webnovel

Limabelas

Anna kini tertidur di ranjang empuknya tanpa berganti pakaian. Ardian segera meninggalkan adiknya yang telah terlelap. Ardian dengan perlahan menutup pintu kamar Anna. Saat diaberbalik untuk meninggalkan pintu, Han yang berdiri di dekatnya membuat Ardian terperanjat.

"Han, tolong jangan membuatku terkejut." Keluh Ardian seraya memegang dadanya. Jantungnya berdetak lebih cepat dan mencoba menormalkannya. Hanya hanya tersenyum tanpa dosa. "Anna sedang tidur. Jangan mengganggunya." Imbuh Ardian setelah sedikit merasa tenang.

Han sedikit membungkukkan tubuhnya. "Baik, Tuan. Apakah anda perlu mandi terlebih dahulu? Saya akan menyiapkan air hangat untuk anda." Tawar Han seraya menegakkan tubuhnya.

"Tidak perlu. Aku akan langsung tidur. Aku merasa perlu berolah raga agar bisa menggendong Anna lagi jika sesuatu terjadi. Istirahatlah Han!" Titah Ardian dengan tenang seraya berjalan menjauh. Sesuatu dalam pikirannya segera menghentikan langkahnya. Ardian membalikkan tubuhnya dan memandangi Han yang masih berdiri di depan pintu Anna. "Bagaimana kau bisa pulang secepat kilat?" Tanya Ardian dengan wajah penasaran.

Han hanya tersenyum. "Kekuatan dari alam, Tuan Ardian." Jawabnya dengan santai. "Selamat beristirahat, Tuan." Pamitnya dan pergi.

Kekuatan dari alam? Ardian hanya tertawa lirih. Di pikirannya, kekuatan dari alam tidak akan membawa manusia secepat ini. Ardian menduga kalau Han sudah pulang terlebih dahulu.

Ardian menyadari keanehan dalam diri Han. Seperti wajah dan kulitnya yang masih terlihat berusia dua atau tiga puluhan, berjalan tanpa suara, dan lain sebagainya. Namun, Ardian tidak menghiraukannya selama dia bekerja dengan baik untuk Anna.

Anna perlahan membuka matanya. Keadaan sekitarnya terlihat gelap dan hanya cahaya dari rembulan menjadi satu-satunya penerang. Dalam keadaan mengantuk dia meninggalkan ranjangnya dan melepaskan gaun yang dia kenakan.

Dia berjalan menuju laci pakaiannya dengan pakaian dalam yang masih melekat ditubuhnya. Dengan segera dia mencari baju tidur, tapi tidak menemukan baju tidur yang biasa dia gunakan.

"Ini, pakaian anda." Ujar seseorang seraya menyerahkan gaun tidur berwarna putih. Anna dengan segera mengambilnya dan berterima kasih. Anna perlahan memakainya dan merasa dirinya dibantu oleh seseorang.

Anna melebarkan kedua matanya. Dia menyadari ada keanehan yang terjadi. Perlahan dia membungkukkan tubuhnya, menyimbakkan roknya dengan cepat, dan mengarahkan pistol ke arah seseorang yang memberinya gaun tidur.

Anna tidak pernah meninggalkan kantong revolver yang menghiasi pahanya. Dia tidak ingin sesuatu memperlambat gerakannya hanya karena revolvernya tertinggal. Hal ini dilakukan demi mempertahankan nyawanya. Lebih baik mati berjuang atau menyesal seumur hidup, itulah menurutnya.

Suara tawa menggema di kamarnya. Anna mengembuskan napas. Perasaan kesal kini menyelimutinya. Dia mengenal suara tawa ini. Suara tawa seseorang yang telah menemaninya selama sepuluh tahun. "Apa kau mau dihukum, Han?" Tanya Anna dengan dingin tanpa berniat mengembalikan pistolnya ke dalam kantung.

"Maafkan saya, Nona muda." Ucap Han seraya berdiri di belakang Anna. Anna dengan cepat membalikkan tubuhnya dan memuntahkan dua peluru dari revolvernya. Dua peluru Anna tidak mengenai Han.

Anna mendengus kesal. "Han, berhenti bermain-main!" Geram Anna. Anna perlahan berjalan mundur dengan wajah was-was. Anna merasa sedikit kesal karena Han hanya terus tertawa dan menggema di kamarnya.

Sesuatu melintas dalam pikiran Anna, membuatnya semakin mengkerutkan dahinya. "Kau bukan Han! Apa yang kau inginkan?" Tanya Anna dengan tenang. Suaranya mungkin mirip, tapi Han tidak akan mempermainkannya lebih lama.

Suara tawa tersebut terhenti. Anna semakin meningkatkan kewaspadaannya. Suara tawa kembali bergema. Anna tidak bisa menentukan dari mana arah suara tersebut. Suara itu terdengar keluar dari tembok kamarnya.

Sebuah angin besar mengenai tubuhnya. Suara erangan terdengar. Pintu kamar Anna terbuka lebar. Ardian, Mey, dan Johan dengan wajah khawatir masuk ke dalam kamar. Mey dan Johan menodongkan pistol melindungi Ardian di belakang mereka.

"Lepaskan aku!" Teriak seseorang. Ardian yang berada di dekat sakelar lampu kamar Anna segera menyalakannya. Han menindih seorang laki-laki berambut putih, dengan wajah kesal memandangi Han. Laki-laki itu tersenyum lembut memandangi Anna yang masih memegang pistol.

"Maafkan saya, nona muda. Dia adalah salah satu kenalan saya." Sesal Han seraya berdiri bersama laki-laki tersebut. Laki-laki ini memiliku kulit putih pucat, rambut dan bulu matanya berwarna putih, dan memiliki mata yang berwarna merah.

Laki-laki itu tertawa lirih. "Maafkan saya, nona muda. Saya telah melihat anda." Ucap laki-laki tersebut tanpa rasa bersalah. Anna hanya terdiam dan menatapnya dengan wajah dingin. Mey dan Johan menurunkan pistolnya.

Han segera membawa pergi kenalannya. Mey dan Johan ikut pergi setelah Anna memberi perintah untuk mengecek sekitar rumah. Ardian berjalan mendekati Anna yang berdiri memandangi langit malam.

"Anna, lebih baik kau beristirahat. Aku akan mengurus kenalan Han itu." Ujar Ardian. Ardian merasa geram. Bagaimana mungkin Han bisa kenal dengan seseorang yang bisa membobol pintu. Dia merasa geram karena laki-laki itu tidak merasa salah sama sekali pada Anna.

"Tidak perlu. Lebih baik kau beristirahat. Ini masih tengah malam." Ujar Anna dengan lembut dan tersenyum memandangi saudara tuanya yang berdiri di belakangnya.

Ardian mengembuskan napas panjang dan menganggukkan kepalanya. Ardian meninggalkan Anna dengan perasaan berat. Dia kembali dikejutkan oleh Han setelah menutup pintu kamar Anna. Dalam waktu kurang dari dua belas jam Han sudah mengejutkannya dua kali dan di tempat yang sama. "Han, kenapa malam ini kau sangat senang mengejutkanku?" Protesnya.

Telapak tangan kanan Han menyentuh dada kirinya dan menundukkan kepalanya. "Maafkan saya, Tuan Ardian. Maafkan pula kenalan saya. Saya sedikit terkejut saat tahu dia datang." Sesal Han.

Ardian menghela napas. "Tidak apa. Aku hanya kesal bagaimana dia tidak merasa bersalah sama sekali pada Anna." Ujar Ardian dengan tenang. Nadanya penuh penekanan saat mengucapkan kalimat terakhir.

Han masih menundukkan kepalanya dan meminta maaf sekali lagi. Bukan hanya Ardian yang merasa geram. Han juga. Dia kesal karena kenalannya itu dengan sengaja masuk ke dalam kamar Anna.

Ardian pergi meninggalkan Han yang masih berdiri di depan pintu kamar Anna. Ardian sudah memerintahkannya untuk kembali lagi besok pagi. Namun, Han tidak mengindahkan perintahnya. "Masuklah, Han!" Perintah Anna dengan lembut.

Han menghela napas kuat-kuat. Dia tahu nona mudanya sedang marah besar padanya. Anna pasti akan memberi hukuman padanya cepat atau lambat. Han tahu, Anna tidak akan membiarkan tubuhnya disentuh, dilihat, atau pun diraba oleh orang asing, kecuali paha, tempat kantong revolvernya.

Han membuka pintu kamar Anna. Dia melihat Anna yang berdiri membelakangi jendela besar seraya tersenyum padanya. "Tolong matikan lampunya. Terima kasih." Pinta Anna. Han segera menutup pintu dan mematikan lampu kamar Anna. Saklar lampu yang berada di dekat pintu masuk, mudah bag Han untuk menjangkaunya.

Kamar Anna kembali dalam keadaan gelap. Anna kini berdiri memandangi langit malam. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang terus tersenyum. Han membuka suara. Dia menceritakan semua yang dilakukan Alex Baker setelah meninggalkan kediaman Smith hingga laki-laki tua itu tertidur.

Anna bergeming. Dia membiarkan informasi dari Han masuk ke dalam otaknya dan mencernanya dengan baik. "Sebenarnya, saya melihat bagaimana Tuan Holan Baker dibunuh." Ucap Han. Anna masih bergeming. Perlahan Anna memutar tubuhnya dan memandangi Han.

"Aku tahu. Tolong ambilkan buku note hitam dengan karet merah di dalam laci meja kerjaku. Terima kasih." Pinta Anna dengan tenang. Han menundukkan kepalanya dan pergi melaksanakan permintaan Anna.

Sebenarnya, Anna tidak tahu kalau Han menyaksikan kejadian pembunuhan. Anna memang memikirkannya, tapi dia segera menyingkirkan pemikiran tersebut. Han tidak mengatakan apa pun. Anna tetap diam dan tidak menanyakannya. Setelah Han mengakuinya, Anna teringat dengan sebuah tulisan kecil di kertas Han berikan keesokan harinya, saat dia tahu kalau Tuan Holan telah tewas.

Han mengetuk pintu, masuk ke dalam kamar Anna, dan menyerahkan sebuah buku note hitam dengan karet merah pada Anna. Anna menerimanya dan segera membuka note tersebut.

Dia mengambil lembaran kertas yang di berikan Han saat pagi pembunuhan Tuan Holan Baker. Beruntung cahaya bulan bersinar sangat terang. Anna melihat isinya sekilas. "Seorang laki-laki muda membunuh pemilik asli rumah Baker." Gumam Anna seraya menyipitkan matanya.

Tulisan tersebut sangat kecil berada di bawah komposisi teh yang terlihat lebih seperti tulisan raksasa. Sekilas terlihat seperti coretan kecil dan tidak penting. Namun, jika diperhatikan dengan benar, coretan tersebut membentuk sebuah kalimat.

Anna mengembuskan napas panjang. "Aku akan diam sampai motifnya dalam melakukan pembunuhan terungkap oleh Tuan Harris. Bisa kau ceritakan bagaimana kenalanmu masuk ke dalam kamarku?" Tanya Anna seraya mengembalikan kertas tersebut ke dalam buku notenya.