webnovel

Inggrid Shit List

Warning!!! Rate M untuk adegan dewasa dan kata-kata kasar. Volume 1-2 Jika membuat Inggrid jatuh cinta sama artinya dengan kemenangan terbesar dalam hidupnya. It's okay, Mika akan membuat wanita tidak peka itu jatuh cinta padanya dan setelah itu CAMPAKKAN! Volume 3-4 Pengalaman ditolak oleh cinta pertama membuat Hellen trauma untuk jatuh cinta dan pekerjaannya sebagai editor membuatnya semakin sibuk untuk sekedar keluar minum kopi dengan lawa jenisnya. Tapi siapa sangka jika keputusannya untuk pergi ke pesta ulang tahun teman kantor membuatnya bertemu dengan seorang dokter mesum bernama Arka Bagaskara! "Kau mau minum apa?" "Susu kalau boleh?" "Baiklah," "Dari sumbernya langsung?" Ya, ketidak beruntungan Hellen karena dia harus terperangkap dengan sosok dokter mesum tapi tampan.

Yuni_Saussay · Urban
Not enough ratings
206 Chs

21 Terkapar

Selama dua hari kemarin suasana kantor begitu tenang dan nyaman, sama sekali tidak ada ketegangan yang membuat kepala pusing. Tahu kenapa? Karena ketua redaktur absen dari pekerjaannya selama dua hari itu. Dan tidak ada seorang pun yang tahu kenapa dan di mana ketua redaksi saat ini berada.

Tapi untuk hari ini, keabsenan ketua redaksi malah menjadi bencana. Semua orang sedang duduk tegang, pencetakan naskah terancam diundur karena tim produksi belum menerima surat perintah dari ketua redaksi.

"Ini benar-benar gila! Tim produksi tidak akan melakukan percetakan sebelum mendapat surat perintah dari ketua redaksi!"

Inggrid bersama semua editor fiksi tengah membentuk suatu kubu diskusi, di sana juga hadir wakil ketua redaksi.

"Ada yang sudah mencoba menghubungi Pak Mika?" tanya Doni pada salah satu anggota diskusi di sana dan dengan serempak semua orang menggeleng. "Coba hubungi dulu," ia kembali memberi saran.

"Biar aku coba," ujar Kuncoro, semua orang dibuat tegang saat ini.

Walaupun ada wakil ketua redaksi, tetap saja posisi itu tidak membantu karena Mika lah yang mengendalikan semuanya. Orang suci itu akan mengamuk kalau tim produksi melakukan percetakan tanpa menunggu konfirmasi darinya terlebih dahulu walau sudah mendapat persetujuan dari wakil ketua redaksi.

"Nomornya tidak aktif." Kuncoro memberi tahu, semua orang mendesah kecewa.

"Kita harus menunggu," saran Feby yang justru dihujam tatapan membunuh dari semua orang.

"Ini sudah 3 hari! Memangnya mau menunggu sampai kapan?" sahut salah satu dari mereka.

"Apa ada salah satu dari kalian yang mengetahui rumah Pak Mika? Kita perlu mengutus orang pergi ke rumahnya untuk membawa berkas-berkas kantor."

Ide bagus, Kuncoro. Inggrid menggeram. Ia baru saja akan menyelinap pergi sampai si menyebalkan Anggi menarik bajunya. "Aku punya orang itu, kunci masalah kita semua." ujarnya dengan senyum paling bahagia kemudian mendorong Inggrid ketengah-tengah kerumunan. "Maaf, sayang. Kali ini kau harus sedikit menurunkan egomu demi eksistensi penerbitan."

Inggrid baru saja akan melayangkan aksi protesnya sampai suara wakil ketua redaksi kembali menyela, "Yap, sudah diputuskan. Inggrid akan mengecek Pak Mika ke rumahnya seraya membawa berkas kantor untuk ditandatangani. Rapat selesai dan bubar!"

Oh, tidak! Inggrid melotot tak percaya.

"Tunggu, kalian tidak bisa melakukan ini padaku terlebih lagi aku belum setuju untuk-"

"Shut up, Inggrid. Kami akan mentraktirmu bergantian, puas?" sungut semua orang.

Mulut Inggrid langsung terkatup dan senyum lebar lekas terbit di bibirnya. "Aku akan berusaha semampuku!" ucapnya. Inggrid menghitung dalam hati, 1, 2, 3, .... ada sekitar 15 editor divisi fiksi dan itu artinya ia akan mendapat makan gratis selama 15 hari. Oke, setidaknya itu sepadan dengan tugas berat yang diembankan padanya.

....

Jika kalian melihat seorang pria yang sedang bergelung di atas ranjang yang seprainya belum diganti sejak 3 hari lalu, maka itu Mika. Pencahayaan yang redup, baju-baju kotor dan sampah makanan tersebar di lantai kamar sama sekali tidak membuat Mika terusik atau setidaknya ingin kabur dari kamar terkutuknya itu.

"Semua ini gara-gara Inggrid!" umpat Mika.

Jika kalian membayangkan Mika dan Inggrid menghabiskan malam panas mereka, maka kalian sangat salah besar karena apa yang Mika alami waktu itu hanyalah mimpi. Ya, mimpi basah sialan! Mika menyadari kalau semua itu hanyalah sebuah mimpi ketika tubuhnya terjatuh dari atas ranjang. Dan untuk meredam ketegangan seksualnya saat itu, Mika harus berendam selama 2 jam, pada jam 2 malam. Dan beginilah akhir dari kisahnya, ia terkapar tak berdaya dengan suhu tubuh yang tinggi. Tolong, jangan tertawa karena itu akan menyinggung dan melukai harga diri Mika.

"Oh, Tuhan ... kapan Atha dan juga Mama pulang dari acara liburan mereka?" Mika mengerang sebal karena saat ia bangun dengan demam tinggi, ia justru menemukan note bodoh yang ditulis oleh kakaknya kalau mereka sedang pergi ke negara tetangga untuk menemui sang Papa.

Dok... dok... dok...

Tubuh Mika berjengit saat mendengar pintu balkonnya diketuk oleh seseorang.

"Mika kau ada di dalam?"

Itu Inggrid. Mika mendengus, ia kemudian mengambil bantal untuk menutupi telinganya. Ia sedang marah pada wanita itu oke? Kalau Inggrid tidak datang ke dalam mimpinya, maka dia tidak akan menjadi sampah seperti sekarang ini.

Dok... dok... dok...

Lagi, pintunya kembali diketuk dan kali ini ketukannya jauh lebih keras dari sebelumnya. Sial, apa maunya wanita tidak peka itu? Mika menyingkap bed cover menggunakan seperempat hatinya kemudian ia berjalan menuju pintu balkon dan membukanya.

"Apa?"

Inggrid tertegun di tempatnya saat melihat sosok tetangga sucinya yang terlihat— Errr ... berantakan.

"Aku mengetuk pintu depan tapi tidak ada yang membukakan, aku kira tidak ada orang, tapi kemudian aku melihat mobilmu ada di halaman dan itu artinya kau ada di rumah. Apa yang terjadi padamu?" Inggrid mengamati penampilan Mika sekali lagi.

Mika memutar bola matanya sebal. Demi dewa langit, ia tidak akan sudi menceritakan bagaimana ia berubah menjadi sampah seperti ini pada Inggrid.

"Kau sakit?"

Ya, dan semua ini gara-gara kau yang berbuat tidak senonoh padaku di dalam mimpi!

Inggrid masih berceloteh namun semua ocehannya itu sama sekali tidak digubris, pria itu justru menyeret kakinya kembali menuju ranjang dan menumbangkan diri di sana. "Kemana Ibu dan kakakmu?" ia kembali bertanya karena menyerah bukanlah sifatnya.

"Pergi menemui Ayah ke Aussie."

Inggrid melebarkan matanya, "Sejak kapan?"

"Tiga hari lalu."

"Dan kau sakit sejak kapan?"

"Tiga hari lalu. Mereka tidak tahu kalau aku sakit,"

Hening.

Mika kembali membuka matanya dan seperti yang ia duga bahwa Inggrid tidak lagi ada di dalam kamarnya. Apa yang Mika harapkan dari wanita paling tidak peka di dunia? Tentu saja tidak ada! Inggrid pasti kembali ke rumahnya dan bisa Mika bayangkan kalau saat ini Inggrid sedang menertawakan-

"Aw. Panas!" Mika mengumpat saat sebuah handuk panas jatuh tepat di atas keningnya. "Kau masih di sini?" tanya Mika heran.

Inggrid memutar bola matanya, "Benar, seharusnya aku pulang dan tidur. Tapi sialnya rasa kemanusiaanku tidak mengizinkan hal itu. Kalau kau mati, lalu siapa yang akan membuatku sakit kepala?" ejek Inggrid namun entah kenapa di telinga Mika justru seperti ungkapan perhatian secara tidak langsung. "Seharusnya kau memberitahuku kalau kau sakit, semua orang di kantor mencemaskanmu, bodoh!"

Orang kantor atau kau yang sebenarnya mencemaskanku?

"Kau yang menyuruhku untuk tidak bicara lagi padamu. Ingat?" sindir Mika. Ia tersenyum saat melihat Inggrid memanyunkan bibirnya.

Oh, Tuhan ... bibir itu yang mencumbuku dalam mimpi.

"Kau sudah makan dan minum obat?" tanya Inggrid setelah memeras handuk yang sudah ia celupkan di air hangat kemudian meletakkannya di atas kening Mika.

"Kalau keripik kentang termasuk makanan pokok, ya, Inggrid, aku sudah menghabiskan 10 bungkus keripik kentang dalam 3 hari ini."

Inggrid mendengus seraya menatap ke sekeliling kamar Mika. "Serius, Mika? Kau sakit dan justru memakan sampah-sampah itu?" omelnya seraya memunguti sampah keripik dan juga baju-baju kotor Mika dan membawanya ke luar.

Setelah membuang sampah dan juga memasukkan baju kotor ke mesin cuci, kini Inggrid sedang berdiri di depan lemari es. Di dalam sana ada banyak sekali bahan makanan yang tersedia. Sayur, telur, daging, tahu, dan masih banyak lagi. Baiklah, mari kita lihat apa yang bisa Inggrid buat.

"Wow, tante Maya punya kompor yang keren," decak Inggrid seraya meletakkan panci di atas kompor yang permukaannya sama rata dengan marmer kitchen island. "Oke, aku hanya perlu menambahkan kaldu ayam, potongan wortel dan seledri serta penyedap rasa kedalamnya kemudian diaduk-aduk sampai menjadi bubur."

Selagi menunggu buburnya jadi, Inggrid kembali disibukkan dengan dentingan mesin cuci. Ia mengeluarkan pakaian dari dalam sana setelah melalui proses bilas dan pengeringan.

"Sial, kenapa aku harus peduli pada orang suci itu. Lihat, aku sudah seperti pembantunya saja!" keluh Inggrid seraya membawa keranjang pakaian itu ke halaman belakang dan menjemurnya. "Tapi kalau aku tidak membantunya, dia bisa mati. Dan kalau dia mati maka akan ada polisi yang mengetuk rumahku. Kami bertetangga, kamar kami juga bersebelahan, belum lagi aku selalu terlibat cekcok dengannya di kantor, dan sekarang keluarganya tidak ada. Bagus, aku akan dijadikan tersangka utama kalau dia mati nanti."

Setelah semua baju sudah terjemur, Inggrid lekas kembali ke dapur dan wow, ada bau tidak sedap yang menyambangi indra penciumnya.

"Shit, gosong!" Ia segera mematikan kompor.

"Masa bodo, lagipula Mika tidak akan mati hanya karena makan bubur gosong kan?" Inggrid kembali bermonolog seraya mengangkat panci itu dan menuangkan material di dalamnya ke dalam mangkuk.

Inggrid juga tidak lupa untuk mengambil obat penurun panas dari kotak obat yang ada di atas lemari es, juga air mineral tentu saja.

"Dari mana saja?" tanya Mika saat Inggrid masuk ke dalam kamarnya setelah menghilang cukup lama. Ada nampan yang wanita itu bawa. Mika tidak bisa untuk tidak tersenyum sekarang. "Kau memasak untukku?"

"Hm," gumam Inggrid dan senyum Mika semakin melebar. "Jangan senang dulu, semua ini tidak gratis. Kau harus membayar jasaku suatu hari nanti."

Inggrid meletakkan nampan di atas kasur yang disambut suka cita oleh Mika. Pria itu lekas menyendok bubur dan memasukkannya ke dalam mulut. "Pffft ...." Mika tersedak. Rasa buburnya sangat aneh.

'Sebenarnya Inggrid bisa memasak atau tidak? Tapi— dia membuatkan ini karena dia mengkhawatirkanku, jadi bagaimanapun aku harus menghargai usahanya.'

Inggrid meringis, ia segera menyodorkan air minum pada bosanya itu. "Tidak enak yah? Kalau begitu tidak usah-"

"Rasanya sedikit aneh. Tapi tidak apa-apa karena aku pernah memakan masakan Atha yang jauh lebih aneh dari ini." Mika memberi tahu seraya menyendok kembali bubur buatan Inggrid ke dalam mulutnya.

Inggrid melihat adegan makan itu cukup ngeri. Mika terlihat lahap, entah itu karena dia sudah lama tidak makan atau memang karena indra penyecapnya yang sedang bermasalah. Inggrid hanya berharap semoga Mika tidak benar-benar mati karena menghabiskan bubur gosongnya itu.

"Minum obatnya kemudian lekas istirahat." ujar Inggrid setelah Mika selesai makan, ia menyodorkan satu kapsul obat penurun panas beserta air minum.

"Trims." ucap Mika kemudian merebahkan tubuhnya dan menutup mata. Sebelum kesadarannya benar-benar diculik oleh efek samping obat, Mika kembali mendengar suara Inggrid di dekat telinganya. "Lekas sembuh, orang suci."