webnovel

Dibawa ke kediamannya

Netta menyeka beberapa helai rambut ke belakang dan duduk dengan tenang. Hari ini seharusnya ia bertemu dengan pak Wiliam, Klien yang tak sempat ia temui kemarin karena pertemuan tiba-tiba diundur hari ini. Yang membuat Netta pusing adalah, bukan pak Wiliam lagi selaku Ceo yang akan bertemu dengannya mewakili PT. Vilium, melainkan Hero yang merupakan direktur PT. Vilium.

"Pak Hero sudah datang," bisik Lusi rekan kerja Netta.

Netta dan Lusi berdiri ketika Hero tiba. Keduanya menyambut Hero dengan sopan.

Netta berusaha bekerja dengan profesional meskipun ia sangat membenci lekaki di depannya ini.

Diskusi mereka berjalan lancar. Bahkan 99 persen Netta melakukan presentasi dengan begitu baik. Namun ketenangan tak berlangsung lama ketika Netta merasakan sesuatu yang menjangal di bawah sana.

Netta menggigit bibir ketika Hero menendang kakinya. Netta benar-benar geram atas sikap Hero yang kekanak-kanakkan. Netta mencoba bersabar, namun Hero malah semakin menjadi-jadi.

Bagaimana bisa orang seperti dia menjadi direktur perusahaan besar? Orang yang tak profesional sepertinya tak pantas memiliki jabatan setinggi ini.

"Sekian dari kami. Ini merupakan yang paling terbaik setelah berulang kali melakukan perubahan dan revisi," Jelas Lusi.

"Tapi aku tak menemukan yang menarik dari yang kalian berdua jelaskan," ucap Hero membuat Netta dan Lusi saling menatap.

"Boleh tahu alasannya, Pak Hero? Bagian mana yang kurang menarik biar kami perbaiki?" seru Netta mencoba bersabar. Lusi sudah mulai gugup.

Hero memain-mainkan jarinya menatap Netta tak berkedip. "Gak menarik aja," ucapnya acuh yang membuat Netta geleng-geleng kepala.

Netta berdecak karena sepertinya Hero tak menganggap keseriusannya dan Lusi.

"Begini saja ya presentasi kalian?" seru Hero dengan dingin.

Netta mengerang kesal terhadap Hero yang menatap penuh meremehkan.

"Maksud bapak gimana ya?"

"Sangat jelek."

Netta terperangah mendengarnya. Seminggu ia tak tidur gara-gara menyelesaikan proposal ini. Pria ini dengan mudahnya mengatakan hasil kerja mereka jelek. Padahal menurut Netta proposal yang mereka buat sangat bagus.

"Kenapa PT. Vilium mau bekerja sama dengan kami kalau tidak mempercayai kualitas kerja perusahaan kami yang bagus?" Komplen Netta dengan berani membalas tatapan Hero bahkan tangannya sedikit menggebrak meja.

"Netta ada apa dengan kamu? Dia direktur, hati-hati kalau bicara." Tegur Lusi.

Netta menghembuskan nafas kasar dan segera berdiri. Ia tak tahan lama-lama berhadapan dengan Hero lagi.

"Huh, kalau begitusaya permisi." Ucap Netta dengan lugas segera berdiri.

Seketika langkah Netta terhalangi oleh seorang pria berjas yang berada di belakang Hero.

"Apa maumum?" Netta melotot.

"Tidak diizinkan ke mana-mana ketika Tuan Hero masih duduk," ucapnya lagi-lagi membuat Netta geleng kepala. Ia melirik Hero yang menatapnya dengan sangat arogant.

Hero menaik turunkan alisnya dengan sombong.

"Silahkan duduk kembali."

Dengan kesal Netta menurut kembali duduk di tempatnya. Netta membiarkan Lusi yang berbicara. Entah apa tujuan Hero sebenarnya. Mungkin ia hanya ingin membuat Netta kesal karena setelah berbicara dengan Lusi pria itu dengan gampangnya menyetujuinya dan menandatangani perjanjian kerja.

"Senang sekali dapat bertemu dengan Tuan Muda Hero. Karena tidak ada agenda lagi kalau begitu kami permisi."

Netta bersiap-siap memberskan perlengkapanhya, namun gerakannya tertahan oleh perkataan yang keluar dari mulut dingin Hero.

"Selain dirimu yang lain silahkan keluar."

Seketika Netta dan Lusi saling melirik mereka tak tahu harus berbuat apa lagi. Terutama Netta yang terlihat begitu Depresi.

***

Netta memperbaiki rompi kemeja kemudian melangkah lurus ke depan. Akhirnya dia bebas dari pertanya-pertanyan aneh Hero yang menahannnya dan tidak mengizinkannya keluar.

Bagaimana pria idealmu? Aku akan menjadi pria idealamu kemudian merebutmu.

Rasanya Netta ingin menyiram wajahnya dengan jus jika saja dia tidak mengendalikan emosinya saat Hero menanyakan pertanyaan itu. Netta langsung saja mengatakan pria yang seperti suaminya dan pergi begitu saja meninggal Hero yang terlihat kesal.

"Netta…"

"Eh, Lusi. Masih disini rupanya."

"Tentu dong gue disini." Netta mengerut mendengar perkataan Lusi.

"Maksud kamu?"

"Bos Baim udah tahu sikap Tuan Hero padamu.

"Hah?!" Seketika Netta terkejut dan sedikit panik. Baim adalah teman baik suaminya. Jangan sampai pria itu mengatakan yang tidak-tidak kepadanya.

"Bagaimana dia bisa tahu?" Lusi menggelengkan kepala tak tahu membuat Netta memukul jidat.

"Lagian apa sih yang kalian omongan disana? Sikapanya… seakan kalian sangat dekat," tanya Lusi penasaran.

Mendengar pertanyaan Lusi Netta mengelapkan kedua tangannya hingga membentuk tinju.

Netta menatap tangannya. Kepalanya memanas. Netta bisa melihat wajah Hero disana. Dia mengerang kesal ingin memakan tangannya sendiri.

"Pria sialan! Sial sial sial aku benci dia!" Pekikanya mengumpat.

Lusi memegang lengan Netta dan menguncangnya cukup kuat. "Tuan Hero ngapain kamu, Net? Jangan jangn dia…"

"Kalian sedang membicarakan saya?" ucap Hero yang entah sejak kapan telah berdiri di belakang Netta.

Kedua wanita itu berbalik dan dibuat tekejut menemukan keberadaan Hero yang menatap mereka dengan sangat tajam.

"Tuan muda Hero?!" Lusi segera menepi dengan wajah pucat pasi seperti maling tertangkap basah oleh tuannya.

"Net aku duluan ya."

"Eh, tunggu dulu! Kamu mau ninggalin aku?" Netta menahan lengan Lusi yang segera menyingkirkan tangannya.

"Katamu Tuan Baim memintamu untuk menungguku! Kamu berani melanggar perintahnya?"

"Beranilah. Dia kan suamiku!"

"Baru calon belum tentu nikah."

"Sama aja bwek!" Lusi menjewerkan lidahnya. Ia paling tidak bisa berhadapan dengan pria yang satu ini.

"Tuan muda Hero saya permisi." Lusi segera masuk taksi sambil melayangkan tangannya kepada Netta.

Mobil yang membawa Lusi pergi tinggalah Netta dan Hero yang tak diharapkan kehadirannya.

Netta melirik jam tangan dan Hero yang berdiri dengan wajah datar di sampingnya.

Ngapain Hero masih disni? Netta berharap dia segera pergi. Benar-benar mengotori pemandangan saja.

15 menit berlalu dengan kebungkaman dan suara mesin kendaraan yang berlalu-lalang di depan mereka tanpa ada perkataan apapun antara keduanya.

Netta menghembuskan nafas dengan memburu.

"Cukup sudah! Sebenarnya apa maumu?" Netta menatap wajah Hero dengan jengkel.

"Mauku?" Hero balik menatap Netta sambil mengangkat sebelah alisnya.

Asli. Rasanya Netta ingin mengubruki wajahnya yang sok polos itu.

"Kenapa kau terus menghindar?" ucap Hero. Kali ini dengan serius.

Dada Netta turun naik mendengarnya. Nafasnya semakin memburu laju.

"Tanyakan kepada dirimu. Aku sendiri bingung mengapa kau bisa seberani ini."