webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

thirty•Prepare

"Oh iya Bu, nanti saya siapkan semuanya," balas Venus sangat sopan.

Hari ini Venus pulang dengan sedikit rasa capek yang menyelimuti dirinya. Hari yang cukup padat dan melelahkan baginya. Dimana dia mengurusi segalanya dan berlari kesana-kemari sendiri. Namun, Venus tak pernah mengeluh dengan sesuatu hal yang sudah ia putuskan. Ia tahu apa konsekuensi yang bakal ia ambil jika ia mau menerima jabatan sebagai ketua OSIS.

Tak ada kata mengeluh dan menyerah di kamus Venus. Hanya ada kata maju terus dan semangat yang menghiasi kamus seorang Venusya Geova Kyle.

Venus merebahkan tubuhnya setelah tadi ia makan dan mandi sebelum ia tertidur pulang seperti saat ini.

***********

Pagi ini Venus bangun lebih awal. Tujuan dirinya bangun lebih awal adalah karena ia tak mau terlambat untuk mengurusi acara hari kedua DN. Dirinya adalah ketua OSIS dan pimpinan anggota pengurus acara DN itu.

"Pagi ma," sapa Venus.

"Pagi juga sayang," sapa Mamanya balik.

"Kak Mars mana mah?" tanya Venus mencari keberadaan kakaknya namun ia tak menemukan sosok itu sama sekali.

"Oh kakakmu. Tadi dia pergi," jawab sang mama.

"Pergi? Pergi kemana mah? Kok tumben pagi banget?" tanya Venus.

"Iya pergi. Mamah kurang tahu juga pergi kemana, cuma kayaknya kakamu ada kerjaan deh," ujar sang mama.

"Kerjaan?"

"Kerjaan sekolah maksud mama." Mamanya meluruskan hal itu.

"Oh."

"Yaudah kamu sarapan dulu, Hanis itu langsung berangkat sekolah ya. Hari ini kakak kamu nggak bisa nganter kamu sekolah, nggak apa-apa kan Ven?"

"Nggak apa-apa kok mah," balas Venus.

Dirinya dan sang mama tengah sarapan di ruang tengah rumah keluarga Nasution. Suasana antara mereka berdua cukup tenang dengan percakapan kecil dan canda tawa yang tengah terjadi.

"Mah Venus udah selesai sarapan. Venus mau berangkat sekolah dulu ya mah. Mama baik-baik di rumah ya," ujar Venus lalu mencium tangan Hera dan segera keluar rumah menuju mobil.

"Hati-hati Ven. Belajar yang pinter!" Pesan Mamanya sedikit teriak.

Mobil Fortuner hitam itu melaju cukup tenang melewati berbagai lampu hijau di jalan raya. Masih sepi memang jalanan hari ini, bukan karena apa-apa , tapi memang biasanya jam-jam pagi seperti masih jarang orang yang berkeliaran keluar.

"Pak Venus masuk dulu ya. Bapak jangan ngebut kalau nyetir, nanti Venus nggak bisa fokus kalau bapak kenapa-kenapa," ujar Venus bak seorang anak kandung dari supirnya sendiri.

"Siap Ven. Kalau gitu bapak pulang dulu ya, jangan lupa belajar yang giat ya. Biar cita-cita Venus semua bisa tercapai." Pesan supirnya sebelum melakukan mobilnya.

Seperti biasanya Venus menyeberang jalan setelah ia diturunkan di seberang sekolahnya. Ia memang sudah kerap melakukan hal itu. Bahkan tak jarang juga Venus turun di warung yang jaraknya bisa dibilang cukup jauh dari sekolah yang ia tempati. Alasannya adalah hanya karena ia tak terlalu suka orang lain menilai dirinya sebagai orang kaya atau mempunyai banyak harta.

"Ven," panggil Titan berlari kecil menghampiri Venus.

"Iya Tan, ada apa?" tanya Venus membalikan badannya.

"Nih kartu lo, kemarin ketinggalan di ruang OSIS." Titan menyodorkan kartu anggota Venus yang sempat ia temukan di meja ruang OSIS kemarin.

"Oh, makasih ya Tan," balas Venus menunjukkan senyum ramah.

"Aduh!" Ringis Titan.

"Ada apa Tan? Sakit?" tanya Venus panik.

"Nggak kok, gue nggak sakit. Gue sehat, sehat banget bahkan."

"Terus kenapa kayak tadi?"

"Gue cuma nggak kuat lihat lo senyum. Rasanya tuh hati telah ditimpa ribuan cafein." Goda Titan.

"Cafein?" Tanya Venus tak paham.

"Iya, nuat gue candu." Gombalan yang keluar dari mulut Titan yang membuat siapa saja wanita akan luluh dibuatnya.

"Bisa aja," ujar Venus karena merasa malu dengan gombalan yang dilontarkan Titan.

"Lo mau langsung ke ruang OSIS apa ke kelas dulu Ven?" tanya Titan.

"Ke kelas dulu Tan. Mau naruh tas dulu, habis itu ke ruang OSIS buat nyiapin barang-barang," jawab Venus.

"Yaudah kalau gitu, gue mau ke ruang OSIS dulu. Nanti barang-barang buat gue aja yang nyiapin, lo langsung ke lapangan aja buat cek semuanya," ujar Titan pada gadis dihadapannya itu.

"Makasih kalau gitu. Nanti kalau ada yang kurang, bilang aja," ujar Venus.

"Siap!"

"Yaudah kalau gitu gue mau ke ruang OSIS dulu ya Ven, mau nyiapin barang-barang." Pamit Titan.

"Ok," balas Venus.

Keduanya berjalan menuju arah yang berbeda. Venus menuju ke kelasnya, dan Titan menuju ke ruang OSIS untuk menyiapkan barang-barang yang akan di gunakan untuk acara lomba hari ini.

"Ven," panggil Nada.

"Hmm."

"Lo nggak ke ruang OSIS?" ranya Nada.

"Habis ini Nad. Mau naruh tas dulu," jawab Venus lantang.

"Oh."

"Ada apa emang Nad?" tanya Venus.

"Nggak ada apa-apa sih Ven, cuma tadi lo dicariin sama Titan. Barusan aja dia pergi," ujar Nada.

"Tadi udah ketemu kok sama Titan. Dan dia juga udah ke ruang OSIS," jawab Venus.

"Syukur deh kalau gitu," jawab Nada mengelus dadanya.

"Zara sama Arva mana Nad? Kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya venus mencari keberadaan Arva dan Zara namun tak menemukan mereka berdua.

"Zara sama Arva belum datang Ven. Paling juga bentar lagi mereka berdua datang." Kata Nada.

"Oh gitu ya. Yaudah deh kalau gitu."

"Ada apa Ven? Kok lo nyari Zara sama Arva?" tanya Nada penasaran.

"Nggak ada apa-apa sih Nad. Cuma kan biasanya mereka udah datang jam segini, ini kok tumben mereka belum dateng," ujar Venus.

"Oh, gue kirain ada apaan. Mungkin mereka kesiangan kalau bangun, atau mungkin emang mereka habis ini juga dateng," sahut Nada.

"Ya mungkin kali Nad. Yaudah kalau gitu, Venus mau ke ruang OSIS dulu ya Nad. Kayanya Titan udah nungguin, kasian kalau dia bawa sama nyiapin barang-barang sendiri." Timpal Venus pada sahabat di depannya ini.

"Yaudah Ven kalau gitu, lo duluan aja. Nanti gue, Arva, sama Zara nyusul lo kok. Kasian juga Titan kalau lo suruh bawa sendiri," sahut Nada mengerti.

"Yaudah kalau gitu duluan ya Nad! Nanti tungguin aja di tempat biasanya, nanti di susul deh," ujar Venus tak se-ceria biasanya.

"Laksana bos!" Tangan Nada membentuk hormat bak hormat pada bendera.

Venus bergegas pergi ke ruang OSIS untuk membantu Titan membawa barang-barang yang dibutuhkan untuk acara DN nanti. Ia tadi memang sempat bertemu Titan dan Titan menawarkan bahwa dirinya akan membawa barang-barang dan menyiapkan semuanya. Tapi Venus juga tak mau jika dia membuat orang lain kesusahan dengan tugas yang seharusnya ia lakukan.

Venus segera memasuki ruangan yang berukuran cukup besar yang biasa digunakan anak OSIS sebagai tempat rapat atau tempat mengerjakan tugas ketika ada tugas yang perlu di kerjakan.

"Kok disini Ven? Nggak ke lapangan aja?" tanya Titan kaget dengan kedatangan Venus.

"Mau bantu," ucap Venus singkat, lalu segera mendekat menuju Titan.

"Nggak usah Ven, gue bisa kok. Lo tenang aja, lo mending di lapangan aja duduk manis dan nggak usah ngapa-ngapain. Selama ini lo udah kerja keras buat ngerjain semuanya." Ungkap Titan.

"Nggak apa-apa kok Tan, lagian juga ini lagi nggak ada kerjaan, dan peserta juga belum datang semuanya kok, jadi aman deh," sahut Venus.

"Beneran?" Titan meyakinkan Venus.

"Beneran," jawab Venus.

"Yaudah kalau gitu, lo bawa itu aja deh! Yang lain biar gue bawa aja." Tunjuk Titan pada sebuah papan skor yang berada di ruang berbeda.

"Beneran?" tanya Venus memastikan.

"Beneran lah! Masa gue bercanda sih," sahut Titan.

Venus yang merasa tak enak pun akhirnya memasuki ruangan itu dan membawa sebuah papan skor yang berukuran tak terlalu besar.

Mereka berdua membawa barang-barang yang dibutuhkan untuk acara lomba nanti. Mereka berdua dengan sangat cepat bak sebuah kilat, membawa barang-barang itu menuju ke lapangan tempat lomba diadakan.

"Udah selesai semua Tan, mau istirahat dulu nggak?" Tawar Venus pada Titan karena melihat laki-laki itu nampak kelelahan.

"Boleh Ven. Ntar gue lanjut lagi kalau udah ada juri semua, kan cuma tinggal sedikit," jawab Titan.

"Ok," balas Venus lalu mereka duduk di bangku bawah pohon yang cukup besar.