bagaimana jika ternyata ini hanya karena ia akhir-akhir ini kelelahan dan tidak makan dengan teratur. Bisa jadi ia hanya terlambat haid karena faktor pikiran dan bukan karena kehamilan.

"ilham, jangan berharap banyak. Aku tidak ingin kau kecewa" kata meri saat berada di dalam mobil.

Hanya ada mereka berdua karena meri tak ingin mengganggu junior yang sedang sibuk belajar.

Harapan mereka sebenarnya sama, tapi sebagai yang akan mengandung meri lebih bisa berbesar hati jika ternyata masih belum hamil. Lagipula ini baru memasuki bulan kedua mereka bersama lagi, jadi tidak harus terburu-buru.

"jangan khawatir, aku bukan hanya ingin melihat kau hamil tapi ingin tahu masalah kesehatan mu hingga haidmu bermasalah" ilham menenangkan dengan menggenggam tangan meri.

Meri hanya menyandar pada lengan suaminya sepanjang perjalanan hingga mereka sampai.

Jarak rumah dan rumah sakit yang dekat membuat ilham memilih mengendarai mobil sendiri tanpa sopir.

Di rumah sakit, meri hanya mengikuti langkah suaminya yang memimpin. Ia seperti dokter yang bekerja di rumah sakit itu padahal akan lebih mudah jika meri sendiri yang mengajukan diri dan mengurus administrasi.

Siapa sangka ternyata ketenaran ilham jauh lebih berguna daripada posisi meri selama bekerja di rumah sakit itu. Hanya dengan selembar kartu nama maka semuanya jadi lebih mudah.

Bukan hanya itu, wajah yang mumpuni serta penampilan yang terkesan mapan dan berkelas membuat para perawat pada bagian spesialis kandungan dengan cepat melayaninya di tambah layanan itu super ramah.

Meri bingung harus marah, cemburu atau senang melihat sikap para perawat wanita yang begitu genit kepada suaminya.

Dalam waktu singkat, ia sudah berada di atas ranjang pemeriksaan dengan alat USG yang berputar di bagian perutnya. Ilham berdiri tepat di sampingnya sambil terus menggenggam tangan meri.

Di banding dokter kandungan itu sendiri, mata ilham justru lebih cepat menangkap sosok parasit idamannya yang mulai menempel di perut istrinya itu.

"lihat, ini janinnya. Masih kecil tapi sudah bisa terlihat" dokter wanita itu menunjuk pada layar dengan antusias.

Tak ada yang bisa keluar dari bibir meri bisa melihat darah yang harusnya luruh itu ternyata berhasil di buahi. Justru air mata yang perlahan mengalir di sudut matanya.

Ilham memeluk meri dengan penuh kebahagiaan. Bahagia yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia baru tahu rasa bahagia ketika berhasil menjadi seorang suami akan kalah dengat rasa terharu menjadi seorang ayah.

"terimakasih" ucapan yang keluar dari bibir ilham itu bukan ia berikan untuk sang dokter melainkan untuk istri tercintanya.

"Mmm, terimakasih juga" jawab meri kesulitan karena terus di hujani ciuman di setiap sudut wajahnya.

Usai pemeriksaan itu, ilham memyempatkan diri singgah di apotek dan toko buah sementara meri menunggu di dalam mobil.

📞"sudah hampir makan malam, junior pasti menunggu kita" kata meri kepada ilham karena suaminya itu sepertinya tidak berniat untuk berhenti membeli segala macam buah yang ada di swalayan itu.

📞"tunggu sebentar, aku sudah hampir selesai"

Kategori sebentar yang di sebutkan ilham ternyata setengah jam kemudian. Meri sampai memgomel dalam hati karena di minta menunggu di mobil dengan tenang.

Dia masih bisa jalan keliling kota tapi ilham bahkan tidak membiarkannya keliling swalayan. Pria terkadang lebih tidak masuk akal saat berhadapan dengan kehamilan istrinya.

"kau baru berusia empat minggu dan sudah membuat ibumu terkurung di mobil berjam-jam" oceh meri memegangi perutnya seolah ia sedang mengeluh pada anaknya sendiri.

"apa kau tidak mendengar kata dokter tadi. Kau kelelahan jadi harus istirahat cukup"

"ini bukan anak pertamaku, maksudku bukan anak pertama kita" meri dengan cepat meralat ucapannya karena tak ingin menyakiti perasaan ilham.

Jika ia mengatakan ini bukan anak pertamanya maka ilham sudah pasti akan merasa kerdil karena teringat kenyataan bahwa junior bukan anaknya.

"tetap saja, kondisimu saat ini tidak terlalu baik. Jadi beristirahat saja dan jangan banyak melakukan aktivitas dulu"

"ilham, junior akan kembali ke sekolah besok. Cuti ku juga sudah habis hari ini dan besok aku akan mulai menempati posisi dokter bedah saraf di rumah sakit. Aku tidak bisa diam saja di rumah" protes meri

"aku akan mengurus mengenai pekerjaanmu di rumah sakit, istirahatlah dulu sampai kandunganmu benar-benar baik"

"aku tetap ingin bekerja" kata meri tegas menunjukkan pendirian dan sikap keras kepalanya seperti biasa.

Ilham jadi serba salah menghadapi sikap meri yang tidak berubah sejak dulu. Saat tidak hamil wanitanya itu sudah keras kepala, saat hamil sudah di pastikan keras kepalanya akan semakin bertambah. Entah kesulitan apa yang akan ia hadapi karena ulah istrinya nanti.

"baiklah, kau boleh bekerja. Tapi hanya sebatas pembedahan biasa, jika itu sesuatu yang rumit maka kau harus memberikannya pada rekanmu yang lain. Tidak baik bagimu berdiri terlalu lama"

"Oke"

Tiba di rumah, mobil andre sudah terparkir di halaman rumah mereka. Mereka sudah menunggu di ruang tamu bersama dengan junior yang berbincang dengan mereka.

"kalian baru pulang? Dari mana saja" kata andre

"kami..."

"berjalan-jalan di swalayan untuk membeli buah" meri dengan cepat memotong ucapan ilham.

Jika andre mengetahui kehamilannya maka ia akan semakin bersikeras membawa junior dengan alasan meri sudah memiliki anak dari ilham dan harus fokus pada kesehatannya sendiri.

Melihat meri yang mengalihkan jawaban seharusnya, ilham tak ingin membantah dan tahu pasti ada alasan di balik sikap istrinya.

"aku akan shalat dulu baru kemudian makan malam bersama" ilham membawa meri ke kamar untuk shalat bersama.

Mereka hampir terlambat karena terlalu lama di perjalanan yang macet di tambah berkeliling di swalayan.

Usai shalat dan berdoa, seperti biasa meri mencium punggung tangan ilham dan ilham membalas dengan mencium kening meri.

Makan malam itu seperti biasanya di penuhi dengan makanan mewah mulai dari menu barat hingga terdapat hidangan khas bali yaitu ayam betutu.

"apa kita sekarang punya koki dari Indonesia?" tanya meri.

"iya nyonya, baru tadi dia datang. Tuan sudah menunggunya sejak kemarin dan hanya meminta saya yang menyambutnya saat nyonya pergi" jawab seorang asisten kepala yang selalu berdiri di belakang ilham saat acara makan malam di mulai.

Andre hanya menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia menyukai rasa dari masakan itu. Hanya junior yang merasa asing dengan rasa makanan itu.

Sejak kecil ia terbiasa dengan masakan ala barat dan turki namun sangat jarang mencicipi makanan khas daerah kelahiran ayahnya. Ia hanya pernah memakan masakan khas daerah asal ibunya tapi tidak saat di bali. Di bali mereka hanya memakan masakan dengan resep barat.

"junior, ini masakan dari daerah dadi dan ayah lahir. Cobalah" calara memotong ayam betutu itu dan menyimpannya di piring junior.

Posisi duduk junior yang berada di tengah andre dan clara membuat meri merasa tidak nyaman tapi tentu ia tidak bisa bersikap impulsif terhadap putranya.

Sebagai wanita yang membesarkan putranya selama lima tahun sendirian, meri berharap junior tidak setuju saat ayahnya ingin mengajaknya tinggal di Indonesia. Tapi jika ternyata junior setuju, ia sebagai ibu tetap tidak akan menahannya karena hal itu ia sendiri yang memberi kesepakatan.

"ayam ini enak, tapi masakan oma lebih enak. Itu, apa ya? Aku lupa namanya, Mmm. Ah, empek-empek" jawab junior.

"itu ikan, kalau yang ini ayam. Tentu rasanya akan berbeda" kata meri

Ilham memberi kode kepada asisten kepala yang ada di belakangnya untuk mencatat makanan apa yang di inginkan putra kesayangannya itu.

Jika meri menyukai foie grass yang jelas adalah makanan perancis walau ia lahir di Indonesia. Junior justru menyukai empek-empek yang merupakan makanan khas salah satu provinsi di Indonesia walau ia sebenarnya lahir di amerika.

Mereka memiliki perbedaan tapi tetap selaras dalam berbagai hal termasuk dari sudut pandang menilai orang lain.

Junior cenderung mengikuti sudut pandang ibunya dalam menyukai siapa saja di sekitarnya. Saat ibunya merasa tidak senang maka iapun merasa hal yang sama. Seperti saat ini, meri yang cemburu pada clara membuat junior merasa tidak menyukai wanita itu.

Perkataannya mengenai ayam yang di berikan oleh clara tidak se enak buatan oma nya adalah salah satu bentuk penolakannya pada keramahan wanita itu. Hanya saja meri dengan cepat menengahi.

Tentu saja itu karena meri dengan jelas melihat perang dingin antara junior dan clara. Sikap junior terlalu frontal dalam menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap clara.

Bukan bermaksud membela, meri hanya tidak ingin jika junior membenci clara maka andre akan kembali mengganggunya dan malam mencampakkan clara lagi.

Sudah cukup bagus ada wanita yang bersedia menjadi wanitanya andre jadi iparnya itu tidak akan mengganggu kehidupannya lagi.

Manjain pembaca dulu. Karena sudah dua minggu telat up terus.

siti_darmawati8creators' thoughts