webnovel

Persiapan

Setelah memberikan salam penghormatan, Edelweiss beserta yang lainnya pergi meninggalkan ruangan untuk memenuhi perintah dari sang Pangeran.

Berbeda dari sebelumnya, tiap-tiap dari mereka saling memisahkan diri untuk mengoordinasi setiap keperluan yang dibutuhkan— para prajurit, bekal makanan, transportasi, dan lain sebagainya.

Dalam kasus ini, Edelweiss secara langsung memantau bagaimana jalannya pemasokan sumber daya berupa makanan yang akan dibawa, ia juga menghitung setiap barang dengan teliti agar tidak terjadi kesalahan fatal.

Alira yang tak sengaja melihat sepupunya berkeliling di sekitar barang logistik langsung menghampirinya takkala bagiannya sudah selesai.

"Sebanyak 62 kereta kuda telah disiapkan untuk menampung perbekalan, apakah itu cukup?"

"Menurutku sudah cukup, tapi mungkin perlu kita laporkan pada paman untuk amannya."

Sepertinya di tempat Edelweiss bertugas berjalan dengan sangat baik, sekarang mari kita pindah ke tempat lain. Di dekat gerbang masuk kota Techna yang diarahkan oleh Phillip agar memeriksa kondisi senjata proyektil juga langsung bergerak cepat.

Sebelum para insinyur itu memroteli seluruh meriam dan pelontar, Techna menyempatkan diri untuk memeriksakan kondisi fisik dari senjata-senjata itu satu persatu. Setelah ditelaah, ternyata ada beberapa bagian yang perlu mendapatkan penanganan khusus dari ahlinya ataupun dapat ditingkatkan performanya.

Bersama para insyinyur Maxima, Techna berusaha sebaik mungkin memperbaiki dan meningkatkan kekuatan dari senjata-senjata tersebut.

Beruntung, otak cemerlangnya masih mengingat jelas beberapa desain modifikasi alat-alat tempur yang dibuat oleh ayahnya. Dengan begitu, dirinya bisa langsung bekerja, sehingga waktu yang diperlukan pun dapat dipangkas.

Seperti yang Aden katakan sebelumnya, tidak ada opsi alternatif yang bisa diambil selain mempertahankan Floria. Itulah sebabnya, mereka semua yang diharapkan menjadi bantuan besar bagi para pasukan di garda depan tidak boleh melakukan kesalahan kecil apapun.

Tetapi, jauh di dalam benak Sang pemberi titah— Aden tak menginginkan pecahnya pertempuran walaupun mereka yang memulainya. Ia tahu betul perang tak akan menyisakan apapun kecuali tawa jahat pihak pemenang di atas penderitaan orang-orang yang tidak berdosa.

Ya, memang betul bahwa anggapan di atas tidak ada kaitannya pada situasi ini. Dalam arti kata, Firmus melawan bukan atas kemauannya, melainkan terpaksa mempertahankan wilayah serta melindungi nyawa rakyat yang tidak tahu apa-apa.

Lagipula, jika mereka tidak melawan balik segala macam krisis dapat menghampiri Firmus, membuat kestabilan dan kemakmuran kerajaan ini jadi sirna.

Beberapa jam kemudian, segala keperluan yang telah mereka persiapkan akhirnya dapat terselesaikan dengan baik— kini hanya tinggal menunggu waktu keberangkatan saja yaitu pada malam hari.

Untuk memanfaatkan jarak waktu yang masih lapang sedikit, beberapa prajurit elite beserta keluarga kerajaan mengadakan rapat strategi sebentar di depan pos penjaga, sekaligus melakukan pembagian kapten di tiap pasukan.

Sebagai sosok yang berperan sebagai jenderal tertinggi Firmus, William membuat sebuah asumsi mengenai keadaan Floria saat ini berdasarkan maklumat terbaru.

Ia berpendapat, Romawi Timur mungkin sudah melakukan pengepungan terhadap Floria berhari-hari sebelum permintaan bantuan terkirim ke penjuru kerajaan.

Walaupun dilengkapi pertahanan proyektil berupa catapult, meriam serta menara pemanah, tidak menutup kemungkinan kalau Floria saat ini sudah dikuasai.

"Jadi, apa yang harus kita lakukan? Kita tak mungkin menghancurkan kota dengan meriam jika warga sipil masih terjebak di sana."

"Itu benar, Putriku. Namun, beberapa dari kita bisa memanfaatkan jalan rahasia untuk menyergap lawan."

William mengambil sepotong kertas tua besar yang sudah dilipat-lipat dari saku bajunya, kemudian ia bentangkan sehingga nampaklah denah wilayah kota Floria. Tindakannya itu persis seperti yang dilakukan putra bungsunya pagi tadi.

"Kalian perhatikan gambar bebatuan ini," ujarnya sembari menunjuk pada sebuah simbol di dekat gambar hutan, "Ini adalah pintu masuk menuju terowongan rahasia yang menghubungkan kamar tidur bangsawan ke luar kota, kita bisa memanfaatkannya untuk masuk tanpa diketahui Bizantium."

Hampir semua orang yang mengikuti rapat kecil itu dibuat tercengang dengan fitur tersebut, tak ada yang tahu bahwa Floria memiliki rute pelarian seperti itu. Bahkan, fakta kalau fasilitas itu juga tersedia di seluruh penjuru kota milik kerajaan Firmus semakin membuat mereka tercengang.

William menaruh tatapannya pada prajurit yang dipercayainya. "Nozra, aku ingin kau pergi lebih dulu bersama pasukan kavaleri, dan lihat situasi di sana. Beritahu pada mereka agar mengirim beberapa pasukan untuk menyusup!"

"Laksanakan, Tuan!" Respon Nozra tanpa keraguan sedikitpun. Kemudian, ia pergi meninggalkan rapat lalu memimpin para prajurit berkuda.

Rentetan derap langkah puluhan kuda terdengar begitu kencang selama beberapa menit, rasanya mustahil jika ada masyarakat Maxima yang tidak mendengarnya. Takkala suasana menjadi hening kembali, tibalah masanya bagi William beserta sisa prajurit lainnya untuk bertolak.

Semua kesatria elite menuju ke regu mereka masing-masing sembari bersiap menunggu titah jalan, pun termasuk Techna yang memutuskan bergabung di kelompok mesin pelontar proyektil.

Saat kakak-beradik Vorwister bersiap-siap takkala mendapati semua orang akan beranjak, paman mereka membentangkan lengan kanannya selebar mungkin seraya menggeleng— memberi isyarat bahwa mereka berdua tidak boleh terjun langsung ke medan pertempuran.

Tentu saja keputusan yang william ambil secara sepihak itu mendapatkan respon negatif dari para keponakannya, khususnya Aden yang sedari tadi terus-menerus memprotes. Bahkan, perdebatan sengit mereka disaksikan seluruh prajurit yang sudah siap berangkat.

"Di mana harga diriku sebagai pangeran jika aku hanya berdiam diri di sini sedangkan teman-temanku berjuang mati-matian untuk Firmus!" Pada titik ini, ia sudah tak dapat menahan rasa kesalnya sehingga keluarlah emosi yang meledak-ledak.

"Apakah Anda tahu apa artinya kalau seorang pangeran berbakat seperti Anda mati konyol dalam peperangan ini? Itu artinya kami semua dalam kesulitan yang luar biasa!"

Sebuah serangan berupa sentakan balik sontak membuat sang Pangeran terdiam seketika, sepertinya dia sudah membuat pamannya benar-benar marah atas keegoisannya.

"Dengar, bukankah kalian tahu bahwa Baginda Raja akan segera turun takhta? Jika itu terjadi sedangkan para penerusnya malah tewas, maka bukan tidak mungkin pemberontakan akan muncul!"

William menghembuskan napasnya dengan berat, ia sadar bahwa seharusnya tak boleh membuang-buang waktu dengan berdebat seperti ini. Saat dirinya berbalik, dia memerintahkan beberapa prajurit yang ada di depannya agar mengunci rapat-rapat kedua anak raja itu di dalam kamar mereka.

Hal tersebut tentu saja membuat semua orang yang mendengarnya menjadi kaget, tak terkecuali mereka yang mendapatkan perintah. Akan tetapi, para serdadu berpangkat rendah itu tetap melaksanakannya walau penuh keraguan setelah atasan mereka membentak.

Mendapati bahwa para prajurit itu mendekat dan memegangi tangan mereka, baik Aden maupun Edelweiss sama-sama berusaha melepaskan cengkramannya dengan sekuat tenaga. Namun sayangnya, tenaga yang mereka keluarkan tak cukup kuat mengimbanginya, sehingga dibawalah kedua anak raja ini menuju rumah besar keluarga cabang Vorwister.