webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

twenty nine•Awal DN

Hari ini tepat dimana sekolah Venus akan merayakan hari jadi yang ke-60 tahun. Ini memang bukan puncak dari acara DN, melainkan hari ini merupakan hari pertama dibukanya acara DN SMA tersebut.

Hari ini hari pertama DN dilaksanakan. Hari ini juga merupakan hari pertama berbagai lomba diadakan. Lomba pertama yang akan diadakan sesuai dengan hasil rapat yang telah OSIS putuskan adalah lomba panah antar kelas. Para perwakilan dari masing-masing kelas sudah berkumpul di lapangan. Mereka tengah mencoba busur panah mereka ke arah papan panah untuk memastikan apakah busur panah mereka ada yang cacat atau tidak.

"Ven lo jadi panitia lomba ya?" tanya Zara karena tadi ia tak sengaja melihat Venus memakai kartu yang dikalungkan di lehernya dengan tulisan panitia beserta namanya di bawah.

"Iya Zar," jawab Venus.

"Kok lo mau sih jadi panitia? Ribet tau nggak jadi panitia itu, harus urusin ini itu. Belum lagi nanti kalau dimarahin cuma gara-gara ada kesalahan yang nggak seberapa," ujar Zara.

"Udah resiko Zar. Lagian ini juga udah tugas sebagai ketua OSIS, jadi mau nggak mau harus mau." Jelas Venus.

"Lo nggak capek gitu Ven jadi panitia terus tiap tahu," sahut Nada.

"Nggak! Selama dinikmati dan nggak mengeluh ya nggak capek sih," jawab Venus kembali.

"Gue salut sama lo Ven. Udah pinter, cantik, kaya, rendah hati, bisa ngurus semua pekerjaan lagi." Puji Arva.

"Nggak usah gitu Va. Itu berlebihan namanya, yang namanya sempurna itu hanya punya Tuhan. Kita semua nggak ada apa-apanya," ujar Venus merasa pujian Arva berlebihan.

"Jangan merendah untuk sesuatu hal deh Ven. Kita semua tahu kalau lo itu sempurna pakai banget malahan." Puji Nada tak kalah dengan pujian Arva.

"Terserah kalian lah. Selama nggak melanggar sesuatu nggak apa-apa kok. Lagian pandangan orang kan beda-beda," ucap Venus.

"Nih anak kenapa sih ya otak encer tapi serakah banget jadi orang," sindir Zara.

"Maksud lo dengan kata 'serakah'?" Tanya Nada tak mengerti.

"Gue juga nggak ngerti," sahut Arva.

"Zar! Lo bukan sahabat yang munafik kan?" tanya Nada dengan nada memastikan.

"Maksud lo?" tanya Zara tak mengerti.

"Maksud gue lo bukan sahabat yang munafik, yang nusuk kita dari belakang kan. Terus kalau nggak kenapa lo bilang Venus serakah?" Skakmat Nada.

"Gue bilang serakah itu karena dia nggak mau bagi otak encer nya sama kita. Kita kan juga kau ya dibagi otak encer nya Venus," jawab Zara meluruskan.

"Maksud lo? Lo mau dibagi otak nya Venus?" tanya Arva memastikan.

"Iyalah. Emang apa lagi?" jawab Zara.

"Syukurlah! Gue kira lo mau jadi sahabat yang munafik Zar. Kaget gue, sampai jantung gue mau keluar." Nada mengelus dadanya lega.

"Lo sih belum-belum mikirnya udah aneh-aneh. Lagian mana mungkin gue jadi sahabat munafik kayak yang di film-film," ujar Zara membulatkan matanya.

"Ya siapa tahu lah Zar. Zaman sekarang itu nggak ada sesuatu yang mustahil. Bahkan sesuatu yang kelihatannya sangat mustahil untuk didapatkan aja malah mudah didapatkan." Pungkas Nada.

"Iya Zar. Zaman sekarang itu semuanya serba ngeri," sahut Arva.

"Lo aja yang ngeri. Gue mah nggak mau." Timpal Zara.

"Jahat lo Zar sama gue," ujar Arva memajukan bibirnya yang sudah seperti kulit bebek.

"Kenapa mulut lo? Mau lo mirip-miripin sama bebek? Iya?" Nada berkata sangat menohok.

"Kenapa sih kalian jahat banget sama gue? Emang salah gue ke kalian apa?" Sentak Nada.

"Perlu gue jawab?" tanya Nada dengan nada menjengkelkan.

"Ya perlu lah. Gue tanya ya kalian wajib jawab. Terus kalau nggak jawab, apa gunanya gue tanya sama kalian berdua." Gertak Nada.

"Ok gue jawab. Yang pertama kenapa kita jahat sama lo, jawabannya adalah karena emang lo pantes dijahatin. Terus pertanyaan yang kedua, apa salah lo ke kita? Jawabannya sangat banyak," jawab Arva membuat Nada semakin memajukan bibirnya.

"Fiks lo berdua calon musuh gue." Ucap Nada lalu pergi meninggalkan Zara dan Arva.

"Adek lo kenapa sih Va? Aneh banget. Marah-marah nggak jelas lagi." Kata Zara.

"Mana gue tahu. Lagian kalau gue punya adek kayak dia, udah gue buang ke hot depan rumah gue tuh baru pertama lahir. Daripada menambah beban pikiran gue." Tolak Arva.

Dimanakah Venus ketika perdebatan mereka terjadi? Ya, Venus memang sudah pergi sejak tadi. Ia pergi ke lapangan untuk mengurusi lomba panah antar kelas. Venus sudah duduk di bangku panitia dengan meja berisi kan air putih botol tanggung dan sekotak jajan.

"Ven!" Panggil Titan.

"Iya. Ada apa tan? Ada masalah?" tanya Venus.

"Nggak kok! Tadi gue nyariin lo, tapi nggak ketemu lo," ujar Titan duduk di samping Venus.

"Oh," jawab Venus membulatkan mulutnya.

"Oh iya sampek lupa gue," ucap Titan setelah mengingat apa yang dia lupakan sejak tadi.

"Ada apa Tan?" tanya Venus.

"Ini, tadi Aldrich titip buat lo," ujar Titan memberikan kotak kecil berwarna pink muda dengan tali berwarna hitam.

"Buat?" tanya Venus tak percaya.

"Ya buat lo lah, masa buat gue sih. Kalau buat gue ya udah gue makan dari tadi, kocak banget sih lo," sindir Titan manis.

"Makasih Tan," balas Venus senang.

"Tapi Aldrich ngasih ini dalam rangka apa Tan? Ulang tahun? Apa dalam rangka yang lain?" tanya Venus menatap kotak itu.

"Oh. Itu, dia ngasih dalam rangka katanya dia terima kasih sama lo. Karena, lo udah nolongin anak kecil di supermarket," jawab Titan.

Venus mengingat kejadian dimana dirinya waktu itu bertemu dengan anak kecil yang katanya belum makan beberapa hari. Alhasil, Venus memberikan anak kecil itu satu kresek makanan ringan yang ia beli di supermarket. Tak berselang lama, akhirnya Venus bisa mengingat kejadian itu.

"Oh waktu itu. Kok Aldrich tahu?" Venus bertanya dengan ekspresi bingung.

"Gue juga nggak tahu Ven. Dia kan orangnya dirumah tapi otak dan matanya itu berjalan sampai ke ujung dunia tahu nggak. Suka ngeri kadang kalau ngomongin dia tuh." Titan bergidik ngeri menyebut nama Aldrich.

"Aneh-aneh aja deh."

"Yeyyyyy! Akhirnya kita mendapatkan pemenang lomba panah antar kelas ini." Teriak pembawa acara yang tengah membawa mic dan berada di pinggir lapangan.

"Kita hanya akan mengambil satu pemenang saja di lomba panah antar kelas ini. Bagi yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menang, jangan berkecil hati. Masih ada kesempatan lain buta kalian memang." Pesan pembawa acara sebelum acara di bubarkan.

"Ven ini nama pemenang lomba panah hari ini. Nanti kita kan kasih hadiah waktu DN terakhir. Dan nanti kamu juga siapin barang buat hadiah mereka ya." Kata salah satu juri.

"Oh iya Bu. Nanti saya siapkan semuanya," balas Venus sangat sopan.

Hari ini Venus pulang dengan sedikit rasa capek yang menyelimuti dirinya. Hari yang cukup padat dan melelahkan baginya. Dimana dia mengurusi segalanya dan berlari kesana-kemari sendiri. Namun, Venus tak pernah mengelus dengan sesuatu hal yang sudah ia putuskan. Ia tahu apa konsekuensi yang bakal ia ambil jika ia mau menerima jabatan sebagai ketua OSIS.

Tak ada kata mengeluh dan menyerah di kamus Venus. Hanya ada kata maju terus dan semangat yang menghiasi kamus seorang Venusya Geova Kyle.

Venus merebahkan tubuhnya setelah tadi ia makan dan mandi sebelum ia tertidur pulang seperti saat ini.