webnovel

Dua

*

*

*

*

Happy Reading :)

Anna dengan tidak sabar segera masuk ke ruang kerjanya dan membaca buku yang baru dia beli. Han hanya memandang nona mudanya seraya tersenyum tipis. Anna terus mengurung diri di ruang kerjanya hingga langit malam mulai muncul. Makan malam telah tersaji dengan apik. Lampu gantung mulai memancarkan cahaya oranyenya yang indah. Han menuangkan wine di atas gelas yang kosong. Anna terduduk sendirian dengan wajah malas dan meminum winenya sampai gelas kosong.

"Apa Ardian pulang larut hari ini?" Tanya Anna dengan wajah datar memandang Han yang berdiri di sebelahnya.

"Sepertinya begitu, nona muda." Jawab Han.

"Han, untuk acara makan siang besok, aku harus bagaimana? Undangan selalu merujuk pada kami berdua. Bagaimana jika Ardian tidak bisa ikut?" Wajah Anna sangat datar namun, suaranya terdengar khawatir.

"Tenang, nona muda. Saya selalu berada di samping anda. Cukup bersikap seperti biasa." Jawab Han dengan tenang seraya tersenyum dan menuangkan wine pada gelas Anna yang kosong.

"Sungguh merepotkan." Keluh Anna.

"Nona muda, saya harap anda tidak melupakan tujuan utama anda."

"Aku selalu mengingatnya, Han. Ardian bekerja untuk proteksi aliran dunia bawah yang aku jalankan. Akan tetapi, undangan ini membuatku khawatir." Han hanya tersenyum tipis memandang memandang Anna.

Ardian yang tiba-tiba muncul dengan wajah lelah duduk di dekat Anna. Anna hanya terdiam memandang saudara tuanya. "Hari yang melelahkan. Bagaimana harimu, Anna?" tanya Ardian seraya tersenyum hangat.

"Tidak buruk. Lebih baik kau segera makan dan beristirahat. Han, siapkan makan malam dan Air hangat untuk Ardian!" Ujar Anna

"Baik, nona muda." Han menundukkan kepala seraya tangan kanan menyentuh dada kirinya. Han segera pergi meninggalkan sepasang kakak adik yang menjadi majikannya.

"Dia hanya menuruti perintahmu." Ujar Ardian seraya tersenyum kecut.

"Aku tahu. Tuan Jhonatan Small mengundang kita untuk makan siang besok." Anna dengan tenang meminum winenya.

"Benarkah? Sayang sekali aku tidak bisa menghadirinya. Anna, bisakah kau pergi tanpaku?" Ardian memandang Anna dengan wajah bersalah.

"Baiklah. Aku tidak akan membiarkan namamu kotor sedikit pun." Ujarnya dengan tenang seraya memainkan wine dalam gelasnya. Ardian hanya memandangnya dengan wajah khawatir.

"Anna, kau terlalu menjunjung tinggi nama keluarga kita." Anna hanya terdiam seraya melirik saudara tuanya. Ardian menghembuskan napas panjang.

Tidak ada pembicaraan lagi selama beberapa menit. Anna dan Ardian sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Han dengan santai masuk ke dalam ruang makan seraya membawa kereta makanan.

...

Keesokan harinya, mentari sudah menyinari dunia dengan riangnya. Ardian dengan santai duduk di ruang makan seraya membaca Koran dengan pakaian rapi. Anna yang memasuki ruang makan dan duduk di sebelah Ardian.

Ardian melipat korannya dan memandangi adiknya dengan wajah kebingungan. "Ada apa, Anna?" tanyanya dengan wajah khawatir.

Anna menghembuskan napas panjang seraya memijit pangkal hidungnya. "Tidak ada. Aku hanya terlalu banyak minum. Tak perlu khawatir. Apa kegiatanmu hari ini, Ardian?" tanyanya dengan santai.

"Hari ini aku hanya akan melihat laporan bulanan di perusahaan permen karet dan melihat keadaan pabrik coklat. Kita bisa menikmati makan malam bersama nanti. Apa pagi ini kau akan pergi bertemu dengan Tuan Holan Baker?" Tanya Ardian dengan wajah penasaran.

Anna memasukkan potongan daging yang telah dia iris dengan pisau ke dalam mulutnya. "Benar. Aku tertarik untuk bekerja sama dengannya. Aku yakin dia tidak akan menolak karena akan mendapatkan akses untuk memasarkan tehnya di London dan mengembangkan pabrik baru di sini." Jelas Anna dengan santai.

"Akan tetapi, kita juga akan mendapat dua puluh persen sahamnya jika dia bekerja sama dengan kita. Pertanyaannya, apakah dia mau melakukannya atau tidak?" imbuh Anna.

Ardian terdiam sejenak, meletakkan tangan kanannya ke dagu, dan menutup kedua matanya. "Benar. Apa kau sudah merasakan teh dari pabriknya?" Tanya Ardiam seraya memandangi adiknya dengan wajah penasaran.

"Sudah. Aroma dan rasanya sangat kuat, meski ada komposisi yang tidak bisa aku pahami. Aku yakin, teh ini akan laris dalam beberapa tahun ke depan. Sudah waktunya aku pergi." Ujarnya seraya membuka jam berlapis emas dengan rantai dia jadikan kalung.

Mata Ardian mengikuti pergerakan Anna yang berjalan melewati belakangnya. "Hati-hati di jalan. Tidak masalah jika kita gagal mendapat saham mereka." Ucap Ardian dengan khawatir.

Anna hanya tersenyum tipis. "Aku juga sudah memikirkan hal tersebut. Sampai jumpa nanti malam." Pamitnya. Ardian hanya tersenyum memandangi punggung Anna hingga pintu ruangan tersebut tertutup.

...

Anna duduk di bangku belakang dalam mobil Royal Royes Phantom V. Anna memangku Koran pagi harian di atas pahanya. Tangan kanan menompang dagunya dan wajah malasnya memandangi keluar jendela.

Han yang mengantarnya hanya terdiam dan sesekali melirik Anna dari spion depan yang berada di dalam mobil. "Ada apa, nona muda?" tanyanya.

Anna menatap mata Han dari spion depan. Beberapa detik kemudian dia menghembuskan napas dengan berat seraya mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. "Tidak ada. Rasanya sedikit ... membosankan. Selama sepuluh tahun tidak menemukan petunjuk sedikit pun. Mendekati Ratu, bekerja di dunia gelap, dan menyebarkan berita palsu kembalinya orang tuaku sama sekali tidak menghasilkan apa pun." Keluhnya.

"Apa anda ingin menyerah?" Tanya Han.

"Bodoh. Aku tidak akan menyerah semudah itu. Selama beberapa tahun aku sudah memikirkan hal ini, apakah mereka berada di sekitar kita? Tidak mungkin mereka tidak terpancing dengan berita palsu itu. Bahkan, kita sudah menyewa orang yang memiliki tubuh, suara, dan wajah orang yang mirip. Sepertinya tahun ini, aku akan memulai dari awal." Ujar Anna dengan tenang.

Han tersenyum tipis memandangi jalanan. "Dengan atau tanpa dendam, jiwa anda hanya milik saya, nona muda." Gumamnya.

Han memakirkan mobilnya di bawah sebuah bukit. Bukit tersebut cukup tinggi, rumput hijau tumbuh dengan segar, dan jalan setapak dari tanah membuatnya terlihat alami. Han keluar dari mobil, membukakan pintu untuk Anna, dan mengulurkan tangan untuk membantu Anna keluar dari mobil.

Angin sepoi-sepoi menerpa Anna. Anna berjalan melewati jalan setapak. Beruntung dia mengenakan gaun sederhana dan sepatu boots ketika keluar. Han berjalan mengekorinya seraya membawa tas jinjing coklat berbentuk kotak yang terbuat dari kayu.

Sebuah rumah berdindingkan batu yang menyerupai sebuah gereja berdiri dengan tegak. Hamparan rumput hijau yang luas dan beberapa bangku taman yang berdekatan dengan pagar pembatar dari kayu ek dengan tinggi lima puluh sentimeter.

Banyak anak-anak berkisar usia lima sampai sepuluh tahun bermain dengan riang yang terbentuk beberapa kelompok. Seorang laki-laki paruh baya duduk di bangku taman yang terbuat dari kayu di bawah sebuah pohon. Sementara itu, Anna dihampiri oleh seorang anak laki-laki dengan usia berkisar sepuluh tahun seraya membawa bola sepak.

"Maaf nona, suster kepala sedang pergi ke kota. Sedangkan suster yang lain ...." Ucapannya terhenti saat seseorang menepuk pundaknya.

Seorang perempuan mengenakan pakaian suster gereja menepuk pundak anak laki-laki itu. "Tuan Holan Baker sudah menunggu kedatangan anda." Potongnya seraya tersenyum. "Alan, pergilah bermain dengan yang lain." Titahnya pada Alan. Alan menganggukkan kepalanya dan pergi.

Suster tersebut mengantar Anna dan Han menuju laki-laki paruh baya yang tengah duduk di bangku taman bawah pohon seraya menikmati teh hangat dari cangkir keramiknya. Seorang laki-laki paruh baya berubuh gempal mengenakan kemeja putih, setelan jas hitam, berdasi kupu-kupu, memiliki kumis tebal dengan warna menyerupai rambutnya yang kelabu, hidung kecil dengan mata sayu namun tajam, dan bibir yang tipis.

Suster itu menundukkan kepalanya. "Tuan, Nona Holmes telah datang." Ucapnya dengan sopan.

Tuan Baker tersenyum lembut. "Terima kasih. Silakan duduk Nona Holmes." Ujarnya dengan ramah mempersilakan Anna untuk duduk di di bangku hadapannya. "Anda juga Tuan ...."

"Han. Biarkan dia berdiri." Potong Anna seraya melirik Han yang berdiri di belakangnya.

Han hanya tersenyum. "Nona muda orang yang sedikit sadis." Gumamnya.

"Baiklah. Mari kita bicarakan bisnis dengan menikmati teh hangat." Ajak Tuan Baker seraya tersenyum. Wajah Anna tidak lepas dari senyuman.