webnovel

Mantan Pahlawan

Rasanya sudah tidak sabar. Siapa kira-kira para pahlawan yang akan kutemui ini. Menilik dari apa yang kusimpulkan, mereka datang pasti ingin menyelesaikan tugas. Untuk benar-benar membunuhku. Cara kerja seperti ini, yang benar-benar busuk, hanya dimiliki oleh kekaisaran Alecia.

Kalau begitu, pahlawan ini pastilah siswa-siswi yang dimiliki kekaisaran Alecia. Namun apa yang mereka lakukan di sini? Di daerah kekaisaran Myriad. Tidak mungkin para pahlawan di kekaisaran ini hanya diam saja dungeon-nya dimasuki kekaisaran lain.

"Syukurlah, Anda masih selamat. Einzswerg. Maafkan kebodohan kami kala itu. Kalau saja kami lebih berhati-hati, Anda tidak perlu sendirian di dungeon mengerikan itu," katanya. Kata seorang yang mungkin sudah masuk kepala tiga ini. Diakah pahlawan? Kenapa dari tiga pahlawan yang ada di sini, semuanya sudah berumur. Aku bahkan tidak mengenal mereka.

"Mori, keluarlah. Jangan biarkan satu orang pun mendekati ruangan ini dan memasukinya." Aku memerintahkan Mori, karena dari sini bisa gawat jika ada yang tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya.

Mori tampak sedikit terkejut, tapi tetap melaksanakannya. Dia menutup pintu ruangan. Sedangkan tiga orang pahlawan di hadapanku, tiga pria yang tampak seperti sudah punya anak ini, hanya tersenyum.

"Baguslah jika kau mengerti. Kalau begini pekerjaan kami akan lebih mudah."

"Aku tidak tahu bagaimana kau selamat, tapi tamatlah riwayatmu karena kembali ke sini."

"Seharusnya kaulari ke tempat yang jauh. Setidaknya kau akan selamat ... untuk sementara. Karena Sage jalang itu pasti bisa menemukanmu."

Sage jalang? Yunalesca, ya? Dia sudah menjadi seorang Sage. Itu adalah julukan bagi mereka, penyihir yang sudah mencapai ranah tertinggi dalam sihir. Jika mereka yang dari tadi bergantian mengoceh ini benar-benar pahlawan, yang berasal dari Bumi sepertiku, maka ini cukup mengejutkan. Mungkin ... sudah beberapa tahun berlalu sejak kematianku. Baiklah, aku tidak ingin banyak bicara, mari kita kumpulkan informasi lebih dulu.

Seorang pahlawan merapal mantra. Aku bisa merasakannya, dia memasang penghalang sihir ke seluruh ruangan ini. Siapa pun yang di luar, tidak akan mendengar suara dari dalam sini. Mereka serius ingin membunuhku.

"Ingatlah ini! Kalau kau sudah mati, jangan pernah kembali hidup lagi, sialan! Kau hanya akan kembali dibunuh, kuku ...."

Mati ya mati saja. Begitukah maksudmu? Akan kutunjukkan padamu bagaimana kematian itu, bajingan.

"DIAMLAH! KALIAN BERTIGA BERLUTUT DAN BUANG SENJATA SIHIR KALIAN! TIDAK ADA SATU PUN YANG BOLEH BERGERAK!"

Aku menggunakan sihirku. Sihir perintah mutlak dengan lidahku, senjata sihir pemberian dewa. Syarat untuk menggunakan kemampuan ini adalah bicara secara langsung dengan target.

Mereka tampak bingung. Tubuh mereka melawan apa yang mereka inginkan. Lucu rasanya melihat wajah-wajah bodoh yang bingung itu. Sekarang, mari kita percepat hal ini.

"SEBUTKAN NAMA KALIAN, TUJUAN KALIAN INGIN MEMBUNUHKU DAN SIAPA YANG MEMERINTAHKAN! SETIAP KALI KAU TIDAK MENJAWAB APA YANG KUTANYAKAN, TEMAN DI SEBELAHMU AKAN MEMOTONG JARIMU. SALING MEMOTONG."

Kubiarkan mereka berbicara, tapi tentu saja mereka tidak akan menjawabnya. Mereka pasti hanya akan menggertak.

"Kau! Beraninya kau melakukan ini! Kau tahu siapa kami, kan? Kau mau dituduh melakukan pembunuhan pada pahlawan? Keluargamu—"

Jarinya terpotong. Darah mencuat dari jari itu. "Aaaggghhh! Aku akan membunuh—"

Jarinya kembali terpotong. Dan yang memotongnya adalah teman di sebelahnya. "Bajingan, kenapa kau memotong jarinya?"

Jari orang itu juga terpotong.

"Bukan! Tanganku bergerak sendiri!"

Jarinya pun terpotong. Semua jari di tangan kiri mereka bertiga telah habis terpotong. Ini akan memakan waktu lama, kalau hanya begini-begini saja. Aku akan membuat perintah baru.

"BUKANKAH SUDAH KUBILANG UNTUK MENJAWAB PERTANYAANKU? MULAI SEKARANG, KALIAN HANYA BISA MENJAWAB PERTANYAANKU, JIKA TIDAK MAKA KALIAN AKAN MEMUNTAHKAN SEMUA YANG ADA DI PERUT KALIAN. NAMUN MANA KALIAN AKAN TETAP MENJAGA KESADARAN DAN KEMAMPUAN KALIAN UNTUK BICARA."

Dengan begini akan lebih mudah. Aku mengulang kembali pertanyaanku. Pahlawan yang berlutut di tengah tampak ingin bicara, tapi sayangnya bukan untuk menjawabku. Tentu saja dia memuntahkan isi perutnya. Awalnya hanya muntahan biasa, sisa makanan dan air. Lalu dia memuntahkan darah. Disusul dengan beberapa organnya. Ya, aku sudah bilang isi perutnya. Bukan hanya makanan, tapi hatinya, ginjal, usus, semua itu akan dimuntahkan olehnya. Karena aku bukan hanya bisa memerintahkan siapa saja, tapi juga apa saja.

Satu orang sudah tidak berguna lagi. Dia sekarat karena mengeluarkan semua isi perutnya, tapi tetap sadar. Aku sengaja melakukannya, agar dia merasakan rasa sakit. Dan agar dua yang lainnya mengerti posisi mereka.

"Maafkan aku! Aku akan beritahu semuanya! Namaku ... Rafi, aku seorang pahlawan! Mereka berdua juga pahlawan. Kau tahu itu, kan? Ka–kami ditugaskan membunuhmu oleh—"

"Rafi! Berhenti, jangan bocorkan informasi. Kita—" Yang satu lagi, yang hanya diam dari tadi malah bicara. Tentu saja dia juga mengeluarkan semua isi perutnya. Sekarang lantai ruangan dibanjiri darah kental, sisa makanan, air, kotoran, dan organ-organ yang masih segar. Sepertinya hanya yang bernama Rafi yang bisa diharapkan.

"Bodoh, siapa peduli dengan informasi apa pun itu! Nyawaku sedang di ujung tanduk! Aku–aku akan melanjutkannya. Kami diperintahkan oleh kaisar Alecia. Mereka bilang kau—Edward—salah satu talenta dunia ini yang sekuat pahlawan dunia lain, dan harus tiada. Dan kau mengetahui apa yang harusnya tidak perlu kautahu. Yunalesca memberitahu kami cara untuk melenyapkanmu. Yaitu dengan menggunakan artefak sekali pakainya, yang menghancurkan jiwa target. Kau ... kau akan mengampuni, bukan?"

Ah, dia malah meminta pengampunan. Tentu saja itu bukan apa yang kuingin dengar, dan dia juga mengeluarkan semua isi perutnya. Sekarang mereka bertiga benar-benar sekarat. Padahal masih banyak yang ingin kutahu. Sekarang bagaimana caranya aku membereskan ini? Hm, aku terpikirkan sesuatu yang menarik.

Kupegang kepala salah satu pahlawan. Seluruh mana-nya kuledakkan seketika, hingga menyebabkan penghancuran pada tubuhnya.

"Boom."

Tubuhnya hancur seketika. Diledakkan oleh mana dan menghujani ruangan dengan darah dan daging yang hancur. Ah, betapa indahnya tubuhku ini. Bisa mengendalikan mana dan jiwa orang lain. Ya, jiwa. Jiwa pahlawan yang mati tidak hilang melainkan kuhisap. Aku belum mengerti konsep pengisapan jiwa ini.

Sekarang ... tinggal dua orang lagi. Melihat teman mereka meledak membuat mereka tampak putus asa.

"Ya, itu dia. Itu ekspresi yang ingin kulihat. Aku tidak ingat siapa kalian. Tapi aku yakin kalian adalah sampah-sampah yang pergi bersamaku di karya wisata itu. Aku yakin kita satu angkatan. Baiklah, aku mungkin tidak mengenal kalian, tapi kalian pasti mengenalku. Ingatlah ini, yang membunuh kalian adalah, Andra si Lidah—Tidak, Andra si Mantan Pahlawan. Kalian hanya menghalangi jalanku untuk membantai kekaisaran. Kalian anjingnya kekaisaran."

Dua lagi meledak dan hancurlah sudah. Aku telah membunuh tiga pahlawan dari kekaisaran Alecia. Hal ini pasti akan mengejutkan seluruh dunia. Sekarang, mari kita buat alasanku untuk membunuh.

"Mori, apakah itu kau?" tanyaku pada orang yang masuk ke ruangan saat penghalang sihirnya hancur.

"Ya, tuan. Saya akan membereskan ruangan."

Pelayan yang hebat. Aku suka dia. Tanpa bertanya dan hanya mengerjakan tugasnya.

"Sudah berapa tahun berlalu sejak kematian Andra si Lidah Emas?" tanyaku lagi pada Mori.

"Sudah sekitar sebelas tahun, tuan."

Pantas saja mereka bertiga tampak sudah memasuki tiga puluh tahun. "Apakah "Gelombang Kekacauan" belum selesai?"

"Untuk saat ini sudah berhasil dijeda. Namun rumornya hal itu tidak akan bertahan lama."

Rasanya lebih baik aku mengumpulkan informasi dari Mori. Aku yakin dia bukan pelayan biasa.

"Siapkan keberangkatan ke ibukota kekaisaran Myriad. Kita akan memberi sisa-sisa daging pahlawan dan mengatakan Dragon of Silence menyerang."

"Namun Anda sudah membunuhnya, tuan."

"Ya, tapi naga itu menyerang lagi," jawabku sambil tersenyum pada Mori.

Edward mengetahui apa yang harusnya tidak diketahui. Dan orang yang dikatakan sekuat para pahlawan dunia lain. Alasan itu saja sudah cukup untuk menyingkirkannya. Karena itu aku masuk ke tubuhnya. Dengan kemampuan pengendalian jiwa milik Edward. Yunalesca itu juga menyiapkan artefak penghancur jiwa untuk membunuh Edward.

Sepertinya jalan pembantaianku sudah akan dimulai. Mereka bertiga jadi pembuka yang cocok. Bersiaplah, kekaisaran Alecia dan pahlawan sekalian. Karena Andra, sang mantan pahlawan akan melenyapkan segalanya.

***

"Edward, aku akan ikut bersamamu." Lagi-lagi bangsawan pirang ini. Tunangan dari Edward, atau diriku saat ini, Elvina. Jalang ini bukan wanita biasa, dia pengendali roh yang cukup hebat.

"Aku membawa jasad pahlawan ke ibukota. Ini bukan hal yang harus kau lakukan. Biarkan aku pergi sendiri."

Dia menjawab dengan lantang, "Kepala keluarga Einzswerg, ayahmu mengizinkan aku untuk ikut. Ini sudah menjadi masalah kekaisaran, setidaknya aku harus ikut sebagai penguat argumenmu."

Ada benarnya. Saat ini semua orang di wilayahku dan wilayah Elvina terkejut. Bagaimana tidak, tiga pahlawan sekaligus mati tanpa jasad yang berbentuk. Bahkan ayah dan ibu Edward, yang juga diriku, merasa ada yang aneh. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa pelakunya adalah aku. Lagi pula, jalang ini, si Elvina, sepertinya dia bisa digunakan dengan baik. Tidak masalah.

"Baiklah, ikutlah denganku."