webnovel

Chapter 01

Pada hari yang cerah, seorang anak laki-laki terbangun dari tidurnya. Jam sudah menunjukkan pukul 06:18 pagi, anak laki-laki itu segera beranjak dari tempat tidurnya dan segera bersiap untuk pergi ke sekolah. Setelah selesai mandi dan memakai seragam sekolahnya, ia memakan sarapannya dan berangkat ke sekolah.

Kazehaya Maru, biasa dipanggil Maru, ia sekarang berumur 16 tahun. Maru adalah siswa kelas 1 di SMA Ichijou dan hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Maru memiliki sebuah impian, untuk saat ini ia ingin menjadi seorang penulis novel terkenal.

Sesampainya di sekolah, seluruh murid kelas 1 mengikuti upacara penerimaan murid baru di gedung aula. Kepala sekolah menyampaikan pidato sambutan, pidatonya sangat panjang hingga membuat beberapa murid tertidur saat pidato itu sedang dibacakan. Setelah upacara itu selesai, seluruh murid kelas satu masuk ke kelas mereka masing-masing. Maru berada di kelas 1-b, dalam satu kelas terdiri dari 25 orang murid, namun yang hadir baru 24 orang. Tak lama kemudian, wali kelas mereka masuk ke dalam kelas.

"Perkenalkan anak-anak, nama ibu adalah Takamura Miyuki. Mulai hari ini ibu akan menjadi wali kelas kalian, salam kenal."

"Salam kenal, Miyuki-sensei!"

Seluruh murid yang ada di kelas itu menjawab secara bersamaan.

"Baiklah, kalau begitu kita mulai dengan perkenalan. Kalian akan ibu panggil satu-persatu ke depan, lalu perkenalkan diri kalian di depan teman-teman. Yang pertama ibu panggil adalah..."

Miyuki-sensei memanggil murid-muridnya satu-persatu, mereka memperkenalkan diri mereka kepada teman-teman yang lainnya. Setelah beberapa orang murid maju ke depan, akhirnya giliran Maru untuk maju ke depan dan memperkenalkan dirinya.

"Namaku Kazehaya Maru, 16 tahun, hobiku menulis dan membaca novel. Impianku adalah menjadi penulis novel terkenal. Teman-teman, salam kenal!"

"Terima kasih Maru, kau boleh duduk. Selanjutnya, Yuzurika Haruna!"

Akan tetapi, anak yang bernama Yuzurika Haruna itu belum maju ke depan, Miyuki-sensei kebingungan dan melihat wajah setiap siswi yang ada di kelasnya. Namun tidak ada satu pun di antara siswi yang bernama Yuzurika Haruna.

"kalau begitu kita lanjut saja.. Eh!?"

Sebelum Miyuki-sensei selesai bicara, tiba-tiba seorang gadis membuka pintu dan masuk ke dalam kelas. Gadis itu memiliki kulit seputih salju, badannya ramping dan dadanya agak rata, rambutnya panjang dan sangat halus, matanya berwarna biru cerah dan ekspresi wajahnya terlihat seperti gadis yang polos. Semua murid terpesona melihat kecantikannya, mereka bahkan sempat mengira bahwa gadis itu adalah seorang peri atau seorang malaikat yang turun dari surga.

"Maaf sensei aku terlambat."

"Emm... Kamu Haruna-chan kan?"

Gadis itu mengangguk dengan ekspresi wajah polos.

"Kalau begitu, Haruna-chan, silakan perkenalkan dirimu kepada teman-teman."

"Baik."

Haruna menoleh ke arah teman-teman sekelasnya, ekspresi wajahnya masih seperti yang sebelumnya. Haruna hanya diam, dari tadi ia hanya memandangi teman-teman kelasnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Haruna-chan, apa kau bisa segera memperkenalkan dirimu?"

"Memperkenalkan diri? Aku harus bilang apa?"

Seisi kelas terkejut kemudian tertawa. Mereka tidak menyangka Haruna bisa sepolos itu. Miyuki-sensei berusaha menenangkan murid-muridnya, namun mereka tidak mendengarkannya karena suara Miyuki-sensei terlalu pelan dan lemah gemulai. Miyuki-sensei dilanda kepanikan, wajahnya memerah karena semua keributan dan tekanan di kelas itu. Tiba-tiba seorang siswa memukul meja dengan sangat keras, semua orang terdiam.

"Berisik... Aku mau tidur!!!"

Tatapannya sangat mengancam, itu membuat semua orang terdiam dan kembali tenang. Setelah semuanya tenang, ia kembali tidur.

"Siapa dia?"

"Kau tidak tahu? Dia itu Takamura Keita, di SMP dia itu selalu bolos dan tidur di kelas, tapi dia juga orang jenius, ia mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran."

"Heh, benarkah? Hebat."

"Takamura Keita? Itu artinya dia adalah..."

"Benar, dia adalah adik laki-lakinya Miyuki-sensei."

Beberapa orang siswa dan siswi berbisik membicarakan Keita. Sementara itu, Haruna masih berdiri di depan, ia bingung kenapa ia masih berdiri di depan.

"Sensei, kapan aku boleh duduk?"

"Setelah kau memperkenalkan dirimu."

"Lalu apa yang harus aku katakan?"

"Beritahu kepada semuanya siapa namamu, berapa usiamu, apa hobimu dan apa impianmu."

"Baiklah, aku akan mencobanya."

Haruna kembali menghadap ke arah teman-teman sekelasnya, ia masih menatap mereka dengan ekspresi wajah polos.

"Namaku Yuzurika Haruna, 16 tahun, hobiku menggambar, impianku tidak ada."

"Eeem... Haruna-chan, kau boleh duduk sekarang."

Setelah di perbolehkan duduk, Haruna berjalan ke tempat duduknya, ia duduk tepat di samping Maru. Kemudian perkenalan dilanjutkan hingga selesai, semua murid yang tersisa sudah selesai memperkenalkan diri mereka.

"Baiklah anak-anak, karena kita semua sudah saling mengenal, ibu harap kalian bisa akrab dan menjadi teman baik. Nah sekarang, ayo kita mulai pembelajaran kita hari ini. Hari ini kita akan belajar..."

Sebelum Miyuki-sensei selesai bicara, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Miyuki-sensei segera menjawab panggilan di ponselnya. Setelah selesai, Miyuki-sensei menatap murid-muridnya dengan perasaan menyesal.

"Maafkan ibu anak-anak, ibu baru dapat telepon dari kepala sekolah, dia menyuruh ibu untuk datang ke ruangannya. Selama ibu pergi, kalian belajar sendiri dulu ya."

"Baik!"

Mereka menjawab secara bersamaan. Setelah itu, Miyuki-sensei pergi meninggalkan kelas dan segera pergi ke ruangan kepala sekolah.

Miyuki-sensei menyuruh mereka belajar dan mereka bilang mereka akan belajar, akan tetapi mereka malah bermain-main di kelas. Mereka berkumpul dengan kelompok mereka masing-masing dan mulai bercerita tentang hal selain pelajaran. Bahkan adik laki-laki Miyuki-sensei si Keita masih saja tidur sejak kelas pertama kali dimulai. Maru membaca buku pelajaran, tetapi lama kelamaan ia mulai bosan. Maru menyimpan buku pelajarannya dan membaca light novel untuk mencari inspirasi dalam menulis novelnya. Maru sudah membaca empat light novel, namun ia belum mendapat inspirasi. Maru mengalihkan pandangannya sebentar, ia melihat Haruna sedang menggambar sesuatu. Maru penasaran dengan Haruna, ia memutuskan untuk menghampirinya.

"Yuzurika-san, apa yang sedang kau buat?"

"Haruna."

"hehh, apa?"

"Panggil aku Haruna."

"Kalau begitu, Haruna-san..."

"Haruna hanya ada satu, bukan tiga."

Maru kebingungan, ia tidak mengerti dengan apa yang Haruna katakan. Kemudian Maru menyadari suatu hal. San dalam bahasa jepang artinya tiga, Haruna mungkin mengartikan san sebagai angka tiga.

"Aku mengerti, kau tidak mau dipanggil Haruna-san."

Haruna mengangguk dengan ekspresi wajah polos.

"Kalau begitu aku akan memanggilmu Haruna-chan..."

"Dasar hentai."

"Eeeehhh!!!"

Maru belum selesai bicara, tiba-tiba Haruna berkata seperti itu, padahal Maru tidak melakukan apa pun kepadanya. Maru benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis itu. Kemudian Maru menghela napas.

"Baiklah aku mengerti, kau ingin aku memanggilmu Haruna saja."

Haruna mengangguk dengan ekspresi wajah polos.

"Kalau begitu, Haruna, apa yang sedang kau buat?"

"Aku sedang menggambar. Mau lihat?"

Haruna mengambil kertas gambarnya dan menujukannya kepada Maru.

"Baiklah, sini kuliha....Eeeeeehhhh!!!"

Maru terkejut dan berteriak. Yang digambar oleh Haruna adalah Maru sebagai seorang budak masokis dalam posisi sedang berjalan seperti anjing dan lehernya dirantai. Yang lebih parahnya lagi adalah yang menjadi majikan Maru adalah Haruna. Haruna memakai gaun seperti seorang bangsawan dan memperlakukan Maru seperti seekor anjing, ia bahkan menginjak dan mencambuk Maru. Meskipun gambarnya sangat bagus, namun gambar itu sudah seperti mimpi buruk bagi Maru.

"Bagaimana, apa gambarnya bagus?"

Haruna bertanya seperti gadis yang tidak berdosa, itu membuat Maru kesal dan sedikit merinding ketakutan. Keringat dingin bercucuran di tubuh Maru, ia segera menjaga jarak dari Haruna. Haruna bingung, ia sedikit menelengkan kepalanya ke samping, kemudian muncul tanda tanya di samping kepalanya.

Tak lama kemudian, Miyuki-sensei kembali ke dalam kelas, ia sudah selesai dengan urusannya di ruang kepala sekolah. Karena Miyuki-sensei sudah kembali, para siswa dan siswi kembali duduk di tempat duduk mereka masing-masing.

"Maaf ya anak-anak, ibu agak lama tadi di ruang kepala sekolah. Baiklah, ayo kita lanjutkan belajarnya..."

Sebelum Miyuki-sensei selesai bicara, bel telah berbunyi, seluruh murid di perbolehkan istirahat. Yang pertama kali keluar adalah Keita, lalu diikuti oleh siswa dan siswi yang lain. Yang tersisa di kelas itu adalah Maru dan Miyuki-sensei. Maru berjalan menuju Miyuki-sensei, Maru menatap Miyuki-sensei dengan rasa prihatin.

"Miyuki-sensei, kau lebih cocok menjadi guru TK dari pada guru SMA."

"Eeehhh!!!"

Kemudian Maru pergi meninggalkan Miyuki-sensei di kelas. Miyuki-sensei sangat tertekan dengan apa yang Maru katakan barusan, saking tertekannya Miyuki-sensei kehilangan warna hidupnya, seluruh tubuhnya dan pakaiannya berubah menjadi berwarna putih pucat.

Maru baru saja selesai membeli beberapa roti dan minuman di kantin sekolah, ia berencana memakannya di bawah pohon yang ada di taman sekolah. Ketika Maru baru beberapa detik bersandar di salah satu pohon, ia mendengar sesuatu di sisi lain pohon yang ia sandari. Maru penasaran, ia memutuskan untuk memeriksanya. Ternyata yang ada di sisi lain pohon itu adalah Haruna, sepertinya ia sedang menggambar.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku sedang menggambar."

"Aku tahu, tapi kenapa? Bukannya lebih nyaman menggambar di dalam ruangan?"

"Aku lebih suka menggambar di sini, aku suka suasananya yang tenang dan damai. Kau sendiri, kenapa kau makan di tempat seperti ini?"

"Kurasa alasanku sama denganmu..."

"Begitu ya."

Sejak awal pembicaraan, Haruna sama sekali tidak memandang ke arah Maru, ia sibuk dengan gambarnya. Maru penasaran dengan apa yang Haruna gambar, Maru mendekat untuk melihat gambar Haruna. Maru terkejut, ia benar-benar kagum melihat apa yang Haruna gambar.

"Komik?!"

"Iya, aku sangat penasaran dengan komik, jadi aku mencoba untuk membuatnya."

"Kau benar-benar hebat!"

"Apa kau mau melihatnya?"

"Tentu saja aku mau!"

Haruna mengambil beberapa kertas gambarnya, ia menyusunnya sesuai urutan cerita komiknya dan memberikannya kepada Maru. Maru mengambil komik itu dari tangan Haruna, ia memulai membacanya. Gambar pada komik itu sangat bagus, namun ceritanya membuat Maru teringat akan suatu hal.

"Ada apa? Apa itu tidak bagus?"

"Bagus kok! Hanya saja ceritanya agak mirip dengan cerita yang kutulis ketika aku masih kelas 4 SD. Ya biarlah, ini pasti cuma kebetulan."

"Aku tidak peduli dengan ceritanya, yang kupedulikan hanya gambarnya saja."

"Hehhh... Begitu ya?"

Haruna mengangguk dengan ekspresi wajah polos.

"Menurutku gambarmu sangat luar biasa, aku yakin suatu hari nanti kau bisa menjadi pelukis atau ilustrator profesional."

"Kalau kamu, apa kau suka menggambar?"

"Sejujurnya aku tidak terlalu bisa menggambar, tapi aku lebih suka menulis sebuah cerita."

"Begitu ya, kalau begitu semangat, aku pasti akan membantumu."

"Hehhh, apa maksudnya itu?"

Haruna tidak menjawab, ia hanya melihat ke arah makanan milik Maru. Perut Haruna berbunyi, ia belum makan apa pun sejak tadi pagi. Ternyata yang dimaksud Haruna adalah membantu memakan makanan Maru.

"Apa kau mau satu?"

"Dua!"

"Baiklah, ini ambil lah."

Maru memberikan dua roti miliknya kepada Haruna, Haruna mengambilnya dari tangan Maru dan memakan kedua roti itu secara bergantian. Maru tersenyum, ia tidak menyangka Haruna memiliki sifat seimut ini.

"Ada apa, Maru? Wajahmu memerah loh!"

"Bukan apa-apa! Cepat habiskan makananmu, kelas sebentar lagi akan dimulai."

Maru mencoba mengalihkan pembicaraan agar Haruna tidak salah paham dengannya. Maru segera menghabiskan roti dan minumannya, kemudian segera pergi ke kelasnya.

"Maru menarik juga, aku suka."

"Jangan berkata yang bukan-bukan, ayo cepat nanti kita bisa terlambat!"

Wajah Maru semakin memerah, ia berjalan lebih cepat di depan Haruna agar Haruna tidak melihat wajahnya. Setibanya dikelas, pelajaran pun dimulai. Maru masih memikirkan apa yang Haruna katakan tadi, ia bahkan tidak berani melihat ke arah Haruna.

(Apa yang dia pikirkan, kenapa dia tiba-tiba mengatakan hal itu, apa dia hanya mempermainkanku, atau jangan-jangan dia memang serius mengatakannya.)

Maru berbicara di dalam hatinya, kata-kata Haruna tadi masih terbayang-bayang dikepalanya.

"Kazehaya Maru, perhatikan ke depan ketika bapak sedang menerangkan!!!"

"Ma-maaf pak!"

Maru ditegur karena melamun di jam pelajaran oleh pak guru yang sedang mengajar saat itu. Maru tidak ingin ditegur lagi, ia menjernihkan pikirannya dan memerhatikan pelajaran. Setelah pelajaran selesai, pak guru meninggalkan kelas. Maru membereskan buku-bukunya dan bersiap untuk istirahat. Sebelum Maru pergi, Haruna datang menghampirinya.

"Maru, ada apa, kenapa kau melamun, apa kau sakit?"

"Itu bukan urusanmu."

"Tapi..."

"Sudah kubilang itu bukan urusanmu!!!"

Tanpa disengaja, Maru membentak Haruna. Semua orang memandangi Maru dan Haruna.

"Ada apa ini?"

Keita yang baru saja bangun datang menghampiri Maru, ia memandangi Maru dan Haruna

"Aku mengerti, jadi ini pertengkaran antara sepasang kekasih."

"Kekasih?!"

Semua orang yang ada di sana berbisik-bisik, mereka tidak menyangka Maru sudah mempunyai hubungan dengan Haruna.

"Jadi, kenapa sepasang kekasih seperti kalian bertengkar?"

"Dengarkan aku dulu, dia itu bukan kekasihku, kami tidak punya hubungan apa-apa!"

"Hmmm...Benarkah? Haruna-chan, apa benar kau tidak mempunyai hubungan dengan lelaki ini?"

"Maru... Dia harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan padaku..."

Haruna mengatakan itu sambil menyeka air matanya, perkataannya terkesan bahwa Maru telah melakukan sesuatu yang mesum kepadanya sehingga Maru harus bertanggung jawab. Walaupun bukan itu yang terjadi, tapi semua orang berpikiran sebaliknya. Maru segera menghampiri Haruna.

"Kau jangan buat mereka salam paham dengan perkataanmu! Aku sama sekali tidak..."

Sebelum Maru selesai bicara, semua orang mengata-ngatai Maru.

"Sialan kau Maru, beraninya kau mendahului kami mendekati Haruna-chan!!!"

"Tunggu sebentar, dia itu aneh, dia itu sama sekali tidak normal!"

"Kau benar, keimutannya benar-benar tidak normal!!!"

"Aku tidak menyangka Maru-kun akan melakukan hal semacam itu."

"Dasar lelaki rendahan."

"Kukira dia itu lelaki yang baik!"

Maru kewalahan menanggapi perkataan seluruh siswa dan siswi dikelasnya. Ditengah-tengah tragedi itu, Maru memandangi Haruna. Haruna menunjukkan gambar yang baru saja selesai ia buat. Gambar itu berisi Haruna yang menjadi seorang bangsawan sadis dan Maru sebagai seorang budak masokis. Haruna memperlakukan Maru seperti seekor anjing, ia menginjak-injak Maru dan mencambuknya dengan sangat kuat. Maru tidak tahan melihat mimpi buruknya diabadikan di kertas gambar.

"Hentikaaaaaan!!!"

Maru berteriak, teriakannya bahkan menggema sampai ke langit. Setelah melewati berbagai masalah, akhirnya jam sekolah telah usai, Maru segera pulang ke rumahnya dan berharap semuanya melupakan apa yang telah terjadi hari ini. Di perjalanan pulang, Haruna diam-diam mengikuti Maru. Maru mengetahui hal itu, ia mencoba mengambil rute yang membingungkan agar Haruna berhenti mengikutinya. Di depan, Maru melihat sebuah gang kecil, ia memasuki gang kecil itu, Haruna juga ikut memasuki gang kecil itu. Kemudian Maru berbelok mengambil jalan lain, Haruna masih mengikutinya. Jalan yang diambil Maru bagaikan sebuah labirin yang menyesatkan, akhirnya Maru berhasil terlepas dari Haruna. Haruna tidak dapat menemukan Maru, ia mencari Maru dan tersesat.

"Kenapa kau mengikutiku?"

Tiba-tiba Maru muncul dari belakang Haruna. Haruna terkejut, ia sudah ketahuan.

"Aku tanya, kenapa kau mengikutiku?"

"Aku tidak mengikutimu, aku hanya kebetulan lewat."

"Jangan berbohong."

"Sebenarnya rumahku satu arah dengan rumahmu, tapi aku lupa jalan pulang. Jadi aku..."

"Jadi itu sebabnya kau mengikutiku? Kau ini, jika kau mau aku bisa menunjukkan jalan pulang padamu. Kau tidak perlu mengikutiku seperti itu."

"Maafkan aku..."

"Ya sudah, aku akan mengantarmu pulang."

Pada akhirnya mereka pulang bersama. Setelah lama berjalan, akhirnya mereka sampai di depan rumah Maru.

"Jadi ini rumahmu?"

"Benar. Apa kau bisa pulang sendiri, atau mau aku temani sampai ke rumahmu?"

"Tidak apa-apa. Rumahku sudah dekat, aku bisa pulang sendiri."

"Kalau begitu hati-hati di jalan."

"Iya. Aku pulang dulu, sampai jumpa lagi."

"Sampai jumpa lagi."

Maru segera masuk ke dalam rumahnya. Maru sempat melihat ke arah Haruna, Haruna kembali berjalan ke arah di mana mereka datang tadi. Maru menghela napas dengan rasa kecewa.

"Dia menipuku..."

Ternyata Haruna hanya ingin tahu di mana rumah Maru. Maru benar-benar telah ditipu oleh Haruna, ia tidak bisa membedakan ekspresi wajah Haruna ketika Haruna jujur atau ketika Haruna berbohong karena semua ekspresi wajah Haruna terlihat sama.

Keesokan harinya, Maru berangkat ke sekolah seperti biasa. bel berbunyi, seluruh murid masuk ke kelas mereka masing-masing. Dari tadi Maru tidak melihat Haruna, Haruna bahkan belum datang pada jam pelajaran pertama. Tak lama kemudian, Miyuki-sensei masuk ke dalam kelas.

"Selamat pagi anak-anak. Sebelum kita mulai pelajaran, ibu akan mengabsen kalian terlebih dahulu."

Miyuki-sensei mengabsen murid-murid mulai dari inisial A sampai Z. Beberapa murid telah diabsen, termasuk Maru. Murid yang dipanggil namanya menjawab sambil mengangkat tangannya.

"Yuzurika Haruna!"

Miyuki-sensei memanggil nama Haruna. Akan tetapi, tidak menjawab sama sekali. Miyuki-sensei kebingungan, ia melihat setiap wajah siswi yang ada di kelasnya, namun ia tidak melihat Haruna.

"Apa di antara kalian ada yang melihat Haruna-chan?"

"Mungkin dia terlambat lagi Sensei!"

"Iya benar, kemarin dia juga terlambat."

"Oh begitu ya. Kalau begitu kita mulai saja pelajaran kita hari ini."

Pelajaran telah dimulai, perlajaran berlangsung selama satu jam. Pada pergantian jam pelajaran, Haruna masih belum datang ke sekolah. Pada jam istirahat pun Haruna masih belum datang ke sekolah. Entah kenapa Maru merasa khawatir, ia takut kalau kemarin sore Haruna tersesat di jalan dan tidak tahu jalan pulang sampai sekarang atau telah terjadi sesuatu kepada Haruna.

"Tunggu, kenapa aku mengkhawatirkan dia?"

Maru menggelengkan kepalanya, ia menjernihkan pikirannya dari hal yang bukan-bukan. Jam sekolah telah usai, seluruh murid diperbolehkan pulang ke rumah mereka masing-masing. Setibanya di rumah, Maru bingung melihat kardus-kardus berada di dalam rumahnya. Maru tidak ingat kapan ia meletakkan kardus-kardus itu di situ dan ia juga tidak ingat ada kiriman hari ini. Maru menghiraukan kardus-kardus itu, ia segera ke kamarnya untuk ganti baju. Ketika Maru membuka pintu kamarnya, ia terkejut melihat Haruna sedang ganti baju di dalam kamarnya. Maru berteriak sangat kencang hingga membuat bumi seolah bergetar.

"Maru, berisik."

"Ka-ka-ka-ka-kau!? Apa yang kau lakukan di rumahku?!"

"Mulai hari ini, aku akan tinggal di sini. Oh iya, aku butuh bantuanmu untuk mengurus barang-barangku yang ada di lorong."

Haruna menjawab pertanyaan Maru seperti gadis yang tidak berdosa. Dalam waktu yang singkat, Maru menyeret Haruna dan barang-barang miliknya keluar dari rumahnya. Maru menutup pintu rumahnya dengan sangat keras.

"Ada apa dengan gadis itu, tiba-tiba menghilang dari sekolah dan tiba-tiba muncul di rumahku. Dia juga seenaknya memutuskan untuk tinggal di rumahku, memangnya dia pikir dia itu siapa?"

Ketika Maru hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba Maru mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Maru membuka pintu, ternyata yang membunyikan bel adalah Haruna. Sebelum Haruna mulai bicara, Maru langsung menutup pintunya. Kemudian terdengar suara bel lagi, Maru membuka pintu dan yang membunyikan bel masih Haruna, lalu Maru menutup pintunya lagi. Kejadian itu terus berulang-ulang sebanyak lima kali. Pada yang keenam kalinya, Maru mendengar suara bel lagi, ia membuka pintu dan tidak ada seorang pun di sana. Maru sedikit terkejut, ia menutup pintunya dan membukanya lagi, lalu Haruna tiba-tiba sudah berada sana. Maru menyerah, ia sudah lelah dengan semua itu.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Izinkan aku untuk tinggal di rumah ini bersamamu!"

"Tidak."

Kemudian Maru menutup pintunya lagi. Maru lega Haruna sudah berhenti membunyikan bel rumahnya. Di sisi lain, Haruna mengeluarkan ponselnya dari tasnya, ia menelepon seseorang. Tak lama kemudian, terdengar suara bel lagi. Maru sudah sangat kesal dengan semua itu, ia segera membuka pintu.

"Kali ini apa lagi!!!"

Maru terkejut, yang ada di hadapannya saat ini bukanlah Haruna, tetapi dua orang pria kekar berjas hitam berkepala botak yang mengenakan kacamata hitam. Kemudian kedua pria kekar itu memberi jalan kepada seorang paman yang mengenakan baju seperti seorang bangsawan.

"Apa benar kau bocah yang bernama Kazehaya Maru?"

"Ya benar, saya Kazehaya Maru. Sebenarnya ada apa ya?"

"Apa kau tahu siapa aku ini?"

"Emmm...Tidak..."

"Aku adalah Peter Alberg Elstein."

"Maaf, aku sama sekali tidak kenal dengan nama itu."

"Yang benar saja, kau tidak tahu siapa aku ini!!!"

"Tidak, memangnya anda siapa?"

"Cari saja namaku di Google."

Maru mengeluarkan smartphonenya dari saku celananya, ia mencari nama Peter Alberg Elstein di Google. Maru membuka beberapa artikel, ia baru mengetahui kalau Peter Alberg Elstein adalah salah satu keluarga bangsawan terkenal dan disegani di inggris. Maru merinding, keringat dingin membasahi tubuhnya.

"Jadi, apa yang bisa saya bantu untuk bangsawan inggris seperti anda?"

"Aku ingin kau membiarkan putriku untuk tinggal di rumahmu."

"Apa?"

Kemudian Haruna muncul dari belakang Peter Alberg Elstein.

"Ini putriku, Yuzurika Haruna Elstein. Dia akan tinggal bersamamu mulai hari ini. Jika kau menolak, bersiap-siaplah untuk di eksekusi mati."

"Tapi..."

"Kau tidak keberatan kan!!!"

"Iya iya aku tidak keberatan!"

"Baguslah kalau begitu. Tapi, jika terjadi apa-apa kepada putriku, kau akan merasakan akibatnya!

Maru semakin merinding ketakutan. Kemudian Peter Alberg Elstein dan kedua bodyguardnya kembali masuk ke dalam mobil mereka dan segera menuju ke bandara untuk menaiki pesawat ke inggris.

"Kenapa... Kenapa kau membawa masalah ini kepadaku?"

"Kau tidak mengizinkanku untuk tinggal di sini, jadi aku meminta bantuan papaku..."

"Tapi kenapa kau mau tinggal di rumahku!!! Kenapa, why!!!"

"Itu karena aku menyukaimu."

Maru terkejut mendengar hal itu, jantungnya berdebar-debar kencang. Wajahnya memerah dan ia juga salah tingkah ketika Haruna menatapnya.

"Benarkah?"

"Entahlah, mungkin iya.. Mungkin tidak juga. Aku tidak terlalu peduli."

(Ada yang salah dengan gadis ini, aku yakin itu. Dia hanya akan membawa masalah kepadaku.)

Maru bicara di dalam hatinya, ia menatap Haruna dengan penuh rasa kecewa.