webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

thirty four•Gulungan kertas

Brughhh.....

Mobil putih yang mereka tumpangi tak sengaja menabrak mobil hitam yang berada di belakang mereka. Detuman memang tak terlalu keras, tapi itu tetap kesalahan mereka. Tak seharusnya mereka mundur tanpa melihat apakah ada orang dibelakangnya atau tidak.

"Aduhhh..... Mati gue, gimana nih? Aduh, kenapa juga sih harus nabrak segala, kan nggak etis banget." Gerutu Zara yang dia adalah orang yang memegang setirnya.

"Lo sih pakai nggak lihat belakang." Arva menyenggol bahu Zara dengan keras sembari menyalahkan perempuan itu.

"Lo kenapa sih Zar? Lo ngantuk apa gimana?" Sentak Nada yang berada dibelakang disamping Venus.

"Lo nggak apa-apa kan Zar? Mending kita turun aja dulu, bilang minta maaf. Kita kan juga nggak sengaja nabrak mobil mereka. Pasti dimaafin kok." Venus mencoba membuat suasana tetap tenang dan terkendali.

"Yaudah deh, kita turun aja dulu. Biar gue aja yang ngomong, kan gue yang nggak sebagai nabrak." Zara dan ketiga gadis itu turun dari mobil yang tak sengaja menabrak mobil dibelakang mereka.

"Gimana sih lo? Kalau nggak bisa naik mobil nggak usah naik mobil!" Tiba-tiba saja ada salah satu laki-laki yang teriak-teriak memarahi mereka yang tak lain dan tidak bukan itu adalah Leo.

"Iya, lo cewek kalau nggak bisa naik mobil mending lo pesen ojek aja!" Timpal Brian yang mulai turun dari mobil.

"Iya sorry. Gue nggak sengaja," jawab Zara menundukkan kepalanya.

Ketika itu, tiba-tiba saja empat laki-laki itu terperangah melihat siapa yang ia marahi sejak tadi.

"Kalian." Teriak mereka semua.

"Ngapain lo disini?" tanya Leo.

"Mau jalan-jalan lah masa mau berenang. Gimana sih aneh banget, gitu aja nggak tahu." Ejek Arva dengan nada sangat pelan agar mereka tak terdengar.

"Heh gue denger ya, jangan pikir gue bego." Gertak Brian ketika mendengar ejekan dari Arva.

"Gue nggak bilang dan pernah mikir kalau lo bego. Lo aja yang mikir kalau diri lo sendiri bego," sindir Arva.

"Udah nggak usah berantem! Nggak enak dilihat banyak orang. Mending kita selesaikan di dalam aja, nggak usah kayak gini. Kayak anak kecil tahu nggak!" Suara Venus yang tegas membuat mereka semua diam dan menurut tanpa ada tolakan dari mereka semua.

"Udah gimana sekarang?" Tanya Venus ketika mereka semua sudah duduk rapi di salah satu tempat makan yang ada di mall tersebut.

"Ya gitu," jawab Leo tak berani menatap wajah Venus.

"Nggak usah kayak gitu! Angkat wajah kalian, nggak usah nunduk terus." Akhirnya Venus sadar bahwa mereka semua takut pada dirinya.

"Lo nggak marah kan Ven?" tanya Zara perlahan.

"Siapa sih yang marah." Venus mulai berbicara dengan lembut tak mau membuat mereka semua takut lagi.

"Lo sih kalau ngomong kayak gitu, kan kita takut jadinya." Tambah Arva.

"Iya Ven, lo kalau lo tuh yang lemah lembut gitu lo." Timpal Nada juga menambahkan.

"Iya maaf," jawab Venus.

"Udah sekarang maunya gimana?" Tanya Venus perlahan pada keempat laki-laki itu.

"Ya terserah kalian sih," jawab Leo.

"Terserah gimana?" tanya Venus agar lebih jelas.

"Plisss kalau ngomong yang jelas, jangan ada kata terserah." Venus menarik napasnya dalam-dalam.

"Yaudah kita maafin," lirih Leo.

"Gitu kek dari tadi, lama banget." Ketus Zara.

"Udah dimaafin tuh makasih bukan malah ngeledek kayak gitu," sindir Leo.

"Udah cukup nggak usah berantem!" Sentak Venus.

"Lo kesini mau ngapain Ven?" tanya Titan.

"Diajak jalan sama mereka," jawab Venus yang memang adalah kenyataan.

"Ven!" panggil Titan.

"Hmm," jawab Venus hanya berdehem.

"Dapat salam dari Aldrich. Katanya dia kangen sama lo," ujar Titan yang membuat Aldrich panik.

"Gue nggak pernah ngomong kayak gitu." Sangkal Aldrich.

"Tadi lo ngomong, lupa kali lo." Titan tetap bersikukuh bahwa Aldrich mengatakannya.

"Salam?" Ulang Venus tak percaya.

"Iya." Satu kata dari Titan yang membuat Venus senyum tak jelas.

"Kita pergi dulu ya guyss." Zara menarik tangan Venus dengan cepat dan mengajaknya sedikit berlari.

"Ada apa sih Zar." Venus melepaskan cekalan Zara.

"Lo jangan sampai terpengaruh sama omongan si tengil." Bisik Zara.

"Tengil siapa?" tanya Venus tak tahu siapa itu tengil.

"Titan," jawab Zara lirih.

"Kenapa harus tengil?"

"Ya gpp sih, kan lucu aja gitu kalau manggil tengil," jawab Zara diiringi dengan senyuman.

"Sadar ya Tuhan, Zara nggak boleh suka sama tengil. Nggak etis!" Zara memeluk kedua pipinya karena membayangkan wajah dari si tengil alias Titan.

"Aneh-aneh aja sih si Zara. Nama Titan yang bafusbamalah diganti sama nama tengil," lirih Arva pada Nada.

"Tahu tuh anak, main ganti-ganti nama orang aja. Nggak ijin lagi gantinya," sahut Nada juga berbisik.

"Kan cuma bercanda Zar, nggak beneran kok."

"Kalau beneran gimana coba?"

"Ya kalau beneran ya berarti emang takdir, simpel kan," jawab Venus dengan entengnya.

"Gue jitak ya kepala lo, sebel gue lama-lama ngomong sama lo." Kesabaran Zara sudah habis saat ini untuk Venus.

"Nggak usah ngomong, lebih simpel kan," jawab Venus yang membuat darah Zara semakin meninggi

"Sabar ya Tuhan, pasti ada jalan keluar." Zara menenangkan dirinya sendiri dari kekesalan yang dibuat Venus khusus untuk dirinya seorang.

"Lo berdua kenapa bisik-bisik? Lo ngomongin gue? Iya?" Sentak Zara membuat Nada dan Arva kaget.

"Siapa sih yang ngomongin lo, orang kita cuma bisik-bisik doang," jawab Nada penuh penekanan.

"Ya nggak usah ngotot lah kalau ngomong." Suara Zara semakin meninggi.

"Hai girls...," sapa Brian yang tiba-tiba datang dan bergabung dengan para perempuan itu.

"Kok kalian disini?" tanya Venus kaget dengan kedatangan mereka semua.

"Kita kan satu frekuensi, ya wajar lah kalau kita selalu terkoneksi," jawab Brian asal.

"Frekuensi kaki lo putus." Ketus Zara.

"Kenapa sih lo judes banget sama gue?" tanya Brian sewot.

"Suka-suka gue lah. Mai judes, mau cuek, mau nggak peduli, suka-suka gue. Emang ada aturan gue nggak boleh judes sama orang kayak lo?" ujar Zara dengan nada sangat ketus.

"Iyain biar cepet," lirih Brian.

"Gue ada ide," ucap Titan dengan wajah bak sejuta ide.

"Ide apa lagi sih? Lo hidup apa buat nyusahin orang lain aja sih hah," sahut Zara yang sudah kesal dengan sikap mereka.

"Kita kan ada empat laki-laki sama empat perempuan, gimana kalau kita pasangan aja, kan pas. Nanti kita buat gulungan kertas, terus satu orang ambil satu." Jelas Titan dengan idenya.

"Udah ayo cepetan, gue nggak mau nunggu lama."

Titan menyodorkan gulungan kertas yang dibagi menjadi dua. Satu berisi nama perempuan dan satu berisi nama laki-laki.

Mereka mulai mengambil satu per satu gulungan kertas yang sudah disediakan. Tanpa lama-lama, mereka kini sudah membawa gulungan kertas pasangan mereka masing-masing dan mereka tak bisa menukarnya dengan gulungan kertas milik orang lain.

"Udah dapat semua?" tanya Titan memastikan bahwa mereka semua sudah mendapatkan gulungan kertas yang dia sediakan tadi.

"Udah!" jawab mereka serempak.

Gulungan kertas itu akan menentukan mereka akan berpasangan dengan siapa pada saat permainan dimulai nanti.

"Buka sekarang!" Perintah Titan yang langsung dituri oleh mereka semua.