webnovel

Direktur PT.Villium

"Ku peringkatkan padamu ya jangan macam-macam!" Ancam Netta seakan ancamanya tersebut berpengaruh kepada Hero.

Hero menyeka rambutnya sambil tersenyum yang begitu amat mengjengkelkan di mata Netta. "Kalau mau macam-macam sudah dari tadi," jawab Hero dengan bercanda.

Netta berdehem geram. Dia tak tahan lagi dengan sikap Hero.

"Tolong berhenti bersikap seperti anak kecil. Kau sudah dewasa, pake otak! Jangan asal ngomong begitu. Setiap ucapan ada akibatnya. Apa maksudmu mengatakan hal seperti itu kepada mamamu?"

"Masa kamu tidak mengerti." Jawab Hero seentengnya.

"Gila kamu! Aku ini wanita yang sudah bersuami. Kalau keluargamu salah paham gimana?

"Bagus dong." Jawab Hero dengan tenang membuka jas dan kemeja di depan Netta dan dengan santai meraih sisir lalu menyisir rambutnya.

Nafas Netta memburu. Ia tak bisa diam lagi. Fantasi Hero sudah terlalu jauh dan berlebihan untuknya. Netta menyebut nama Hero hingga membuat pria itu menatapnya melalui cermin di depannya.

"Ada apa?" ucap Hero dingin.

"Alangkah sebaiknya hilangkan angan-angan dan hayalanmu kepadaku. Sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa bersatu. Aku telah menikah. Aku wanita yang sudah bersuami. Dan aku bahagia bersama suamiku. Aku yakin di luar sana masih banyak wanita yang lebih baik dan pantas untukmu. Jadi ku mohon mengertilah!" Tegas Netta.

Hero seketika terdiam. Wajahnya berubah 100 derajat dari sebelumnya. Dia terlihat menakutkan. Netta mengambil beberapa langkah ke belakang. Ia tahu Hero sedang marah. Tangan Netta menyentuh handel pintu. Ia telah mengambil ancang-ancang akan lari keluar jika kemarahan Hero sampai meledak.

"Biasa aja kamu. Gak usah dianggap serius. Aku hanya bercanda." Netta membeku mendengar perkataan Hero. Bukankah seharusnya ia marah.

"Lagian ini bukan kali pertama mama seperti itu. Gak usah dianggap serius."

Netta menunduk. Dia sedikit merasa bersalah terlalu berlebihan kepada Hero.

"Baiklah." Netta menghembuskan nafas berat. "Maafkan aku–"

Secepat kilat Hero berjalan ke arah Netta dan mendepak tangan Netta hingga terlepas dari handel pintu. Netta begitu terkejut tubuhnya dikunci oleh Hero hingga tidak bisa bergerak sama sekali.

Seperti orang kesetanan bibir Hero bergerak melumat bibir Netta yang kembali tersentak namun tak kuat melawan.

Netta menyesal mengira Hero telah berdamai dan menerima semua yang telah terjadi. Hero telah bertindak seperti orang kesetanan.

***###$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

"Kalau boleh tau ngapain aku di dalam?"

"Minta restu orang-tua."

Netta langsung berdecak. "Jangan aneh-aneh kamu."

"Lagian kamu masih nanya. Layani aku-lah?" ucap Hero yang entah mengapa Netta merasa janggal mendengarnya.

####$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

***

Netta menyeka bibir dengan kasar. Berkali-kali menguyur air ke wajahnya, tidak puas dia kembali melakukan hal sama berulang kali. Netta kembali menyabuni wajahnya hingga menjadi merah nyaris mengelupas.

"Baiingan!" pekik Netta mengingat kembali yang dilakukan Hero kepadanya. Air mata Netta mengalir membasahi pipi. Dalam lubuk hati terdalam dia merasa bersalah kepada sang suami. Seharusnya ia tidak mengikuti Hero dan tidak masuk ke dalam perangkap pria itu. Dia telah mengkhianati cinta dan kepercayaan suaminya. Namun Netta bersyukur seorang pelayan mengetuk pintu hingga ia bisa lepas dan pergi dari kediaman itu.

"Sayang… kamu di dalam?"

"Mas Wisnu?" Netta berhenti dan berbalik menatap pintu kamar mandi. Netta menyentuh wajahnya. Jika Wisnu melihat kondisinya saat ini dia pasti khwatir.

Netta membuka pintu dan menatap Wisnu yang berdiri di dekat ranjang sedang membuka jasnya. Netta segera mmendekat membantu suaminya.

Netta menatap wajah Wisnu yang terlihat lelah dan capek.

"Kita makan malam sama-sama ya?"

"Sepertinya tidak usah sayang. Kebetulan mas sudah makan di luar sama klien tadi." Wisnu mendekat dan seperti biasa mencium alis Netta yang telah menjadi kebiasaannya setiap pulang kerja.

"Oh begitu… " Netta mengangguk dan meletakkan jas pada tempatnya.

Wisnu memerhatikan istrinya. Kedua alisnya mengerut melihat ada yang berbeda di wajah Netta.

"Bibir kamu kenapa?" Wisnu menyentuh bibir Netta yang terluka. Dia juga menyetuh wajah Netta yang terlihat merah tak seperti biasanya.

"Ini… anu mas." Dada Netta berdebar-debar. Rasanya ia tak sanggup berbohong kepada Wisnu.

"Ada apa, Netta? Kok bisa luka disini?" Wisnu mengelus bibir Netta dan kembali memastikan.

"Aku makan buru-buru lalu tak sengaja gigit bibir mas," jawab Netta berbohong. Netta menatap Wisnu. Syukurlah Wisnu percaya kepadanya.

Netta membiarkan Wisnu menyentuh bibirnya. Ia ingin sekali jujur namun nyalinya sangat kecil. Selama ini Wisnu tak pernah marah ataupun mengeluarkan Kata-kata kasar kepadanya. Suaminya merupakan sosok lembut dan juga pendiam. Wisnu juga tak pernah mempermasalahkan dirinya yang belum hamil hingga saat ini. Usia pernikahan mereka sudah berjalan 2 tahun. Mama mertua Netta jugaa terus menyinggung cucu. Netta bersyukur Wisnu selalu ada menguatkannya.

"Lain kali makan pelan-pelan. Gak ada yang rebutan makanan sama kamu yank," ucap Wisnu mengelus lembut kepala Netta. Netta menatap Wisnu yang berjalan menuju kamar mandi. Dia kemudian menyiapkan pakaian tidur untuk suaminya.

"Maafkan aku, mas… " Lirih Netta merasa belum menjadi sosok istri yang baik.

Wisnu keluar dengan kondisi lebih segar. Netta menatap Wisnu yang lebih tampan ketika melepaskan kacamata. Suasana seperti ini hanya dirinya yang bisa melihatnya. Karena Wisnu tak pernah melepaskan kacamata selain di rumah.

Netta mendekat hendak menyerahkan pakaian yang sudah ia siapkan kepada Wisnu. Namun Wisnu memegang lengannya. Netta yang mengerti dengan tatapan mata Wisnu entah mengapa berani menolak keinginan suaminya itu.

"Maaf, aku capek, mas. Lain kali saja ya?" ucap Netta.

"Ya sudah lain kali saja," ucap Wisnu memberi kecupan di bibir Netta. Netta sedikit merasa bersalah kepada Wisnu. Wisnu terlihat sangat ingin melakukannya. Wisnu pasti kecewa. Namun mau bagaimana lagi. Netta dalam kondisi kacau ragu melayani hasrat suaminya.

"Ayo kita tidur," ajak Wisnu.

Netta mengganguk dan mengikuti Wisnu. Wisnu tidur sambil memeluk Netta. Tanpa sadar air mata Netta mengalir. Wisnu tak menyadarinya karena telah memejamkan mata. Andai Hero tak kembali. Maka Netta tak perlu mengalami kecanggungan kepada suaminya sendiri.

"Apa yang harus ku lakukan?" Netta bimbang. Hero bukan sosok pria yang cepat menyerah. Dia akan mensahkan segala cara untuk mendapatkan yang dia inginkan.