webnovel

Berbeda fungsi

Pagi hari, clara terbangun dari tidur lelapnya setelah seharian di perjalanan. Andre tetap bersikeras mendekatkannya kepada junior hingga saat ini ia harus tetap mengikuti kakak iparnya itu ke izmir.

Saat ini mereka menginap di sebuah hotel di pusat kota itu. Mereka tentunya tidak berada di kamar yang sama. Andre sengaja memesan dua kamar padahal jikapun sekamar clara sama sekali tidak keberatan.

Bukan hal yang buruk, setidaknya andre tetap mengajaknya ke izmir. Itu menandakan bahwa ia masih di butuhkan dan terkadang suatu hubungan tidak hanya berawal dari cinta tapi karena kebutuhan. Bukan masalah baginya, ia perlahan akan menumbuhkan benih cinta itu di hati andre.

"apa kau mau keluar hari ini?" tanya andre kepada clara saat sedang menikmati sarapan di restoran yang berada di lantai tiga hotel.

"Mmm, kita berkeliling saja atau kita ke pantai. Izmir berbatasan langsung dengan laut lepas jadi berselancar pasti sangat menyenangkan"

"baiklah"

Keduanya bersiap ke pantai dengan pakaian santai. Clara justru terlihat lebih santai dari biasanya. Ia hanya menggunakan setelan olahraga dengan sweater hitam yang membungkus indah tubuhnya.

Di pantai sangat ramai, deburan ombak beradu dengan batu karang terdengar indah mengalun di telinga pengunjung.

Andre bukanlah pria yang suka berselancar dan bisa di bilang ia hampir tidak mahir dalam bidang itu. Ia hanya duduk di pesisir pantai menyaksikan clara dengan pakaian renang mini beraksi di atas papan selancarnya.

Tubuh cantik, tinggi dengan kaki indah itu meliuk-liuk menyeimbangkan diri agar tak terjatuh. Ombak yang mengejarnya seakan teman bermain yang membuat senyumnya semakin mengembang seiring semakin dekatnya ombak itu.

Mata pengunjung pria lain tak hentinya menatap ke arahnya. Bukan hanya tubuh indah dan wajah cantik, aksinya yang memukau membuat pengunjung lain merasa di manjakan. Sangat langka melihat peselancar wanita di pantai itu.

Andre tak banyak bereaksi, baginya selama mereka hanya melihat dan tidak berniat mengganggu maka tidak ada masalah. Ia juga cukup senang dengan kemahiran clara dalam bermain selancar.

Matahari mulai tinggi saat clara sudah mulai kelelahan dan bergabung di samping andre.

"kau haus?"

"Mmm, berselancar beberapa jam sangat menyenangkan. Ombak di sini sangat menantang" kata clara berseri-seri.

Rasa bahagianya seperti seseorang yang baru saja memenangkan hadiah besar. Itulah clara, wanita riang yang tidak perlu repot menyenangkannya. Ia akan senang hanya dengan hobinya yang terpuaskan.

"aku akan membeli minuman sebentar. Pergilah ganti pakaianmu. Itu terlalu mengundang"

Clara mengerutkan alisnya dan menatap penampilannya serta kepergian andre dengan tatapan tak mengerti.

Dia jelas-jelas tidak menggunakan bikini dan orang sekitarnya jelas jauh lebih terbuka bahkan ada yang hanya menggunakan G-string dengan bra tipis.

Jika di bandingkan dengan pakaian renang model tanktop, ini sangat jauh dari kesan mengundang. Ia bahkan menggunakan celana hingga setengah pahanya. Bagi perenang, ini sudah lumayan tertutup.

"apa dia berharap aku menggunakan cadar seperti mantannya" gerutu clara kesal.

Namun tetap saja ia mengikuti kemauan andre dan berjalan menuju toilet umum untuk berganti pakaian. Saat selesai berganti pakaian, ia sudah di tunggu seorang pria dengan tampang ingin di puaskan.

"hai manis"

"dia bicara apa? Aku bahkan tidak tahu sepatah katapun bahasa kota ini" ujar clara mengacuhkan pria itu.

Lengannya tertahan oleh genggaman kasar yang tiba-tiba mendorongnya ke sisi lain toilet itu. Tempat itu ramai tapi bahkan tak seorangpun yang menghentikan adegan itu.

"hi, what do you want?" clara dengan keras berteriak dan menepis sentuhan pria yang tak di kenalnya itu.

Ia hanya berharap pria itu sedikit pintar dan tahu arti dari apa yang ia katakan. Sangat jelas pria itu tidak akan tahu bahasa Indonesia jadi bahasa inggris adalah pilihan alternatifnya dan jika ia masih tidak tahu juga, penolakan dari sikap dan tatapannya serta bemtakannya seharusnya cukup jelas menggambarkan penolakannya.

Tapi sialnya adalah pria itu memiliki IQ jongkok hingga acuh dengan apa yang di lakukan clara. Pria itu terus mengganggunya dengan terus berusaha mencium clara.

"apa kau bosan hidup?" andre berdiri tak jauh dari mereka dengan teriakan keras membuat kesadaran pria itu sedikit pulih.

Perkelahian tidak bisa di hindari lagi tapi bukan adu tinju lebih tepatnya penganiayaan yang di lakukan sepihak. Pria itu bahkan tidak sempat membalas sedikitpun.

Andre terus saja memukulnya hingga clara harus menahannya sebelum terlambat. Pria malang itu bisa saja kehingan nyawanya jika terus di biarkan.

"andre cukup, kau bisa membunuhnya" teriak clara memegangi lengan andre yang sudah mulai berayun akan memukul pria itu lagi.

"kenapa? Apa dia pantas hidup? Lepaskan"

Dengan gerakan anggun, andre merapikan pakaian dan rambutnya yang terlihat berantakan akibat di terpa angin di tambah saat gerakannya memukuli pria itu.

Wanita yang melihat gerakan sepele itu seakan meleleh tak terkecuali clara. Ia semakin menyadari betapa menawan duda di hadapannya ini.

"ini sudah cukup. Tapi hidup dan mati orang lain tidak berhak kita tentukan"

Bukan tindakan menenangkan, andre justru menatapnya tajam kemudian berbalik meninggalkan kerumunan itu. Sebelum pergi ia masih menyempatkan diri untuk menendang keras wajah pria itu.

Clara mengikutinya dengan setengah berlari, andre berjalan bahkan lebih cepat dari saat ia berlari.

"minumlah" andre memberikan sebotol air ke arah clara.

Suasana berubah hening tanpa percakapan. Wajah yang tadinya berseri-seri dengan kelembutan kini berubah seratur delapan puluh derajat. Andre tampak sangat mengerikan saat memukuli pria itu.

"aku.." clara berpikir sejenak "aku, tadi itu tidak sampai..."

"aku tahu. Tidak perlu mengatakannya" andre memotong perkataan clara. Ia tahu tadi tidak terlambat tapi tetap saja ia masih harus memberi pelajaran berharga pada pria cabul itu.

"jika kau tahu, memgapa memukulinya seperti itu" protes clara.

Sebagai manusia walau ia hampir jadi korban, melihat wajah pria itu sampai berdarah membuatnya sedikit kasian dan merasa bersalah. Andre memukulinya tanpa belas kasihan, saat memukul ia lebih mirip pria yang sedang kesetanan.

"clara, aku datang tepat waktu tidak ada kaitannya dengan pikiran kotornya. Itu keberuntunganmu jadi memukulnya adalah hal tepat agar ia tidak mengulanginya lagi. Apa kau mau melihat kejadian itu terjadi pada wanita lain yang mungkin saja hari itu ia sedang sial"

"kau benar. Ada yang ingin ku tanyakan" kata clara

"Mmm, katakan" andre masih memandangi deburan ombak sambil menegak minumannya.

"apa meri pernah melihat ekspresi mu saat memukul pria tadi?"

Pikiran andre berkelana pada kenangan saat ia memukuli jackob saat berusaha melecehkan meri. Tapi saat itu meri di pengaruhi obat jadi kemungkinan ia tidak bisa melihat ekspresinya waktu itu.

"tidak. Mungkin juga iya"

"apa kau berharap dia melihatnya?" tanya clara

Andre menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"lalu apa kau ingin aku melihatnya tadi?"

"aku tidak berharap kau melihatnya karena itu kekerasan, tapi aku tidak mungkin menahan diri untuk tidak memukulnya saat itu juga. Clara, lupakan hal tadi. Anggap saja yang tadi itu tidak pernah terjadi"

Mereka kembali bersenang-senang di pantai tanpa memperdulikan tatapan orang yang mengetahui kejadian tadi. Jika andre yang memukul saja acuh, maka ia juga harus acuh.

Matahari sudah semakin panas saat perut mereka sudah berteriak meminta untuk di isi.

Pantai itu cukup terkenal dengan fasilitas lengkap. Terdapat sebuah restoran yang berada di area pantai itu. Mereka makan siang dan kembali ke hotel. Malam hari mereka harus pergi mengunjungi ilham untuk kembali mendekatkan junior pada clara.

Di rumah, meri sedang bersantai di halaman belakang rumah dengan cemilan sore. Ilham sedang sibuk di ruang kerjanya melakukan pemeriksaan pada berkas laporan keuangan yang sudah beberapa hari menunggunya.

Sementara itu junior masih sibuk dengan buku-buku bacaannya. Ia hampir seharian hanya berdiam diri di kamar bersama tumpukan buku-buku dan komputernya.

"nyonya, apa mau saya buatkan sesuatu?"

"tidak perlu, bibi bisa bantu aku ke apotek? Belikan test pack serta obat pelancar haid"

Sudah terlambat tiga hari. Sebelumnya ia selalu tepat waktu saat haid, tapi telat tiga hari belum membuatnya memikirkan bahwa ia sedang hamil. Hanya berjaga-jaga jika seminggu ke depan ia masih tidak kunjung menstruasi.

"baik nyonya tapi.."

Meri merogoh sakunya tapi ia tidak mendapatkan selembar uangpun. Ia terpaksa harus masuk ke kamar untuk mengambilnya.

"ilham, apa kau punya uang cash? Uang di dompetku habis"

Senyum mempesona terpancar nyata di wajah ilham. Ini juga pertama kalinya meri meminta uang padanya. Jika meri hanya tidak memiliki uang cash, ia bisa saja meminta pembantunya menggunakan kartu kredit atau debitnya tapi istrinya lebih memilih meminta uang kepadanya.

Mungkin hal ini baru terjadi padanya. Seorang suami yang begitu senang jika istrinya meminta uang itu sangat langka. Kebanyakan suami mungkin akan menghela nafas panjang dalam situasi ini.

Meri bukan tidak tahu. Ia hanya belajar mulai saat ini untuk bergantung pada suaminya. Dengan gajinya ia bisa hidup senang dan mencukupi kebutuhan junior, tapi bergantung pada suami menandakan bahwa ia menghormatinya sebagai pria yang seharusnya mendominasi kehidupannya.

Lagipula, apa gunanya ia memiliki suami kaya raya jika uang seratus ribu bahkan tidak pernah ia pinta.

"kemarilah" ilham memanggil meri yang hanya menunjukkan kepalanya saja dari balik pintu.

Meri mendekat memenuhi panggilan suaminya.

"apa kau memerlukan sesuatu? Kau ingin aku membelikanmu?"

"tidak perlu. Di rumah ini banyak asisten rumah tangga. Kau hanya perlu memberiku uang saja. Apotek sangat dekat dan tidak terdapat mesin ATM sekitar sini. Jadi berikan aku secukupnya" pinta meri menyodorkan tangan kanannya.

"mendekatlah" ilham menarik meri duduk di pangkuannya.

Tangannya melingkar di pinggang ramping itu sementara meri melingkarlan tangannya di leher suaminya.

"apa perutmu masih sakit?" tanya ilham penuh perhatian.

"tidak lagi"

"lalu obat apa yang ingin kau beli?"

"kau bertanya karena perhatian atau karena kau ingin tahu setiap sen uangmu habis untuk apa?" tanya meri merasa tersinggung.

Ia tidak suka dengan pria yang perhitungan pada istri sendiri. Terlbeih pada suami yang selalu menanyakan uang mereka di pakai untuk membeli apa. Ia merasa pria seperti itu hanya menjadikan istrinya sebagai pembantu dan harus melaporkan setiap apa yang ia belanjakan.

Namun maksud ilham tentu tidak mengarah pada hal itu. Ia menghabiskan uang miliaran hanya untuk membangun istana bagi istrinya lalu mengapa ia harus pelit pada uang yang tidak seberapa. Ia bahkan menghamburkan uang untuk kesembuhan orang lain jadi mana mungkin ia perhitungan pada istrinya.

"aku hanya ingin tahu kau sakit apa hingga harus minum obat? Apa aku salah?" yang sebenarnya adalah ilham ingin memastikan meri haid atau hamil.

Jika itu testpack maka itu artinya kemungkinan ia akan menjadi ayah lagi, tapi jika itu pereda kram saat haid itu artinya ia masih harus bersabar.

"aku ingin membeli pelancar haid dan testpack" jawab meri polos.

Pikiran ilham menjadi keruh, dua bemda itu jelas berlawanan fungsi lalu mengapa di beli pada saat yang sama.