webnovel

Tiga

*

*

*

*

Happy Reading :)

Anna membuka arlojinya yang menjadi liontin di kalungnya seraya menuruni bukit diikuti oleh Han. "Saatnya kita pergi ke kediaman Tuan Jhonatan Small." Ucapnya. Anna berjalan dengan tenang dengan kedua tangan berada di punggungnya. Jalanan desa yang sepi dan banyak padang rumput segar di sekitarnya. Seratus meter dari bukit milik Tuan Baker terlihat beberapa rumah atau bisa disebut dusun.

Sebuah mobil sedan silver muncul dari dusun tersebut dengan kecepatan rendah. Anna hanya terdiam memandanginya saat hendak masuk ke dalam mobil.

"Ada apa, Nona muda?" Tanya Han dengan wajah penuh penasaran mengikuti arah pandangan Anna. Sebuah mobil sedan silver berjalan mendekati mereka. Dengan keras Anna menutup pintu mobil membuat Han sedikit terkejut segera menoleh Anna yang sudah masuk ke dalam mobil. Han segera berlari kecil menuju bangku sopir.

Anna membuka tas jinjingnya, mengeluarkan tumpukan kertas, dan membacanya. "Dua puluh lima persen. Siapa menyangka Tuan Baker akan menyetujuinya. Han, apa kau bisa mencari tahu setiap komponen yang diberikan oleh Tuan Baker dan mengecek keasliannya?" Tanya Anna.

"Kapan saya harus melakukannya, nona muda?" Tanya Han seraya melirik Anna dari spion depan.

"Malam ini. Kau bisa masuk ke dalam rumahnya maupun perusahaannya tanpa diketahui." Jawab Anna dengan santai tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dia baca.

Han tersenyum tipis seraya menggelengkan kepalanya. "Nona muda, anda bisa membuat saya tertangkap oleh penjaga keamanan maupun polisi. Apabila saya tertangkap, apakah anda akan menjamin saya di kantor kepolisian?" protesnya.

Anna menatap tajam Han dari spion depan. "Bisa atau tidak?" tekan Anna.

Han hanya tersenyum. "Bisa, Nona muda." Jawabnya dengan pasrah. "Nona muda sungguh orang yang pemaksa." Sindir Han. "Apakah anda tidak ingin mengganti pakaian, nona muda? Saya telah menyiapkan gaun untuk anda." Tawarnya.

"Kenapa? Apa kau ingin melihatku telanjang?" Tanya Anna dengan santai. "Cuaca pagi ini tidak terlalu panas dan suasana di tempat itu sangat sejuk. Aku rasa tidak perlu." Sambungnya. Han hanya tertawa kecil dan kembali fokus menyetir. "Kita mampir ke toko roti yang biasa setelah makan siang di kediaman Tuan Jhonatan Small. Aku dengar mereka mengeluarkan roti baru." Tambahnya.

"Baik, nona muda."

...

Sebuah mansion bercatkan putih dengan jendela yang banyak. Sebuah lambang kambing berdiri seraya membawa tongkat terukir dengan apik di pintu mansion dan gerbang masuk. Halaman depan yang diubah menjadi taman mini dengan air mancur dari keluar dari sebuah kendi yang dibawa oleh patung wanita di tengah kolam.

Seorang laki-laki berkisar dua puluh lima tahun, berambut pirang, bermata biru, hidung mancung, bibir tipis, kulit putih bersih, mengenakan setelan jas biru tua dengan kaos hitam. Rambutnya tersisir rapi. Laki-laki tersebut membuka pintu mobil dan mengulurkan tangan untuk Anna. Anna menerima ulurannya seraya tersenyum tipis.

"Senang bertemu dengan anda lagi, Nona Anna Holmes." Sapanya tanpa melepaskan genggaman tangannya pada tangan Anna.

Anna tersenyum. "Maafkan saya. Ardian tidak bisa memenuhi undangan anda. Terima kasih atas undangannya, Tuan Jhonatan Small." Anna menarik tangannya kembali setelah pintu rumah Jhonatan Small terbuka lebar. Han mengekori dua orang tersebut seraya membawa tas jinjing majikannya.

Jhonatan membuka sebuah pintu. Ruangan sederhana dengan meja panjang di tengah ruangan, perapian yang berukuran sedang dengan beberapa foto yang memperlihatkan pemiliki mansion tersebut dan beberapa barang seperti, sebuah kotak musik, patung singa, dua buah gelas wine yang terbuat dari emas dan dihiasi beberapa batu permata berada di atas perapian sang pemilik.

Sebuah jendela yang besar memperlihatkan bagian taman kecil di halaman depan terlihat menyegarkan mata. Jhonatan menarik kursi untuk Anna duduk menghadap jendela dan dirinya duduk di sebelahnya. Sebuah pot putih yang terbuat dari tembikar berisi berbagai warna dari bunga mawar tergeletak di atas meja dan beberapa peralatan makan seperti, piring garpu, sendok, dan pisau.

Anna duduk dengan tenang. "Han!" panggilnya. Han yang sedari tadi berdiri di belakang nona mudanya, perlahan membuka tas jinjing, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna biru, dan menyerahkannya pada Anna.

Anna menerimanya dengan tenang. "Terima kasih. Salah satu produk terbaru kami tahun ini." Ujar Anna seraya meletakkan kotak kecil tersebut di dekat Jhonathan.

Jhonatan menatapnya dengan wajah terkejut. "Terima kasih." Jhonatan mengambilnya, membuka kotak kecil tersebut, dan mengeluarkan isinya.

Sebuah arloji berwarna perak dengan ukiran nama perusahaan "Epoch Holm.Co" di dalamnya serta, sebuah lingkaran kecil di dalamnya menunjukkan hari Senin, bulan Maret, dan tahun 1986. "Sungguh sebuah kehormatan mendapatkannya." Gumamnya dengan wajah senang.

Suara pintu terbuka keras membuat Anna dan Jhonatan terperanjat dan menoleh ke sumber suara, begitu pula dengan Han. Seorang perempuan paruh baya, berambut pirang, bermata biru, berkulit putih dengan wajah sedikit memerah, berjalan menghampiri. Anna yang mengenalinya segera berdiri seraya tersenyum.

Perempuan tersebut memandangi Anna dengan wajah serius saat berdiri tepat di hadapannya. Perempuan tersebut membungkukkan tubuhnya dengan cepat. Anna hanya terdiam dan beberapa kali memejamkan matanya. "Nona Holmes, maafkan saya yang tidak menyambut kedatangan anda. Jhon tidak mengatakan apapun mengenai kedatangan anda. Sekali lagi, maafkan saya." Sesalnya. Jhonatan yang berdiri di samping Anna hanya bisa menepuk jidatnya.

Anna tersenyum tipis dan membantu perempuan tersebut menegakkan tubuh dengan memegang kedua lengannya. "Nyonya Janet Small, anda tidak perlu meminta maaf. Seharusnya saya yang meminta maaf karena datang dengan pakaian yang tidak pantas." kilah Anna dengan lembut.

Nyonya Janet memandangi Anna dari bawah kaki hingga ujung rambut. Sepatu boots berwarna hitam, mengenakan gaun dengan atasan putih dengan lengan menutupi seluruh tangannya kecuali jemarinya dan bagian pinggang hingga bawah kaki berwarna biru tua dengan pernik putih di beberapa tempat menghiasi terlihat seperti bintang di tengah malam, kalung emas dengan liontin arloji berdiameter tiga sentimeter, dan rambut coklat yang terkepang menyamping dihiasi pita biru terlihat anggun, semuanya tampak sederhana. "Tidak. Anda terlihat anggun seperti biasanya." Pujinya dengan wajah serius dengan pipi sedikit merona.

Anna yang mendengarnya hanya tertawa lirik. "Silakan duduk bersama kami, Nyonya Small. Saya rasa anak anda tidak akan keberatan pembicaraan kami di dengar oleh ibunya." Ajak Anna.

Janet memandangi anak sekilas. "Saya rasa tidak, Nona Holmes. Saya tidak mau mengganggu kebersamaan anda dengan Jhon. Maafkan saya yang mengganggu kebersamaan kalian. Saya permisi." Pamitnya seraya membungkukkan badan. Janet mendekati Anna. "Jika perlu, anda bisa tinggal selamanya di rumah ini." Bisiknya seraya mengedipkan mata kanannya. Anna hanya memandanginya dengan wajah kebingungan. Janet dengan segera meninggalkan mereka bertiga. Sepertinya, perempuan paruh baya tersebut mengabaikan kehadiran pelayan Anna, Han.

"Maafkan ibu saya, Anna. Dia sangat menginginkan kita memiliki hubungan yang lebih." Sesal Jhonatan seraya menggaruk tengkuknya meski tidak gatal.

Anna hanya tersenyum. "Tidak. Apa saya harus menjadi hantu agar bisa tinggal di sini selamanya? Nyonya Janet sedikit menakutkan." Ujarnya.

Han menahan tawanya. "Nona muda, anda terlalu polos untuk orang berumur dua puluhan." Sindir Han lalu memalingkan wajahnya dengan menutup mulutnya.

"Saya yakin anda pasti menyadari jika banyak para bangsawan yang merebutkan anda. Putusnya pertunangan anda dengan Keluarga Smith masih menjadi berita hangat meski sudah dua tahun berlalu." Ujar Jhonatan.

"Saya datang kemari bukan untuk membahas hal tersebut." Sindir Anna seraya menatap tajam Jhonatan. "Perjanjian kita selama beberapa tahun masih aman hingga saat ini. Lebih baik anda melakukannya lebih ...." Anna menghentikan ucapannya.