webnovel

I love you, kakak!

Hidup Day sangat membosankan. Dia tidak memiliki ibu, hanya memiliki seorang ayah yang sibuk bekerja dan jarang ada di rumah serta seorang kakak yang tidak bisa diajak bergurau. Kakaknya, Eros, sangat dingin. Tidak pernah suka jika Day bersikap akrab dan dekat-dekat dengannya ketika berada di sekolah. Karena hal itu Day seringkali merasa kalau Eros malu mengakui Day sebagai adiknya sendiri. Hal itu terkadang mengganggu pikiran Day. Hingga akhirnya Day tahu alasan mengapa Eros bersikap dingin kepadanya. "Jangan terlalu dekat denganku Day." "Tapi kenapa kak? Aku adikmu." "Justru itu. Aku takut jika kau terlalu dekat denganku, maka aku akan semakin jatuh cinta padamu. Kamu adiku, tidak sepantasnya aku memiliki perasaan ini." "Perasaan apa?" "perasaan ingin memilikimu seutuhnya."

Amethys_Sel · Teen
Not enough ratings
17 Chs

7. Nyeri haid yang menyiksa

Malam tiba begitu cepat. Tuan besar, Mandala Emerson pulang pukul 19.30. Sena sudah menyiapkan makan malam yang sempurna di atas meja makan.

Mandala duduk di kursi meja makan bersiap untuk makan malam. Bertanya kepada Sena yang tengah memasukan air ke dalam gelas untuk Mandala minum. "Dimana Eros dan Day? Kenapa mereka belum datang?"

"Sepertinya tuan Eros dan nona Day masih di kamarnya masing-masing, Tuan. Sebentar, akan saya panggilkan."

Dengan tegas, Mandala mengangguk. Mandala tidak akan makan sebelum anak-anaknya ikut makan bersamanya. Di antara kesibukannya sebagai Direktur utama Emerson corp yang mengharuskannya jarang berada di rumah. Hanya kegiatan sarapan dan makan malamlah yang menjadi titik pertemuan antara dirinya dan kedua anaknya. Jauh di dalam lubuk hatinya, sebetulnya ia sangat ingin bercengkrama bersama kedua anaknya seperti hubungan papa dan anak pada umumnya. Menghabiskan waktu libur bersama-sama. Namun bagi Mandala itu hal yang sulit, sejak anak-anak masih kecil ia jarang sekali ada di rumah untuk ikut andil dalam merawat dan membesarkan Eros dan Day. Sampai dua anaknya itu tumbuh besar pun, Mandala tetap menjadi sosok papa yang selalu sibuk oleh pekerjaan, jarang berinteraksi dengan mereka. Tak heran jika setiap bertemu mereka, Mandala selalu merasa canggung. Mandala sendiri yakin kalau anak-anaknya pun merasakan kecanggungan yang sama dengannya.

Mandala menatap Eros yang datang dengan langkah malasnya.

"Day kemana?" Eros bertanya saat tidak mendapati kehadiran Day disana.

"Day masih di kamarnya, sedang dipanggil oleh Sena," jawab Mandala

"Aku tidak bertanya pada papa. Aku bertanya pada pelayan." Eros menukas tanpa mau menatap sang papa. Membuat Mandala menghela napas. "Dimana Day?" tanya Eros lagi pada seorang pelayan yang masih berumur dua puluh tahunan.

"Seperti yang sebelumnya Tuan besar katakan, Nona Day masih ada di kamarnya, Tuan muda." Si pelayan menjawab sambil menunduk.

Eros terbiasa datang ke meja makan setelah Day datang lebih dulu. Makanya saat Eros tidak melihat keberadaan Day di kursinya, ia merasakan kecanggungan yang luar biasa karena harus langsung bersitatap dengan sosok Mandala yang kaku dan dingin.

"Lain kali panggil aku setelah Day sudah sampai di meja makan," tukas Eros sambil berbalik, hendak pergi dari sana. Tidak peduli kalau yang memanggilnya sebelumnya adalah Sena, Eros tetap marah pada pelayan lainnya yang ada di sana.

Mandala hanya mampu menatap punggung anaknya tanpa berani memanggil. Mandala tahu Eros membenci dirinya. Sangat sulit mengendalikan anak sulungnya yang satu itu. Wataknya sama kerasnya dengan watak Mandala. Juga sama-sama memiliki gengsi yang tinggi.

Saat akan menaiki anak tangga pertama, Eros melihat Rion yang membawa kantung kain berwarna hijau.

"Habis darimana kau?" tanya Eros datar. Biasanya Eros tidak pernah bertanya lebih dulu, tapi dia penasaran, terlebih Rion sama-sama akan menaiki tangga untuk menuju ke lantai dua. Rion tidak pernah memiliki urusan apapun di lantai dua selain untuk menemui Day di kamarnya. "Dan, apa yang kau bawa itu?"

"Aku baru pulang dari Minimarket. Habis membeli beberapa botol kiranti untuk Day."

"Kiranti apa?"

"Kiranti itu minuman jamu untuk meredakan nyeri haid. Day sering memintaku membelikannya minuman ini setiap kali datang bulan." Ada rasa iri menjalar di hati Eros ketika Rion lebih tau tentang adiknya daripada dia yang notabennya adalah kakak kandung Day sendiri. "Day memang belum memintaku membelikannya, tapi aku yakin dia akan membutuhkan minuman ini nanti." Siapapun tolong, Eros merasa menjadi kakak yang tak berguna.

"Oh," tanggapnya. Lalu kembali meniti tangga, baru dua langkah ia bertemu Sena yang sedang menuruni tangga. "Bibik, dimana Day? Kau sudah menyuruhnya turun untuk makan malam, bukan? Lalu kemana dia?" tanyanya pada ibu dari Rion tersebut.

"Nona Day mengeluh sakit perut, katanya nyeri haid. Karena itu dia menolak untuk makan malam. Bibik akan membawakan makanannya saja ke kamar Nona Day."

Eros kebingungan melihat raut cemas Sena.

"Rion, tolong belikan kiranti untuk nona Day, sepertinya dia harus minum itu agar nyerinya reda, ibu tidak tega melihatnya menahan sakit sejak tadi sore." Sena berkata pada anaknya.

"Aku sudah membelikannya, Bu." Rion tersenyum sambil menunjukkan kantong kain yang dia bawa.

Sena balas tersenyum leg. "Bagus. Kalau begitu, berikan ke kepada nona Day, sekarang."

Rion mengangguk. "Baik, bu." Cepat-cepat ia menaiki tangga untuk pergi ke kamar Day. Eros yang khawatir hendak pergi ke kamar Day juga namun Sena menghentikannya. "Tuan Eros, anda mau kemana? Bukankah bibik sudah menyuruhmu untuk segera makan malam."

"Aku tidak makan malam."

"Loh, mengapa?"

"Belum lapar," alibinya.

"Oh, yasudah. kalau begitu bibik mau ambilkan makanan untuk nona Day dulu." Sena melangkah turun namun Eros memanggil.

"Ehm, tunggu!"

Sena menoleh. "Ya ada apa? Apa ada yang tuan Eros butuhkan?"

"Tidak. Aku hanya ingin bertanya." Eros menimang ragu sementara Sena menunggu pertanyaannya. "Ehm, apakah ... nyeri haid itu sangat sakit?" tanya Eros dengan suara kecil.

"Ya. Sebagian wanita mengalami nyeri haid yang terlampau sakit. Sebenarnya tidak semua perempuan mengalami nyeri haid, contohnya bibik, bibik tidak merasakan sakit sedikitpun ketika datang bulan. Tapi Nona Day itu, dari dulu, setiap datang bulan di hari pertama sampai hari ketiga, selalu merasakan sakit di perutnya. Akan cepat sembuh bila sudah meminum kiranti."

"Oh." Eros iba, ternyata selama ini adiknya harus menahan semua rasa sakit setiap datang bulan.

"Tuan Eros pasti khawatir ya pada nona Day?" tanya Sena.

Eros hanya tersenyum kaku, kemudian pergi membuat Sena menggeleng maklum. "Anak yang satu itu benar-benar irit bicara, persis seperti papanya."

••••

Diberitahu oleh Sena bahwa sang anak tengah sakit, Mandala langsung kehilangan selera makannya. Tanpa berniat menyentuh secuil makanan yang sudah dihidangkan Sena di depan matanya, ia segera beranjak untuk menemui sang anak.

Kepanikan seketika menyerangnya saat melihat Day bergelung di atas kasur, membungkus tubuhnya dengan selimut, meringkuk menahan sakit. Sesekali terdengar isakan yang lolos dari bibir anak bungsunya itu. Mandala buru-buru mendekatinya. Rion beringsut mundur dengan sopan.

"Aya?" panggilnya, dengan panggilan kesayangan Day sewaktu kecil. "Sayang, apanya yang sakit?" tanyanya penuh kecemasan, namun tetap bersikap tenang.

"Ini siapa? papa?" tanya Day nyaris tak terdengar karena serak. Hati Mandala tergores, bagaimana bisa Day tidak mengenali suaranya dan sebutan masa kecilnya yang diberikan oleh Mandala.

"Iya sayang, ini papa. Coba buka selimutnya sebentar, papa mau lihat Dayana." Day menurut, menyingkap selimut yang menutupi wajahnya. Mandala tercekat ketika melihat wajah anak bungsunya itu telah memerah, bercucuran keringat dengan mata berarir. "Apa yang sakit, hm?" tanya Mandala lagi.

"Perut Day, Pa. Sakit sekali, selalu begini tiap datang bulan." Day nyaris menangis. Dia merasa ingin menangis oleh dua sebab, pertama karena rasa sakit yang menghujam perut bawahnya serta karena merasa terharu mendapatkan perhatian langka dari Mandala yang baru kali ini ia rasakan lagi.

"Rion, sejak kapan Day mengalami ini?" Mandala bertanya sambil mengusapi peluh di dahi Dayana. Mandala bertanya pada Rion karena selama ini Rion yang selalu ada di dekat Day, Mandala yakin Rion sangat tahu tentang Day daripada orang lain.

"Sudah lama Tuan. Sejak nona Day mendapat menstruasi pertama, tepatnya kelas delapan SMP, Nona Day seringkali mengeluh sakit di perutnya saat menstruasi hari pertama sampai hari ketiga. Tapi setelah tiga hari, biasanya nona Day tidak merasakan sakit lagi."

Mendala mengusapi kepala Day. "Masih sakit?" Day mengangguk. "Kita ke rumah sakit, ya?" mohonnya, namun Day menggeleng. "Kalau dibiarkan, papa takut kamu bakal tambah sakit, sayang."

Melihat kecemasan di raut papanya, Day tersenyum kecil. Senyum tulus yang jarang sekali muncul di hadapan Mandala. "Papa tenang aja, aku yakin sebentar lagi juga sakitnya sembuh. Aku sudah minum kiranti kok."

"Kiranti itu apa?" Mandala bertanya heran. Dia tidak tahu apa itu kiranti, dan apa manfaatnya untuk Day.

"Obat pereda nyeri haid, Tuan." Rion memberitahu.

"Oh..." Day terkekeh geli melihat ekspresi Mandala. "Nanti kalau sakitnya tidak sembuh-sembuh juga, nurut sama papa ya, kita ke rumah sakit." Day mengangguk, setelah rasa sakitnya berkurang, Day berubah posisi menjadi duduk, punggungnya menyender pada kepala ranjang.

"Papa udah makan malam?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Mana bisa makan, kalau tahu anak kesayangan papa sakit." Day terkekeh refleks memeluk Mandala.

Rion tersenyum haru melihat interaksi mereka yang sangat jarang terjadi itu.

"Perut Aya sudah gak sakit lagi. Mending papa makan malam, kasihan nanti perut papa yang gantian sakit karena nahan laper." Dayana cengengesan membuat Mandala menarik senyum lega dan mengusapi surai lembut Day. Mandala sadar kalau selama ini dia jarang memperhatikan Dayana. Pasti Dayana sangat membutuhkan perhatian darinya. "Bibik, mana makan malam untuk Day? Day mau makan, papa juga makan ya."

Sena berniat menyuapi Day namun Day ingin makan sendiri.

"Mau papa suapin?"

"Gak usah papa, Day bisa kok makan sendiri. Papa juga harus makan ya sama kak Eros." Day tersenyum hangat sambil menyentuh punggung tangan Mandala.

"Kalo papa makan, siapa yang jaga kamu?"

"Ada kak Rion."

Mendengar itu, orang yang menguping di luar kamarnya sontak memanas. Alih-alih menjawab, 'ada kak Eros' Day malah menjawab sebaliknya. Begini saja sudah membuat Eros kesal pada adik manis satu-satunya itu.

"Iya, tuan makan malam saja. Biar saya yang menjaga Day."

Eros mendecih. Selalu kesal bila Rion menjadi penolong pertama untuk adiknya. Mendengar langkah seseorang mendekati pintu keluar, Eros sesegera mungkin kembali ke kamarnya yang berada tepat di samping kamar Day.

Eros duduk di tepi kasur, lalu merebahkan dirinya. Matanya menerawang, sesekali melirik jam dinding yang terasa bergerak lambat. Ia ingin memastikan kondisi Dayana, namun seperti biasa selalu gengsi bila memperlihatkan kecemasannya secara langsung. Alhasil Eros sengaja terjaga sampai pukul dua belas malam, demi menengok keadaan adiknya yang pasti sudah tertidur. Tepat ketika Eros akan membuka pintu kamar, terdengar pintu kamar Day ditutup. Itu pasti Rion, dia baru keluar jam dua belas malam demi menemani Day sampai betul-betul pulas tertidur.

"Kuat juga tu anak jagain adek gue," gumam Eros. Tak berselang lama ia keluar dari kamar setelah langkah Rion sudah tak terdeteksi. Lampu sekitar sudah mati semua, menandakan kalau semua orang sudah terlelap tidur.

Eros memutat kenop pintu di hadapannya dengan hati-hati. Pintu kamar Dayana tidak pernah dikunci, entah karena apa. Dayana juga tak terlalu suka dengan kegelapan, makanya selalu ada dua lampu nakas yang hidup. Membuat kamarnya sedikit terang, remang-remang.

Eros mendekati kasur Day, perlahan. Gadis itu sudah pulas, tidak ada lagi keringat dingin di dahinya seperti apa yang Mandala hiraukan beberapa jam yang lalu. Day sendiri tidak pernah tahu kalau Eros memiliki sisi lemah lembut terhadapnya yang biasa keluar di jam larut malam seperti ini. Eros sering diam-diam mengendap masuk ke kamar Day hanya untuk mengamati wajah cantik Day atau sesekali mencium kening Day yang sudah terlelap.

Kini dengan hati-hati Eros duduk di tepi kasur, memandangi wajah innoncent bak malaikat di hadapannya. Eros tahu, Day selalu tidur memakai piama satin berwarna soft pink. Day bahkan memiliki sepuluh piama satin dengan warna yang sama namun dengan model yang berbeda.

"Ternyata papa sayang Aya."

Eros tertegun mendengar Day mengigau. Ucapannya itu membuat tangan Eros terkepal kuat. Eros membenci papanya karena jarang memperhatikan Day. Eros tidak peduli kalau Mandala mengabaikannya, tapi dia tidak terima setiap Mandala tidak pernah meemperhatikan Dayana dan malah memilih sibuk dengan pekerjaannya. Itu sebabnya Eros bersikap dingin pada Mandala.

Eros terkekeh sumbang ketika mengingat dirinya. Dia sendiri selalu mengabaikan Dayana selama ini. Namun, penyebabnya begitu adalah karena Eros terlalu menyayangi dan mencintai Dayana.

Sayang dan cinta dalam artian lebih.

Makanya Eros memilih menjauh, niat awal ya untuk memutuskan perasaan itu. Namun sungguh, hal itu sangatlah sulit. Semakin hari, Eros malah merasa semakin jatuh cinta pada sang adik.

Rasa ingin memiliki gadis yang tengah tertidur di depan matanya ini, sangatlah besar. Eros selalu ingin menyentuhnya, menggenggam tangannya, mencium dahinya, memagut bibir ranumnya dan memiliki Day seutuhnya. Eros tidak ingin Day tahu kalau Eros menginginkan dirinya. Akan seperti apa reaksi Day kalau dia tahu bahwa Eros mencintainya dalam artian lain. Bisa jadi Day akan membencinya atau bahkan pergi dari kehidupannya.

Dengan sendu, Eros mendekat, mencium bibir gadis itu sekilas.

"Tidur yang nyenyak, and have a nice dream, sweetheart."