webnovel

Internal Zone

Kehidupan setelah perang dunia ke empat benar-benar meninggalkan kenangan buruk bagi seorang anak kecil yang menderita Amnesia Disosiatif bernama Yuri. Bersama Ibu angkatnya Lousiana Matthew, mereka mencoba membuka satu per satu tabir yang akhirnya bendera putih pun dikibarkan dan menanggalkan kenangan masa lalu untuk dikubur selamanya. Bersama ke empat saudara angkatnya, Yuri saat ini menikmati kehidupan barunya di tempat penampungan yang dikelola oleh Ibu angkatnya tersebut. Dengan penetapan zona yang dilakukan pemerintah dan mengakibatkan konflik yang sering terjadi dan menjadi pemicu potongan-potongan kecil ingatan yang mulai kembali. Yuri mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu.

Redi_Indra_Yudha · Sci-fi
Not enough ratings
50 Chs

Prolog - Yuri's Past

Pada tahun 2243 perang dunia ke empat terjadi. Banyak korban yang berjatuhan dan hampir setengah populasi hilang pada tahun yang bersangkutan, terlebih di kota yang ditinggali oleh Yuri. Adanya serangan mendadak dan tidak adanya antisipasi dari pemerintah setempat menjadi salah satu faktor utama sehingga jumlah korban yang berjatuhan dan meninggal dunia semakin bertambah jumlahnya setiap hari.

******

******

Seorang wanita yang kehilangan anggota keluarganya bertemu dengan seorang anak kecil berusia tujuh tahun yang bernama Yuri. Wanita tersebut menemukan Yuri terbaring lemah disebuah gang kecil yang hampir berdekatan dengan perbatasan zona kuning dan zona merah (pembatasan pada masa saat Yuri telah besar dan ibu angkatnya menjadi salah satu penanggung jawab tempat penampungan mereka).

"Mengapa kau disini? Keluargamu dimana?" tanya wanita tersebut.

Yuri kecil pun hanya bisa terdiam membisu dengan kondisi tubuh yang kotor, pakaiannya juga berantakan, dan tubuh yang kedinginan. Sehingga, pada akhirnya Yuri hanya dapat memberikan tatapan kosong tanpa mampu menjawab pertanyaan yang ia sendiri belum tentu dapat menjawabnya.

Wanita tersebut setiap harinya selalu berjalan ke berbagai tempat yang menjadi pusat perkumpulan orang-orang seperti dirinya untuk mendapatkan informasi tentang keluarganya. Meskipun demikian, belum ada satupun informasi penting tentang keluarganya yang berhasil didapatkan.

"Apa kau baik-baik saja, anak kecil?" tanya wanita tersebut untuk kedua kalinya.

Wanita tersebut kemudian mendekati Yuri dan memberanikan diri untuk memeriksa kondisi Yuri yang saat itu sudah tidak mampu untuk berdiri lagi dikarenakan cukup lama Yuri tidak dapat beristirahat ditempat yang layak, maupun mendapatkan bantuan makanan yang cukup setelah kejadian di tempat Kapten yang menyelamatkannya.

"Tubuhmu dingin sekali, ayo ikut denganku," ajak wanita tersebut sembari menggenggam tangan Yuri untuk mengajaknya pergi dari tempat tersebut.

Yuri kecil pun tidak berpikiran yang jahat terhadap wanita tersebut. Semenjak ia mengalami amnesia dan trauma, serta kehilangan anggota keluarga baru (kapten yang menyelematkannya) ia tidak tahu harus berbuat apa lagi.

"Apa kau bisa berdiri?" tanya wanita tersebut karena Yuri tidak merespon akan genggaman tangannya.

Yuri pun hanya menggelengkan kepalanya saja meskipun harus dengan paksaan, karena Yuri benar-benar sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Melihat itu, wanita tersebut langsung berinisiatif mengangkat Yuri untuk menggendongnya.

"Apa kau tidak tahu keluargamu dimana, anak kecil?" tanya wanita itu lagi untuk memastikan identitas Yuri.

Yuri hanya membalasnya dengan menggelengkan kepala. Wanita itu pun merasa kasihan dan tidak ingin bertanya lebih lanjut. Sebab, ia merasakan hal yang sama dengan apa yang menimpa Yuri.

"Apabila kau tidak keberatan, jadilah anak angkatku sampai kau benar-benar menemukan keluargamu," ucap wanita tersebut sambil tersenyum ke arah Yuri.

"Oh ya, siapa namamu?" tanya wanita itu lagi karena lupa menanyakan nama Yuri.

"Yuri," jawab Yuri singkat.

"Baiklah, Yuri. Mulai sekarang kau menjadi anakku, dan kalau kau mau, kau boleh memanggilku ibu," ucap wanita itu lagi tanpa basa-basi.

Yuri hanya membalas ucapan wanita tersebut dengan anggukan kepala sekali lagi, meskipun ia tidak merasa dipaksa untuk menuruti kemauan wanita tersebut. Namun, tanpa Yuri sadari, air mata wanita itu pun menetes dikedua pipinya tanpa ia tahu maksud dari air mata tersebut.

"Terima kasih, ayo kita pulang ke rumahmu yang baru," ucap wanita tersebut tersenyum sambil melihat ke arah Yuri.

******

******

Perang dingin sudah berkali-kali terjadi dimana-mana, bahkan uji coba nuklir yang terbang meluncur dan melewati perbatasan setiap negara menjadi hal yang biasa untuk dilihat. Di satu titik, pada akhirnya badan persatuan dunia turun tangan untuk menghentikan aksi tersebut. Di dalam masing-masing negara yang terlibat perang dingin maupun di negara lain, aksi demo besar-besaran sudah sering terjadi dan menambah krisis tersendiri di dalam negara masing-masing.

Akibat kekacauan akibat perang tersebut, perekonomian anjlok, kelaparan dimana-mana, banyak orang tua kehilangan anak mereka dan sebaliknya, semakin meningkatnya tingkat kejahatan, menurunnya stabilitas keamanan dalam negeri. Selain itu, ada beberapa negara yang terpecah menjadi negara-negara kecil maupun negara-negara kecil yang bergabung untuk menjadi aliansi dan membentuk pemerintahan sementara untuk melindungi diri. Akses perbatasan, penggunaan teknologi, maupun jam malam pun akhirnya diberlakukan tanpa batas waktu yang ditentukan

******

******

"Kita telah sampai dirumahmu," ucap wanita tersebut.

Tempat tinggal wanita tersebut terbilang cukup sederhana dan belum terkena dampak dari perang yang terjadi, sehingga dapat dikatakan layak huni. Hal ini dikarenakan, aliran listrik dan suplai air bersih masih menyala meski tanpa tahu sampai kapan hal tersebut akan tetap mendukung kehidupan mereka, sebab belum adanya kabar bahwa perang akan berakhir dalam waktu dekat.

"Hanya kita berdua saja yang tinggal disini untuk sementara, ayo kita bersihkan dulu tubuhmu," ucap wanita tersebut sambil menuntun Yuri ke kamar mandi.

Setelah membersihkan tubuh dan menggantikan pakaian Yuri yang ternyata ukuran tubuhnya hampir sama dengan anaknya yang hilang dan belum ditemukan sampai sekarang, begitu pula dengan kabar suaminya yang belum pulang dari medan perang. Yuri pun dipersilahkan duduk dimeja makan sambil menunggu wanita tersebut memasak makanan untuknya.

"Ngomong-ngomong ... apa kau ingat sesuatu. Dimana kamu tinggal dan apa pekerjaan orang tuamu, atau apakah kau memiliki saudara?" tanya wanita tersebut sembari memasak makanan untuk Yuri.

"Aku tidak ingat," jawab Yuri singkat.

"Oh ... ya sudahlah, jangan dipaksakan. Kalau kau ingat sesuatu, katakan saja padaku ... tidak perlu takut," ucap wanita tersebut.

"Nah ... masakannya sudah siap, ibu hidangkan dulu ya, tunggu sebentar," ucap wanita tersebut.

Yuri pun makan dengan lahapnya, seakan-akan hampir berbulan-bulan ia belum makan apapun sebelum ditemukan oleh wanita tersebut. Beberapa kali Yuri tersedak karena makan dengan terburu-buru, sampai ibu angkatnya mengelus punggung Yuri dan memberikannya air minum untuk menghilangkan batuknya.

"Pelan-pelan saja, kalau kau lapar dan ingin makan lagi, beritahu saja ibu, biar ibu masak makanan yang lain," ucap ibu angkatnya.

"Uhhhuukkk ... Uhhhukkk," Yuri pun hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil terbatuk-batuk.

Ibu angkatnya pun hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku Yuri. Hal ini dikarenakan, Yuri mengingatkan ibu angkatnya tersebut dengan anaknya yang hilang. Setelah itu, Yuri pun melanjutkan makannya dengan lebih tenang.

******

******

Beberapa hari setelah perang terjadi keadaan masih belum terlalu pulih. Dimana-mana masih banyak terdapat reruntuhan bangunan, kendaraan yang hangus terbakar, bangunan-bangunan yang ambruk, orang-orang yang sibuk mencari daftar orang hilang ditempat penampungan, maupun pihak militer yang berjaga-jaga dengan memegang senjata lengkap dan kendaraan lapis baja berpatroli.

"Apa kau lelah, kita istrirahat saja dulu disana untuk sementara waktu, karena Ibu mau melihat daftar orang hilang di papan informasi," ucap wanita tersebut sembari menunjuk ke arah tempat penampungan.

"Tenang saja ibu, aku tidak apa-apa," balas Yuri yang akhirnya sudah mulai lancar untuk berkomunikasi dan menganggap wanita tersebut ibu angkatnya.

Mereka berdua pun berjalan ke arah tempat penampungan tersebut dimana telah banyak orang-orang yang sibuk memeriksa daftar nama-nama yang menjadi korban akibat perang yang dipajang oleh pihak militer.

"Aku tunggu disini saja ibu ... ibu pergi saja. Aku tidak akan kemana-mana," ucap Yuri melepas genggaman tangan ibu angkatnya tersebut.

"Baiklah, kau tunggu disini, agar ibu masih bisa melihat dirimu," ucap Ibu angkatnya tersebut.

"Baik, Ibu," jawab Yuri pendek.

Cukup lama ibu angkatnya melihat daftar orang hilang tersebut untuk memastikan apakah terdapat nama anaknya, dan tidak jarang ibu angkatnya selalu bertanya kepada prajurit yang ia temui untuk menanyakan kabar suaminya juga.

"Apa aku pernah melihat seragam ini sebelumnya? Tapi, dimana?" gumam Yuri yang seakan-akan mengalami de javu dengan melihat seragam prajurit yang ada di sekitarnya.

"Dimana? Arrgggghhhh," ucap Yuri sambil memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit karena berusaha mengingat suatu hal yang pernah ia sebelumnya.

"Kenapa dengan kepalaku ... rasanya sakit sekali. Padahal aku merasa baik-baik saja, dan tidak sedang sakit," gumam Yuri masih memegang kepalanya tersebut.

Tiba-tiba saja ada seorang prajurit berpapasan dengan dirinya dan berhenti untuk menanyakan keadaan Yuri, serta memberikannya air mineral yang ia bawa. Sembari menolak pemberian dari prajurit tersebut, Yuri masih berusaha mengingat sesuatu yang sudah yakin pernah ia lihat sebelumnya, karena di tempat penampungan tersebut banyak prajurit berseragam lengkap sehingga menarik perhatian Yuri.

"Kau tidak apa-apa anak kecil?" tanya prajurit tersebut.

"Terima kasih paman ... aku tidak apa-apa. Kepalaku hanya terasa sakit saja kok, mungkin karena aku kelelahan menemani ibu," ucap Yuri memberikan alasan lain agar tidak merepotkan siapapun, terlebih ibu angkatnya.

"Oh ... baiklah kalau begitu. Paman tinggal dulu ya, kalau ada apa-apa segera pergi ke tenda kesehatan," ucap prajurit tersebut dan segera melangkah pergi dari tempat Yuri.

Tempat penampungan tersebut sebenarnya adalah balai kota yang telah direnovasi untuk sementara waktu agar dapat digunakan oleh para warganya. Beberapa tempat telah dibongkar dan dibuat menjadi tenda-tenda pengungsian, dapur umum, pusat kesehatan umum sementara, dan sarana komunikasi umum semi permanen.

Balai kota itu sendiri sering digunakan hanya untuk pementasan karya seni maupun ajang-ajang bakat, serta konser yang bersifat indoor saja. Sehingga, pemerintah setempat memberikan instruksi untuk menggunakan balai kota tersebut sebagai tempat utama dalam memberikan pelayanan darurat kepada para warga masyarakat yang membutuhkan pertolongan, baik dari segi kesehatan, pasokan makanan, maupun informasi-informasi terkait keluarga mereka.

"Sakit sekali ... tapi sebenarnya aku pernah melihat seragam itu, arrgghhh," gumam Yuri sembari menahan sakit kepalanya.

"Ah ... sudahlah, lebih baik aku pikirkan hal lain saja daripada nanti akan menyusahkan ibu," gumam Yuri berusaha untuk menghilangkan rasa sakit dikepalanya.

Dari kejauhan Yuri bisa melihat ekspresi kesedihan dari raut wajah ibu angkatnya, sesekali ia terlihat menutup wajahnya seakan tidak percaya bahwa sampai hari ini keluarganya juga belum ada kabar berita sama sekali. Namun, segera ia menghapus kesedihannya itu dan mulai menghampiri Yuri yang berpura-pura sibuk melihat keadaan disekitarnya.

"Ayo Yuri, kita kembali ke rumah sebelum terlalu malam," ajak ibu angkatnya berusaha tersenyum meskipun masih ada sedikit sisa-sisa air mata dikedua matanya.

"Ibu tidak apa-apa," ucap Yuri mencoba untuk menarik jawaban dan perhatian ibu angkatnya tersebut.

"Ibu baik-baik saja kok, ayo kita pulang," ucap ibu angkatnya sembari menggenggam tangan Yuri.

"Baik, Ibu," balas Yuri singkat.

Sepanjang jalan menuju rumah mereka, Yuri dan ibu angkatnya tidak terlalu banyak bicara. Yuri tahu bahwa hari ini ibu angkatnya tidak mendapatkan hasil yang cukup memuaskan. Dan, seperti biasanya setiap pulang dari tempat penampungan tersebut, mereka berdua jarang sekali terlibat perbincangan dikarenakan situasi yang tidak bagus. Meskipun seringkali Yuri secara diam-diam melirik ke arah ibu angkatnya yang selalu berusaha menghapus air matanya untuk menutupi kesedihan yang dirasakan.

******

******

Tidak terasa sudah satu bulan penuh Yuri tinggal dengan ibu angkatnya, dan berkali-kali pergi ke tempat penampungan untuk mencari kabar keluarganya, dan itu semua belum juga membuahkan hasil yang positif. Sementara itu, kelihatannya perang akan berlanjut kembali. Sebab, pihak militer sedikit demi sedikit mulai berkurang jumlahnya untuk ditarik ke daerah perbatasan.

"Kapan kau berangkat?" tanya salah satu prajurit ke temannya.

"Besok, kalau kau?" ucap temannya.

"Menunggu instruksi berikutnya, karena proses administrasi dan laporannya sedang menunggu proses keputusan dari atasan pusat," jawab prajurit tersebut.

"Ohh ... ada benarnya juga," balas temannya.

"Apakah keadaan di perbatasan sudah semakin parah?" tanya prajurit tersebut.

"Kalau tidak demikian, mana mungkin hampir seluruh angkatan militer disiagakan, beberapa menit yang lalu aku baru menerima instruksi untuk segera bersiap hari ini," jelas temannya tersebut.

Mereka berdua sebenarnya sadar akan keberadaan Yuri, akan tetapi karena Yuri masih kecil dan dianggap tidak terlalu serius menanggapi perihal yang mereka bicarakan berdua, maka mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun, ekspresi yang ditampilkan oleh Yuri sungguh berbeda dari apa yang mereka berdua ekspektasikan dari diri Yuri.

"Ibu ... ini gawat," gumam Yuri setelah mendengar percakapan kedua prajurit tersebut.

Yuri pun hanya bisa terdiam dan merasa cemas akan perihal yang didengarnya dari dua orang prajurit yang mengobrol tadi. Ia pun seakan-akan tidak percaya, bahwa kehidupan normalnya akan berubah secepat ini. Ia pun ingin segera memberitahu ibu angkatnya, tapi ia juga tahu bahwa saat ini tidak mungkin dapat mengganggu ibu angkatnya tersebut yang masih mencari informasi terkait dengan keluarganya. Hal itu akan menambah beban pikiran ibu angkatnya saja.

Tidak berapa lama, Yuri pun memiliki kesempatan untuk memberitahu ibu angkatnya setelah Yuri melihat ibu angkatnya telah selesai mencari informasi dan sedang berjalan menuju dirinya.

"Ibu, apa sebaiknya kita pergi mencari tempat perlindungan dulu untuk sementara waktu," ucap Yuri saat ibu angkatnya kembali dari memeriksa daftar orang hilang atau pengumuman baru tentang identifikasi korban yang meninggal akibat perang tersebut.

"Ada apa, Yuri?" tanya ibu angkatnya heran dengan tingkah laku Yuri.

"Disini para paman-paman atau bibi-bibi prajurit sudah mulai bersiap untuk pergi, dan tadi aku mendengar bahwa musuh akan masuk ke perbatasan tidak jauh dari kota kita ini, Ibu," ucap Yuri berusaha menjelaskan apa yang ia dengar panjang lebar.

"Tapi, ibu belum mendengar apapun terkait himbauan seperti yang kau sampaikan dari pemerintah setempat," ucap ibu angkatnya berusaha menenangkan Yuri.

"Tapi, Ibu ... aku tidak berbohong, aku benar-benar mendengarnya," ucap Yuri mencoba berusaha kembali untuk membuat ibu angkatnya yakin dan percaya.

Ibu angkatnya pun hanya mengehela nafasnya pelan dan berusaha untuk tidak memperpanjang masalah ini, kalau apa yang disampaikan oleh Yuri tadi memang benar, lebih baik mereka bersiap. Karena ibunya memang sempat terpikirkan ketika pertama kali masuk ke balai kota yang direnovasi seminim mungkin tersebut untuk menjadi tempat penampungan dan dapur umum yang beroperasi mulai berkurang, tenaga medis dan prajurit militer yang bertugas untuk mengamankan tempat ini juga terbilang sedikit jumlahnya dari hari-hari sebelumnya.

"Pada hari sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan instruksi untuk mencabut jam malam, tapi tetap harus berhati-hati dan waspada. Tapi tidak tentang apa yang dikatakan oleh Yuri," gumam ibu angkatnya.

"Oh ... begitu rupanya. Baiklah, ayo kita pulang untuk bersiap-siap pergi menjauh sementara dari sini besok," ucap ibu angkatnya.

"Baik, Ibu," ucap Yuri sambil tersenyum senang karena ibu angkatnya percaya dengan apa yang ia katakan dan tidak berniat untuk berbohong.

******

******

Kabar berita tentang akan timbulnya perang kembali seperti yang telah Yuri dengar dari prajurit yang mengobrol didekatnya kelihatannya belum diumumkan oleh pemerintah setempat. Sebab, sebagian warga yang tinggal disekitar tempat ibu angkatnya mulai berani untuk keluar malam karena jam malam mulai dicabut dan hanya berisi himbauan.

"Ibu ... kenapa mereka merasa gembira, apa mereka tidak tahu musuh sudah mulai masuk ke perbatasan negara kita, dan jaraknya hanya beda dua kota saja dari kota kita?" tanya Yuri kepada ibu angkatnya yang masih membereskan beberapa pakaian dalam koper.

"Tadi sore ibu juga sudah berusaha memberitahukan kepada mereka, ada yang percaya dan langsung siap-siap untuk pergi dan mengungsi seperti kita, tapi sebagian lagi terutama remaja dan anak-anak muda malah mentertawakan orang tua mereka sendiri dan ibu, jadi tidak perlu kau pikirkan lagi, Yuri," ucap ibu angkatnya menjelaskan.

Setelah sesampainya di rumah, ibu angkatnya meluangkan waktu untuk pergi sebentar dengan Yuri ke para tetangganya untuk membicarakan hal-hal yang disampaikan oleh Yuri tapi telah direvisi kembali menurut versi ibu angkatnya, yang dikaitkan dengan pencabutan jam malam, dan tenaga medis serta prajurit di balai kota yang dijadikan tempat penampungan semakin hari semakin berkurang jumlah personilnya.

Dilain pihak sendiri, karena adanya pemberlakukan pembatasan dalam menggunakan sarana internet dan siaran berita yang dikhawatirkan akan malah memperburuk suasana dalam negeri, maka stasiun-stasiun televisi ditutup dan hanya siaran radio saja yang masih diperbolehkan dengan berbagai persyaratan tertentu dan khusus. Hal ini juga menjadi salah satu faktor pemberitahuan terkait serangan musuh yang akan terjadi bagi para warga tidak dapat disampaikan dengan baik.

"Tapi ibu, apa mereka akan baik-baik saja?" tanya Yuri polos.

"Tidak apa-apa, siapa tahu mereka telah mempersiapkan diri seperti kita. Lalu supaya tidak terlalu stres dan panik, mereka menghibur diri mereka sendiri," ucap ibu angkatnya sambil tersenyum kecil ke arah Yuri mendengar jawabannya.

"Tapi, tadi aku melihat ada yang bertengkar, tapi sepertinya mereka masih satu keluarga ... mengapa mereka sampai bertengkar seperti itu, Ibu," tanya Yuri lagi.

"Sudah hampir larut malam ... kau segera tidur sana. Karena, besok pagi-pagi kita akan pergi dari sini," ucap ibu angkatnya sambil mengelus kepala Yuri untuk menghentikan obrolan mereka.

"Baiklah Ibu, selamat malam," ucap Yuri sambil mengecup kening ibu angkatnya lalu pergi ke kamarnya.

Ibu angkatnya pun hanya tersenyum kecil melihat Yuri melangkah pergi menuju kamarnya, seakan-akan ia teringat akan anak laki-lakinya yang sampai sekarang belum ada kabar beritanya. Malam semakin larut dan hanya meninggalkan keheningan bagi sebagian orang, sementara kalangan muda berkumpul dan bersorak gembira dengan teman-temannya untuk merayakan tentang pencabutan jam malam oleh pemerintah.

******

Pagi pun tiba. Ibu angkatnya dan Yuri sendiri telah bersiap untuk meninggalkan rumah mereka untuk pergi ke tempat aman yang dimana akan mereka pikirkan sepanjang jalan. Sebab, mereka memang belum tahu mau pergi kemana.

"Apa ada yang tertinggal di dalam rumah, Yuri? Apakah kau sudah memeriksa semua keadaan di dalam rumah?" tanya ibu angkatnya untuk memastikan kembali.

"Sudah beres semua, Ibu," ucap Yuri.

Namun, saat mereka mulai bersiap melewati pagar rumah mereka, sebuah pesawat tempur tipe F-117 Nighthawk yang telah dimodifikasi supaya dapat terbang tanpa awak, dan dapat menyerang musuh di udara maupun didarat terbang melintas di atas mereka berdua. Sehingga, membuat orang-orang yang melihatnya panik dan merasa khawatir bahwa mereka akan menjadi korban selanjutnya.

* F-117 Nighthawk atau yang sering disebut sebagai pesawat siluman dibuat berdasarkan prototype insinyur Jerman pada masa Perang Dunia II, atau dapat disebut dengan istilah stealth aircraft yang dirancang untuk menyerap dan membelokkan radar menggunakan teknologi siluman sehingga lebih sulit untuk dideteksi.

"Ibu ... pesawat apa itu?" tanya Yuri sembari memegang kuat tangan ibu angkatnya.

"Yuri ... ayo kita cepat pergi dari sini ... kita pergi ke balai kota dulu, siapa tahu disana ada kendaraan yang dapat kita gunakan untuk segera dan secepat mungkin keluar dari kota ini," ucap ibu angkatnya.

"Baik, Ibu," balas Yuri singkat.

Mereka berdua segera pergi meninggalkan tempat tersebut dengan diikuti oleh beberapa orang tetangganya yang telah mempersiapkan diri mereka dari kemarin sore, sementara yang lainnya mulai sibuk mempersiapkan diri mereka untuk segera pergi dari tempat tersebut setelah melihat apa yang melintas tepat di atas mereka dengan ketakutan yang luar biasa.

"Semoga saja kita berhasil dengan selamat untuk dapat melewati hari ini dan menikmati hari esok apapun hasilnya, Yuri," gumam ibu angkatnya.

Pagi yang indah dan patut untuk dinikmati dan disyukuri akhirnya berubah menjadi kekacauan dan menebarkan aura kecemasan bagi seluruh warga kota yang berusaha untuk bertahan hidup. Yuri dan Ibu angkatnya hanya sebagian kecil dari sekelompok manusia yang ingin bertahan dalam kondisi yang sewaktu-waktu dapat membahayakan jiwa mereka.

"Ibu akan selalu melindungimu apapun yang terjadi, Yuri," gumam Ibu angkatnya.

Jangan lupa untuk like, comment, rate, dan share jika anda suka dengan cerita ini. Terima kasih banyak.

Redi_Indra_Yudhacreators' thoughts