webnovel

Indescriptible

Venusya Geova Kyle- Gadis dengan paras yang menawan yang mampu membuat siapa saja yang melihatnya jatuh hati padanya. Sikapnya yang dingin namun hatinya yang hangat bak bidadari itulah hal yang unik dan antik dari dirinya. Namun demikian tidak berarti semua laki-laki terpikat olehnya. Aldrich Alexander Supernova- satu-satunya laki-laki yang tak tertarik dengan semua hal unik dan antik yang mengenai gadis itu. Sikapnya yang dingin namun berhati peduli. Niat yang sangat kukuh dari seorang Venusya Geova Kyle untuk mendapatkan hati seorang Aldrich Alexander Supernova mungkin akan terlihat fana bagi siapa saja yang melihatnya. Apakah niat dari seorang gadis dingin yang bersikukuh untuk mendapatkan hati seorang Aldrich akan menjadi sebuah kenyataan?

whysrch · Teen
Not enough ratings
52 Chs

forty eight•Ide baru

"Tapi sayangnya lo tuh bukan pembunuh berantai, jadi jangan sok jadi pembunuh yang kayak di TV," ujar Zara yang tambah membuat Nada semakin geram.

"Heh lo gue sumpahin lo jadi di posisi gue ya," tegas Nada karena sudah geram dengan Zara.

"Sumpahin aja terus, orang yang selalu sumpahin orang lain kena karma duluan tahu," ujar Zara yang membuat Nada diam namun membuat Venus dan Arva malah tertawa ringan.

Disisi lain ada Aldrich yang tengah duduk santai di kursinya. Tak lupa iya merogoh lokernya untuk memastikan apakah ada kotak makan atau tidak. Seperti dugaannya, ada kotak makan yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Aldrich meletakkan kotak makan itu diatas meja dengan wajah yang tanpa ekspresi.

"Kotak makan siapa Al?" Leo duduk di depan Aldrich sambil melihat kotak makan itu.

"Nggak biasanya lo bawa kotak makan Al," sahut Brian yang juga duduk di depan Aldrich.

"Punya Venus," jawab Aldrich datar.

"Ngapain lo bawa kotak makan Venus?" Wajah Leo bertanya-tanya kenapa kotak makan Venus ada di Aldrich.

"Mana gue tahu. Orang itu udah ada di loker," jawab Aldrich masih dengan nada sama.

"Isinya apa? Coba lo buka," ujar Brian yang sudah penasaran.

"Roti," jawab Aldrich sebelum membuka kotak makan itu.

"Kok lo tahu? Lo cenanyang ya?" Heran Leo dan wajah Brian yang bertanya-tanya.

"Udah beberapa hari tuh udah ada disini," jawab Aldrich lalu membuka kotak makan itu.

"Gue minta dong Al," ujar Brian yang tangannya sudah berada di atas kotak makan itu.

"Makan aja," jawab Aldrich menyodorkan kotak makan itu pada mereka berdua.

"Lo nggak kasihan sama Venus?" Leo bertanya pada Aldrich karena dia memberikan semua makanan yang dibuatkan Venus pada dia dan Brian.

"Lagian kan gue nggak minta," jawab Aldrich datar.

"Hihh dasar lo," ujar Leo dengan tangan yang sudah memegang 2 lembar roti sekaligus.

"Lo tadi bilang kasihan sama Venus, sekarang lo sambet juga tuh roti," ujar Brian yang sudah memakan roti dengan lahap.

"Bri lo nggak pernah makan roti ya?" Leo melihat Brian makam roti seperti makan manusia.

"Udah lama di luar negeri, jadi gini," jawab Brian yang masih lahap memakan roti.

"Bukannya di luar negeri itu makanan utamanya itu malah roti ya? Atau emang udah berubah?" Leo menatap Brian dengan tatapan penuh arti.

"Eh lo kalau lihat jangan gitu, gue masih normal! Gue nggak mau sama om-om kayak lo," ujar Brian yang masih tetap menikmati roti.

"Ya gue juga nggak mau kali sama lo. Maaf-maaf aja nih, masih banyak cewek yang cakep daripada lo," sahut Leo tak mau kalah.

"Emang masih banyak yang cakep, cuma yang mau sama lo nggak ada," sahut Brian juga tak mau kalah.

Aldrich? Dia hanya diam tanpa ada niat untuk ikut campur pembicaraan mereka. Dia bahkan tidak ada niat untuk mengambil satupun roti yang Venus buatkan. Kejam? Ya memang kejam, tapi bagi Aldrich tidak. Dia berfikir tidak kejam karena dia juga tidak meminta itu pada Venus. Jangankan meminta, ada niat untuk biacara saja tidak ada.

"Eh kok lo habisin sih? Kan kasihan Aldrich," ujar Brian yang melihat kotak makan itu sudah kosong.

"Lo juga kali," jawab Leo.

"Taruh situ aja, nanti gue balikin sendiri," ucap Aldrich pada mereka berdua.

"Yang habisin kita yang ngembaliin dia, lucu banget sih," ucap Brian tertawa ringan.

"Udah biarin aja, mumpung dia lagi baik," timpal Leo menyodorkan kotak makan yang sudah kosong pada Aldrich.

"Makasih brayy, gini terus ya tiap hari. Kan lumayan," jawab Brian dengan cengiran kuda.

Dengan cepat, Aldrich menyahut kotak makan itu dan ia letakan di loker seperti posisi awal. Ia segera mengambil buku pelajaran dan bolpen yang ada di dalam tasnya. Karena hari ini guru sedang terlambat untuk masuk kelas, Aldrich memutuskan untuk membaca komik detektif Conan kesukaannya. Hampir setiap hari dirinya selalu membaca komik itu ketika ada waktu luang atau ada waktu seperti ini.

"Baca komik lagi, sekali-kali baca hati Venus kek. Kasihan," sindir Brian melirik Aldrich yang tengah fokus membaca.

"Jangan hati doang, baca kepekaan juga penting," timpal Leo.

"Eh btw Titan kok nggak ada ya?" Brian tak melihat kedatangan Titan sejak tadi.

"Di ruang OSIS," jawab Leo yang tahu keberadaan Titan.

"Orang sibuk tuh gitu ya," tutur Brian.

Kringggg.....

Suara bel berbunyi sampai menggelegar ke seluruh penjuru tak ada kecuali satupun. Mulai dari ujung Sabang sampai ujung Merauke. Para murid yang mendengar hal itu segera masuk ke kelas mereka masing-masing. Venus mengeluarkan buku pelajaran yang ada di tasnya. Seperti yang tadi, hari ini para guru akan masuk ke kelas cukup terlambat. Ada rapat dadakan pagi ini sehingga para guru akan mengajar dan masuk kelas dengan terlambat.

"Ven!" Zara menengok ke arah Venus yang tengah mengerjakan sesuatu.

"Hmm," jawab Venus dengan tangan yang masih asyik mengerjakan tugas itu.

"Gue ada satu cara buat lo biar Al suka sama lo," ucap Zara sangat pelan agar tak terdengar siapapun sekalipun itu Arva dan Nada.

"Apa?" Venus langsung menengok ke arah Zara ketika mendengar kata Aldrich.

"Sini telinga lo," ujar Zara menyuruh Venus.

Venus mendekatkan telinganya agar Zara mudah untuk mengatakan sesuatu tanpa ada seorangpun yang mendengarnya.

"Mereka berdua ngapain?" Nada menengok ke arah Venus dan Zara yang tengah berbisik-bisik.

"Lagi mainan kali, mereka kan duo aneh," jawab Arva tak mau peduli.

Venus sendari tadi hanya diam mendengarkan setiap arahan dan saran yang Zara berikan.

"Jadi Venus harus ngelakuin hal itu?" Venus menatap Zara dengan tatapan bertanya.

"Bukan harus lagi, tapi udah wajib," tegas Zara.

"Mulai kapan?" Venus kembali bertanya pada Zara sang pakar saran.

"Mulai tahun depan," jawab Zara asal.

"Ok kalau gitu, nggak masalah! Lagian juga masih lama," jawab Venus yang membuat Zara mengerutkan keningnya.

"Ya mulai besok lah Ven," ujar Zara membenarkan.

"Ok," jawab Venus semangat.

Hari ini bukan lagi guru masuk ke kelas dengan jam yang terlambat, tetapi hati ini bahkan jam kosong tanpa guru. Rapat memang diadakan dengan sangat dadakan tanpa ada rencana. Hingga saat istirahat pun mereka masih belum selesai rapat.

"Lo nggak ke kantin Ven?" Arva melihat Venus yang masih duduk di bangkunya.

"Duluan aja," jawab Venus.

"Yaudah kita tunggu di kantin ya Ven," ujar Arva.

Arva, Nada, dan Zara berjalan bertiga tanpa Venus. Mereka berjalan menuju kantin untuk sekedar berbincang-bincang atau membeli minuman atau makanan.

"Perpustakaan," ujar Venus lalu berlari dengan cepat agar tak membutuhkan waktu yang lama.

Sesampainya di perpustakaan, Venus dengan cepat melihat daftar buku yang ditempelkan pada setiap rak untuk memudahkan siswa yang akan mencari suatu buku.

"Mana sih," ujar Venus menggerutu.

"Aldrich?"

"Batu?"

"Heh batu lo ngapain disini?" Aldrich bertanya pada Venus yang berada dihadapannya.

"Cari buku," jawab Venus.

Disengaja atau tidak, tadi Venus dan Aldrich memang sama-sama mencari buku di perpustakaan. Namun di salah satu lorong, Aldrich mengambil buku yang ia butuhkan dan Venus pun juga mengambil yang ia butuhkan di lorong sebelah Aldrich. Sampai akhirnya merekapun bertemu di antara tatanan buku.

"Lo kenapa sih muncul terus?" Gerutu Aldrich melihat Venus atau yang biasa ia panggil batu.

"Mungkin jodoh kali ya," lirih Venus dengan wajah yang bersemu.

"Nanti kalau Al udah siap buat ngomong sama Venus, nanti telfon Venus aja ya. Nomornya masih sama kok," ujar Venus membawa buku yang ia pilih lalu pergi keluar perpustakaan.

"Nggak mau!" Aldrich menjawab dengan tegas ketika Venus berjalan pergi.

Akhirnya setelah menemukan buku yang ia butuhkan, Venus berhehas pergi ke kelas untuk meletakkan buku yang ia pinjam di perpustakaan lalu pergi ke kantin. Namun ketika sudah berada di dalam kelas dan akan meletakkan bukunya, tiba-tiba saja bel masuk sudah berbunyi. Alhasil, Venus tak bisa ke kantin hari ini.

"Kok tadi lo nggak ke kantin." Zara duduk di samping Venus sambil bertanya.

"Ke perpustakaan," jawab Venus.

"Ngapain?" Arva duduk di samping Venus.

"Pinjem buku," jawab Venus kembali dingin.

"Gue kira," sahur Nada.

"Lo kira ngapain? Mana mungkinlah Venus macem-macem," ujar Zara menyahut pembicaraan Nada.

"Kan semua itu serba mungkin," jawab Nada membela dirinya.

"Udah nggak usah berantem," ujar Venus melerai mereka.

Setelah jam pelajaran pertama berakhir, kini jam pelajaran kedua akhirnya dimulai juga. Para murid sangat tenang mendengarkan penjelasan dari guru pembimbing masing-masing kelas. Tak ada suara keributan mulai dari kelas IPS sampai IPA. Mereka semua diam dan hanya mendengar lalu mencatat bila memang perlu.

"Permisi Bu," ujar Titan pada guru di kelas Venus.

"Mau cari siapa Tan?" Bu. Lilik bertanya pada Titan.

"Mau cari Venus Bu, mau ada rapat OSIS sebentar," jawab Titan tak mengurangi sopan santun.

"Venus kami silahkan pergi," ujar Bu. Lilik mempersilakan Venus untuk ikut bersama Titan.

Venus yang mendengar namanya dipanggil segera berjalan ke depan lalu meminta ijin pada Bu. Lilik.

"Bu saya mau rapat OSIS dulu, permisi," tutur Venus sangat sopan.

"Iya silahkan," jawab Bu. Lilik mempersilakan mereka berdua.

"Saya permisi dulu Bu, terima kasih," timpal Titan pada Bu. Lilik.

Titan dan Venus berjalan bersebelahan. Mereka berjalan menuju ruang OSIS untuk rapat acara DN terakhir.

"Rapat apa Tan?"

"Rapat buat acara puncak DN nanti Ven. Gue nggak mau kalau acara DN nanti nggak tersusun rapi," jawab Titan.

"Ok," jawab Venus.

Venus dan Titan pun telah sampai di ruang OSIS. Para anggota OSIS ternyata sudah lengkap untuk menunggu kedatangan Venus. Kali ini rapat mungkin akan lebih singkat dan cepat dari biasanya. Rapat ini lebih singkat karena dari awal acara memang sudah dirapatkan dan sudah mendapatkan hasil. Namun, rapat kali ini hanya untuk membahas dan mengulangi lagi agar acara puncak DN nanti tersusun rapi tanpa ada kekurangan dan kesalahan sedikitpun.

"Siang semua," sapa Venus pada semua anggota OSIS.

Venus duduk di di tempat duduknya. Meja dari ruang OSIS berbentuk bundar. Sehingga jika para OSIS melakukan rapat, maka akan terlihat seperti konferensi meja bundar.

"Ok hari ini seperti yang sudah disampaikan oleh Titan, kita akan membahasa dan mengulang lagi tentang acara puncak DN yang akan diselenggarakan dua hari lagi. Oelh sebab itu, kita akan membuat acara ini berjalan dengan lancar," ujar Venus membuka pembicaraan.

Para anggota OSIS hanya diam dan mendengarkan apa yang dikatakan oleh Venus. Mereka hanya akan bicara ketika sesi pendapat dibuka.

Venus mulai menjelaskan dan sedikit mengulas tentang susunan acara DN. Dengan sangat jelas dan singkat, Venus menjelaskan pada anggota OSIS yang hadir di rapat hari ini. Penjelasannya cukup padat, singkat, dan jelas sehingga dapat dan mudah dimengerti oleh semua orang.

"Ok sesi pendapat dibuka, silahkan siapa yang mau berpendapat boleh angkat tangan," ujar Venus lalu duduk di bangkunya kembali.

"Gimana kalau kita adakan acara DN sampai malam. Jadi nanti kita ada jam istirahat. Dan nanti untuk jaga kita akan adakan jadwal," ujar salah satu anggota OSIS yang berpendapat.

"Tapi kalau sampai malam akan diadakan sampai jam berapa?" Salah satu laki-laki yang juga anggota OSIS juga menyuarakan pendapatnya.

"Ok terima kasih buat pendapatannya, saya akan memberikan saran kepada kalian semua," jawab Venus.

"Nanti DN akan diadakan mulai pukul tujuh pagi dan diakhiri sampai pukul satu siang. Terus nanti kita lanjutkan dengan lagi mulai pukul tujuh malam sampai pukul sebelas malam. Gimana menurut kalian?" Tak mau egois sendiri, Venus tetap memberikan kesempatan kepada mereka untuk bersuara.

"Kita setuju! Nanti untuk jadwal Paniti, kita serahkan aja ke Titan buat daftar nya," sahut Jenny.

"Ok! Berarti semua sudah setuju, dan nanti saya dan Titan yang akan buat daftar panitia. Selesai sudah dapat hari ini, saya akhiri terima kasih," ujar Venus mengakhiri rapat hari ini.

Semua anggota beserta Venus dan Titan keluar ruangan OSIS setelah rapat selesai. Venus dan Titan berjalan bersebelahan. Mereka juga berbincang-bincang satu sama lain.

"Ven gue balik ke kelas dulu ya," ujar Titan pamit pada Venus.

"Ok! Venus juga mau ke kelas kok," jawab Venus yang juga mau pergi ke kelas.

Mereka berdua berpisah karena arah kelas yang berbeda. Jarak antara kelas mereka memang tak terlalu jauh.

"Permisi!" Venus mengetuk pintu sebelum masuk ke kelas.

"Iya, silahkan masuk!" Bu. Lilik yang tengah mengajar menyuruh Venus masuk.

Venus segera masuk dan duduk untuk mengikuti pelajaran yang telah berlangsung. Ia tak bisa jika meninggalkan pelajaran terlalu lama. Namun jika menang itu karena ada sesuatu hal, Venus tak bisa menolak hal itu. Apalagi jika sudah menyangkut tentang OSIS, pasti dia langsung cekatan untuk mengurusnya.

"Ok anak-anak, pelajaran jam saya sudah selesai! Saya ucapkan selamat belajar buat kalian dan semoga kalian selamat sampai rumah," ujar Bu. Lilik berpesan pada semua murid sebelum pulang.

Venus, Zara, Nada, dana Arva langsung pulang dengan arah rumah yang berbeda-beda. Hari ini setelah pulang sekolah Venus bisa langsung pulang karena tak ada rapat OSIS atau kepentingan yang lain. Setelah melihat sang kakak sudah ada di depan gerbang, Venus segera menghampiri dan pulang kerumahnya.