webnovel

History Of Melofranist

Untuk sementara sejak tulisan ini dibuat, saya kemungkinan besar akan jarang update karena banyak sekali hal yang harus dilakukan. ### Ada sebuah Dunia bernama Melofranist. Melofranist adalah Dunia yang diciptakan oleh Pencipta Solares, dan sejarahnya berhasil kita rekam dalam bentuk sebuah kisah. Kisah ini, tidak menceritakan tentang sebuah perjalanan hidup seorang tokoh. Melainkan, menceritakan tentang perjalanan sebuah Dunia – dari terbentuk sampai hancur. Kisah yang luar biasa panjang, yang terdiri dari berbagai kacamata sudut pandang tokoh-tokoh. Setiap Akhir, merupakan sebuah Awal yang baru. Begitupun sebaliknya. Walaupun Melofranist Runtuh, tetapi itu juga merupakan Awal dari Cerita Baru. Begitu juga dengan Melofranist yang terbentuk dari sebuah akhir Cerita Lama. ### Note: Dalam Sipnosis paragraf pertama, disebutkan kata "kita". Ya, itu tidak salah. Karena mereka adalah yang bertugas merekam segala sejarah dari berbagai Dunia milik Pencipta yang tak terhitung jumlahnya, kedalam bentuk cerita yang bisa dinikmati. Dengan kata lain, membuat sebuah pelajaran sejarah menjadi sebuah cerita yang menyenangkan untuk dilihat. Dan Melofranist, adalah salah satu kisah dari sebuah Dunia di antara Dunia seluruh Dunia yang ada di Alam Semesta. Melofranist, merupakan satu dari Dunia-dunia di Alam Semesta yang setiap volumenya akan memiliki tema dan genrenya tersendiri – tidak terfokus pada satu tema atau genre. UPDATE Update: Diusahakan 1 Ch/Minggu Isi: Sekitar 3-4k words/Chapter Mohon dimengerti, karena saya harus mengerjakan segalanya sendirian, termasuk editing. PERINGATAN Plot Armor disini tipis untuk setiap Character. Lagipula, ini adalah kisah sebuah Dunia, bukan Tokoh. Intinya, yang suka Happy Ending dan Cerita yang Ringan mending mikir dulu. Novel ini memiliki banyak Ending untuk setiap Characternya - entah baik atau buruk. Kemudian, dalam Novel ini, akan mengandung banyak sekali detail, konsep, filosofi, dan beberapa adegan yang agaknya sadis atau kurang senonoh. Karena itulah, dimohon pengertiannya untuk para pembaca dalam membaca. Catatan Author: Saya seorang Penulis baru, dan ini karya pertama saya. Saya tahu bahwa Novel ini terlalu besar untuk saya kerjakan dengan skill saya. Tetapi saya akan terus berusaha dan memperbaiki Novel ini – tak peduli apa, saya tak akan pernah "Drop" Novel ini. Rencananya, akan ada puluhan Volume untuk Novel ini. Lagipula, Novel ini bercerita tentang sejarah panjang dari sebuah Dunia bernama Melofranist. Dan, jika ada kesalahan, bisa tolong di komen ya… Sekian, Terima Kasih dan Selamat Membaca.

Melofranist · Fantasy
Not enough ratings
14 Chs

Chapter 12 - Jangan Menangis (3)

==Pov Urcas==

Bicara? Apa yang harus dibicarakan?

Aku asal berkata, karena menurutku ini pilihan terbaik.

Jika aku terus melanjutkan, maka itu akan menjadi lebih buruk untuk Elfie. Dan jika aku diam, maka suasana akan menjadi lebih canggung.

Karena alasan itulah aku memutuskan untuk berbicara padanya.

Sayangnya, aku tak tahu apa yang harus dibicarakan.

*Silent...

Kami saling diam, memandang satu sama lain.

Aku merasa aneh, perasaan tak enak timbul saat seorang yang dewasa sepertinya, memasang wajah polos seperti itu setelah menangis.

Apa aku harus minta maaf dulu terlebih dahulu?

Dari sudut pandangnya, dia adalah korban, dan aku adalah yang salah.

Tetapi, dari sudut pandangku. Aku hanya mengatakan kebenaran, dan dia yang menampiknya.

Tetapi, berdasarkan sebuah filosofi, "Manusia adalah ukuran dari segalanya. Jika itu benar, benarlah itu. Jika itu salah, salahlah itu", maka tak ada satupun yang benar atau salah di sini.

Aku menganggap diriku benar, sedangkan Elfie menganggap diriku salah. Jika aku terus bersikeras, maka ini tak akan pernah berakhir – sebuah perdebatan tanpa akhir.

Hmm… memikirkannya kembali, dia adalah seorang anak-anak.

Mungkin akan lebih baik bagiku untuk meminta maaf, ketimbang menjaga harga diriku – aku harus lebih mengerti anak-anak.

Aku merasa, lebih baik sedikit merendah, daripada memperburuk hubungan. Yah.. tidak memperburuk sih, tetapi lebih seperti membuat hubungan menjadi lebih terasa canggung.

"Elfie, pertama aku ingin memastikan satu hal padamu. Apakah kamu anak-anak?"

"Tidak", Elfie menjawab dengan tegas.

"Lalu kenapa kamu begitu cengeng?"

"Karena.. karena ini menyakitkan, hingga aku tak bisa menahannya."

"Orang dewasa, tidak akan selemah itu", aku menyindirnya.

"Setiap orang berbeda, Tuan…" Elfie berbicara dengan sedikit nada kemarahan.

Berbeda…? berbeda..? berbeda? Setiap orang berbeda?

Ya, setiap orang memang berbeda. Dan secara logika itu benar.

"Kalimat itu, kamu tahu darimana?"

"Entahlah... itu tiba-tiba terlintas barusan."

"Cukup Elfie.. kita akan membicarakan hal lain."

Ya, sepertinya pembicaraan ini mulai sedikit berbelit-belit dan tak berguna.

"Apa yang ingin dibicarakan? Jadwal makan?"

Ya! Sebuah topik pembicaraan yang bagus.

Tetapi… apakah itu memang harus kita bicarakan..? Elfie tampak tak senang saat mengucapkan itu 'jadwal makan'.

"Ya.. ya.. itu boleh. Sekalian kita akan belajar mengenai itu."

"Belajar..?!"

"Ya, belajar. Memangnya kenapa? Lagipula segala sesuatu itu adalah pengetahuan. Jadi saat aku memberitahumu sesuatu, itu dinamakan belajar", aku asal menjelaskan secara sederhana.

"Baik Tuan.. tolong ajari saya."

Saat ini, segala kesanku mengenai Elfie yang ceria telah hilang.

Aku tidak tahu pasti, tetapi aku merasa bahwa Elfie semakin dewasa – lebih dewasa daripada kemarin.

Perubahan ini terjadi begitu cepat, hingga aku ragu apakah Elfie yang di depanku, adalah Elfie yang sama seperti kemarin.

Tidak banyak perubahan yang bisa dilihat. Tapi, mungkin… suatu saat aku harus memandangnya sebagai orang dewasa, bukan anak-anak.

Itu masih jauh di masa depan. Entah berapa tahun, atau lebih.

Sampai saat itu tiba, aku akan selalu menganggapnya sebagai anak-anak – walaupun dia tak menyukai itu.

Setidaknya aku harus mengerti dia juga, karena akulah orang dewasa disini. Aku harus bersikap dewasa, dan mengajarinya cara menjadi dewasa.

Yah… aku akan melakukannya sebisaku, karena aku sendiri sangat tidak baik dalam mengajari seseorang.

Tapi.. aku akan melakukannya. Karena aku harus melakukannya demi kepentinganku, dan demi dirinya sendiri.

Sekali lagi, aku tak mau kalau harus hidup bersama mereka yang terlalu primitif. Tetapi aku juga tak mau hidup sendiri selamanya.

Mau tak mau, aku harus membantu mereka keluar dari kebodohan. Walau aku tak suka, tetapi ini demi diriku sendiri.

"Baik Elfie, maaf menunggu", aku berpikir sampai 2 menit-an.

"Tak apa, aku tahu Tuan sedang berpikir keras. Aku akan menunggu, selama Tuan mau mengajari saya. Saya suka belajar, jadi saya akan berusaha sekeras mungkin", Elfie tersenyum di akhir kalimat.

Yah.. aku tahu dia sangat tulus untuk belajar. Tidak sepertiku yang memiliki tujuan dibalik mengajarinya – aku tak mau hidup bersama orang primitif yang bodoh.

Entah kenapa, aku merasa iri padanya yang bisa sejujur dan setulus itu.

Ada pepatah mengatakan, "Bodoh itu menyenangkan daripada menjadi Pintar", dan sepertinya aku harus setuju dengan pepatah tersebut.

Sayangnya, itu sudah terlambat untukku. Aku harus menjadi lebih pintar, karena aku tak suka yang setengah-setengah.

Karena yang setengah-setengah, akan selalu membuatku berharap. Yang mana, itu akan membawaku ke penderitaan, pada setiap harapan yang gagal.

Lebih baik aku menjadi orang bodoh, yang tak akan pernah berharap. Atau menjadi orang pintar, yang selalu terpenuhi harapannya.

Aku tak suka yang setengah-setengah, sangat tak suka.

Yah.. seseorang mungkin mengatakan untuk menahan keinginanmu, dan cobalah berkaca dan menyadari kemampuanmu.

Tetapi, aku sangat tak suka jika harus menahan diri. Karena yang paling sulit di dalam hidup, adalah menahan diri.

Tak peduli sebodoh atau sepintar apapun kamu, kamu pasti akan kesulitan menahan diri.

Tidak terkecuali Pencipta, yang eksistensinya lebih mulia, tetapi kepribadiannya tidak mulia sama sekali – akibat tak bisa menahan diri.

"Apa tak ada yang ingin ditanyakan lagi Elfie?"

Awalnya aku menjelaskan tentang anjuran makan 3x sehari, tetapi penjelasannya malah menjalar sampai ke energi, sehat, kurus, dan lemas.

Menjelaskan itu, membutuhkan waktu hampir sejam. Karena aku harus menjelaskan hampir setiap dari kata yang kuucapkan.

Rasanya seperti mengajari seseorang yang sama sekali tidak mengetahui apapun. Tetapi dia sangat pintar, sehingga hanya perlu sekali aku menjelaskan.

"Hmmm..."

Aku harus menjelaskan segala pertanyaannya, karena aku merasa sedikit bertanggung jawab, sedikit tertantang, dan sombong saat menjawab pertanyaannya.

Lagipula, ini kali pertama aku bisa menjadi "orang yang ditanyai", bukan "orang yang mempelajari".

Haah… semakin aku berpikir, semakin aku merasa kalau tinggal di Melofranist adalah keputusan yang tepat. Mungkin tinggal di Melofranist tidak seburuk yang kukira.

Iya! Iya..! Aku tahu kalau tadi sore aku menyesal karena tinggal di Melofranist. Aku menyesal karena kehilangan kehidupan nyamanku.

Tetapi sekarang, aku merasa bahwa hidupku yang lama itu ternyata sangat membosankan!

Walaupun memang benar, kalau bisa hidup nyaman adalah hal yang kuinginkan. Tetapi setelah merasakan berbagai pengalaman baru ini, aku semakin merasa bahwa kehidupan nyaman yang kuinginkan, bagaikan sebuah penjara yang mengurungku dari dunia luar.

"Sepertinya tidak ada yang ingin kutanyakan lagi Tuan."

"Oh.. begitu."

Ah..Ah...aah…! Wajah itu..! Aku sangat kenal wajah itu! Baru sekarang kusadari, mungkin sebelumnya karena aku sibuk menjelaskan makanya tidak sadar.

Wajah bahagia dan bersemangat itu. Aku juga pernah merasakannya dulu.

Wajah yang haus akan pengetahuan, hingga menginginkan pelajaran setiap hari.

Sebenarnya.. aku sangat menyukai pengetahuan dulu, saat aku masih kecil. Sekarang, aku sangat membencinya. Sangat, sangat, sangat..-membencinya!

Dulu aku sangat lapar akan yang namanya pengetahuan. Tetapi sekarang aku sudah muak dan ingin muntah pada yang namanya 'Belajar'.

Kenapa aku muak? Alasannya adalah karena itu terlalu banyak…!

Awal-awal, aku merasa bahwa yang perlu diketahui hanya sedikit. Aku merasa sangat bersemangat, dan merasa seperti yang paling pintar.

Tetapi semakin aku belajar, belajar dan belajar. Apa yang awalnya hanya satu, mulai bercabang, bercabang dan terus bercabang tanpa batas.

Bagi orang yang lapar akan pengetahuan, itu akan tampak seperti ada sebuah danau berisi mentega murni. Sangat menggoda, dikala tubuh kelaparan.

Tetapi saat kamu meminumnya, meminum dan terus meminumnya. Maka suatu hari kamu akan muak dan bosan. Hingga akhirnya aku sadar, bahwa kemampuanku tidaklah cukup memakan semuanya.

Aku merasa bodoh. Aku merasa muak. Aku merasa lelah. Semua itu kurasakan, dalam satu waktu, hingga sekarang aku menjadi malas untuk belajar.

Aku bukan tipe seseorang yang hidupnya hanya untuk belajar. Aku adalah tipe orang yang menginginkan kenikmatan daripada pengetahuan.

Karenanya, aku menjadi malas belajar sejak aku sadar, bahwa semua yang aku pelajari tidak akan ada habisnya.

Dengan kata lain, aku hanya malas. Dan yang menjadi pembenaran aku adalah, putus asa mengetahui bahwa pengetahuan tidaklah terbatas, sehingga tidaklah mungkin bagiku mempelajari semuanya.

"Elfie, kamu sangat suka belajar ya..?"

"Ya Tuan..! Ehehe..", Elfie tertawa di akhir kalimat, yang menunjukkan bahwa dia sangat gembira.

"Kenapa?"

"Karena..-, aku ingin bisa menggunakan Ruang Penyimpanan seperti Tuan."

"Ah iya.. Ruang Penyimpanan ya.."

"Ya!"

Ruang Penyimpanan kah… aku tidak tahu apakah itu merupakan fitur eksklusif untukku atau tidak.

Tetapi karena Elfie bisa menggunakan Portal, aku juga berharap sebelumnya kalau dia bisa menggunakan Ruang Penyimpanan juga.

Tetapi aku skeptis terhadap asumsi itu. Faktanya, Ruang Penyimpanan adalah kemampuan yang telah aku gunakan sejak aku masih kecil, sebelum tinggal di Melofranist.

Sedangkan Portal, adalah kemampuan yang baru kudapat di Melofranist. Kemampuan itu juga belum lama aku pelajari, sehingga aku harus mempelajarinya lebih dalam.

Karenanya, mungkin saja kalau Ruang Penyimpanan hanya bisa digunakan olehku saja, yang sedari awal aku gunakan.

"Elfie..."

"He-m…?"

Tetapi, tidak mungkin aku mengatakannya padanya seperti itu.

Dia belajar, karena ingin menggunakan Ruang Penyimpanan.

Apa yang akan terjadi jika aku menghilangkan motivasi belajarnya itu..?

Kemungkinan yang pasti terjadi, adalah dia langsung menangis – kan dia cengeng. Kemudian, dia akan malas belajar. Itu adalah kemungkinan terbaik.

Sedangkan yang terburuk, dia akan menjauhiku. Dan tak akan pernah mau belajar lagi.

Bukannya aku sedih, tetapi aku akan kebosanan jika dia tak mau belajar. Sekali lagi, aku lelah menjadi "orang yang mempelajari", dan sekarang aku ingin menjadi "orang yang ditanyai".

Lagipula, tidak banyak hal yang bisa kulakukan di Melofranist. Sehingga, mengajari Elfie mungkin merupakan salah satu dari beberapa hiburan yang bisa kulakukan.

"Kenapa Tuan..? Kenapa diam saja?"

"Uhm.. iya, dengarkan. Kamu harus menyerah menggunakan Ruang Penyimpanan."

"Kenapa…?!" Elfie bertanya dengan nada kecewa.

"Dengarkan.. biar kujelaskan."

"..."

"Kamu itu masihlah anak-anak, dan terlalu bodoh. Untuk bisa menggunakan Ruang Penyimpanan, kamu harus menjadi pintar. Karenanya, kamu harus lebih giat belajar, dan jangan pernah malas. Jika kamu malas, maka kamu tak akan bisa menggunakan Ruang Penyimpanan."

Yah.. aku berbohong padanya. Tetapi aku pun juga tidak tahu, apakah yang kukatakan ini memang benar atau salah – apakah Elfie benar-benar bisa menggunakan Ruang Penyimpanan, atau tidak?

Tetapi yang pasti, aku bermaksud berbohong padanya, agar dia bisa terus belajar, untuk mengisi kekosongan waktuku.

"Baiklah.. aku akan terus belajar. Aku akan belajar tiap hari, dan tak akan pernah malas..!"

"Bagus… kita akan belajar tiap hari. Aku akan membimbingmu secara pribadi", kataku sambil tersenyum bangga pada murid pertamaku.

"Tapi aku bukan anak kecil..!"

Gawat.. kenapa aku keceplosan lagi, ya..?!

"Ya.. maaf, lidahku terpeleset."

"Huuu..-uumm…", hidung Elfie berdengung, sambil sedikit mengernyitkan dahinya dan menggembungkan sedikit pipinya.

Uuuh…! Imut sekali..!

*Pat.

Tangan kananku bergerak sendiri, dan mendarat tepat di atas kepalanya.

Ya, benar! Aku memberinya sebuah usapan di kepala.

Tapi kenapa? Itu karena dia imut sekali..!

Wajahnya cantik, dan sifatnya polos. Itulah kenapa dia tampak sangat imut sekarang dengan pipinya yang menggembung.

"..."

Saat tanganku mendarat, mata Elfie terpejam.

Elfie tetap diam mematung, dan tanganku masih terus bergerak, mengusapnya dengan lembut kepalanya.

Setelah beberapa saat, matanya mulai terbuka. Matanya berkilau sedikit, dan itu tampak cantik.

"Kamu tahu? Kamu terlihat sangat imut", aku memujinya.

Elfie yang mendengar pujianku, tersentak pelan. Pandangannya menurun sedikit – tak melihat ke mataku. Setelah beberapa saat, pipinya mulai merona.

"Kamu imut, karena kamu anak-anak. Ahahahaha…!", aku menambahkan, kemudian tertawa lepas.

"Aku bukan anak kecil!"

Elfie yang tadi tampak jinak, mulai menjadi liar.

"ahaha… ya, aku tahu."

"…", Elfie diam, tak menjawab.

Tanganku masih mengelusnya, dan wajahnya perlahan mulai melembut dan kembali seperti sebelumnya.

'Kalau kamu bukan anak kecil, lalu kenapa kamu mau diusap begini..?' tanyaku dalam hati.

Selama hampir 2 atau 3 menit, itu terus berlanjut.

Seiring berjalannya waktu, wajah Elfie semakin memerah. Nafasnya mulai sedikit tak beraturan dan berat.

Hingga puncaknya, Elfie mulai berbicara.

"A-a-aku. bukan. a-anak kecil…", suara Elfie tergagap saat berbicara.

Selesai berbicara, kedua tangan Elfie langsung terangkat ke atas memegang tanganku yang sedang mengusap kepalanya.

*Tap

Tangannya menyentuh tanganku. Seketika tanganku berhenti bergerak.

Tangannya agak gemetaran, sepertinya dia sangat gugup.

Perlahan, dia menurunkan tangan kananku sampai ke pipinya kirinya.

Maju selangkah, dia menggunakan kedua tangannya untuk memeluk lenganku sampai ke siku.

Dia memiringkan kepalanya sehingga tanganku terhimpit di antara pipi dan bahu kiri bagian dalamnya.

Dia menempelkan telapak tanganku di pipinya, dan dapat kurasakan juga kalau wajahnya sangat hangat. Atau mungkin panas, jika dibandingkan dengan lingkungan sekitar yang dingin.

Intinya, tanganku sampai siku, terbalut dalam kenikmatan hangat dan lembut tubuh.

Tanganku dipeluk oleh kedua tangannya, dihimpit di antara pipi dan bahu. Telapak tanganku ditempel ke pipinya yang panas.

Dan yang paling membuatku gila adalah sikuku yang menekan dadanya.

Sebuah perasaan, yang tak pernah kurasakan seumur hidupku. Perasaan lembut, kenyal, lembek, padat, dan lunak, terasa saat sikuku sedikit menekan dadanya.

'Ja-Jadi.. inikah yang namanya dada..?' Aku merasa seperti telah mendapatkan sebuah pencerahan.

Ya, sebuah pencerahan, karena selama aku hidup, tak pernah sekalipun aku menyentuh dada yang montok seperti ini – lagipula milik Pencipta itu sangat tepos.

Dan.. kalau dipikir-pikir, ini kali pertama juga aku menyentuh wajah seseorang sejak di Melofranist. Kulit wajah Elfie terasa sangat lembut dan halus.

Aku tahu itu, karena Elfie menggesekkan pelan wajahnya ke tanganku yang tegang tak bergerak. Selama waktu itu juga, Elfie memejamkan matanya.

"Hhhh…", nafas Elfie terdengar keras saat berhembus keluar.

Saat melakukan itu, Elfie tampak sangat menikmatinya.

"Tangan Tuan dingin..- juga hangat…."

Itulah kata-kata terakhir yang terdengar sebelum keheningan datang.

*Silent...

Selama hampir semenit, aku menikmati rasa geli, hangat dan nyaman di tanganku.

Selama waktu itu juga, pikiranku sangat kacau. Pertanyaan, kenikmatan, dan kepanikan, mengisi pikiranku hingga aku tak bisa berpikir jernih.

Dan tepat saat niat mesum timbul, aku segera tersadar bahwa ini adalah sesuatu yang salah.

Aku sadar bahwa ini saatnya untuk berhenti. Ini sudah cukup, lebih dari cukup.

Aku khawatir, jika tak berhenti sekarang, maka bisa berlanjut ke arah yang salah.

"Huft…", aku menghela nafas panjang yang tertahan.

"...?" Elfie menyadari aku menghembuskan nafas, tetapi dia segera melanjutkannya kembali, bahkan lebih intens – menggesekkan wajahnya ke telapak tanganku.

Aku perlu menguatkan tekadku. Aku harus berhenti, karena ini akan mulai menjadi lebih berbahaya.

Tapi ini sangat sulit…! Tubuhku kehilangan kendali, dan untuk menggerakkannya saja sangatlah berat. Rasanya seperti sikuku tertanam dalam ke sebuah permukaan lembut dan lunak.

Tapi.. tapi..- Bagaimana jika sebentar lagi..? Ya, sebentar lagi, mungkin semenit lagi?

Akh…! Tidak bisa begitu! Kalau aku terus menunda, ini tak akan berakhir!

Entah bagaimanapun, aku harus berhenti.

Dengan tangan kiriku, aku membantu untuk menarik tangan kananku yang terlilit kehangatan lembut ini.

"Eeckh..?"

Kenapa dia menahan tanganku..?

Ayolah.. ini tanganku, tetapi kenapa kamu menariknya seperti milikmu sendiri?

"Elfie.. lepaskan tanganku…"

Seketika tanganku terlepas, dan aku terdorong mundur kebelakang dua langkah.

"...!?"

Elfie memasang wajah melongo, seperti tak percaya.

"K-kenapa.."

'Yah… karena ini berbahaya! Atau kamu lebih suka jika aku menidurimu, hah..?!' tentu saja aku tak akan mengatakan itu padanya.

"Ayo-.. ayo kembali, ini sudah terlalu malam", aku sangat gugup, tetapi aku berhasil mengucapkannya dengan nada datar.

"..."

Elfie tampak sedih saat aku mengatakannya.

Apa perkataanku terlalu verbal? Atau karena nada bicaraku?

"Aku..."

Elfie terdiam setelahnya. Tubuhnya bergetar pelan, dan wajahnya tampak sangat gugup dan merah padam.

Aku tidak tahu apa yang ingin dia katakan, tetapi sekarang aku harus berhenti. Jika tidak, maka ini akan mengarah ke hal yang buruk, dan aku belum siap untuk itu.

"Ayo kembali."

Elfie mengangguk pelan dengan ekspresi pasrah.

Dan kita berjalan kembali ke desa.

...

Ada apa lagi dengan kecanggungan ini? Rasanya seperti Elfie yang sekarang adalah Elfie yang sama seperti sebelumnya.

Hampir seperti sebelumnya, tapi kali ini Elfie berjalan cepat di depanku. Jarak antara aku dengannya, sekitar 3 meter.

Aku berusaha untuk menyusulnya, tetapi dia juga semakin mempercepat langkahnya.

Argh..! Apa tadi aku benar-benar sudah baikan dengan Elfie? Tapi kenapa dia masih menjaga jarak dariku..?!

"Elfie.."

"..."

Dia berhenti, tetapi tidak menjawab. Bahkan tidak melihat ke arahku. Apa yang dia pikirkan saat ini? Jujur saja, aku sangat penasaran.

"Bisakah kamu berjalan lebih pelan?"

"Baiklah…"

Setelah itu Elfie mulai melambat, tetapi..-!

Saat aku berada tepat di sebelahnya, dia langsung melangkah lebih cepat, dan menciptakan sebuah jarak antara aku dengannya.

Apa ini? Ini terus berulang, dan aku merasa jarak kami sangat dekat, tetapi juga terasa jauh.

Sampai beberapa kali itu terus terjadi, hingga aku tak tahan lagi dan memutuskan untuk lari langsung ke arahnya, menghadangnya.

*Run

Aku berlari, menyalipnya dan kemudian berhenti di depannya.

"Ah!"

Elfie terkejut atas tindakanku yang tiba-tiba, dan memasang wajah aneh, yang sulit kujelaskan.

Dia terkejut, itu sudah pasti. Tetapi selain itu, aku bisa melihat kalau dia sangat gugup, dan malu.

Wajahnya memerah, sampai ke telinganya.

"A..-"

Dalam sekejap Elfie membalikkan badannya sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan, kemudian berjongkok di tempat.

"..."

Aku.. aku tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa tertegun melihat reaksi Elfie yang berlebihan.

Aku tidak menyangka kalau Elfie akan melakukan hal tersebut.

Awalnya, aku bermaksud untuk paling tidak berjalan di sampingnya, dan jika bisa aku ingin berbicara padanya agar suasana tidak canggung.

Tapi reaksi ini…

"Uuuh..~", Elfie bersuara tidak jelas saat berjongkok.

Yah.. aku tidak boleh berbohong pada diriku sendiri. Aku juga tidak bisa lagi berpura-pura untuk tidak tahu.

Buktinya terpampang jelas ada di depan mataku, dan aku sudah tak bisa menyangkalnya lagi.

Ya, benar. Elfie sepertinya telah jatuh cinta padaku. Perasaan yang mirip seperti jatuh cinta, misalnya terpesona, sayang, atau merasa nyaman di dekatku.

Mungkin dia adalah anak-anak, tetapi tubuhnya tak bisa berbohong.

Ini agak rumit, karena sulit bagiku untuk memutuskannya.

Intinya, jika dia adalah seorang anak kecil, maka normal jika dia merasa bergantung dan nyaman di dekatku yang merupakan orang dewasa.

Tetapi jika dia adalah wanita dewasa, maka normal juga jika dia jatuh cinta padaku.

Intinya, dia menyukai aku. Tinggal akulah yang memutuskan untuk melihat dia sebagai apa. Apakah sebagai seorang wanita? Atau seorang anak kecil yang belum dewasa?

"Elfie..?"

"..."

Elfie tetap diam, dalam posisi berjongkok.

"Ayo, Elfie…"

Aku menggenggam kedua telapak tangannya, kemudian menariknya agar dia bisa berdiri.

Di bawah pilar cahaya biru-putih, Elfie tampak begitu indah.

Elfie, dia melihatku dengan wajahnya yang merah padam. Kemudian, mulai menggeser pandangannya ke sedikit ke kiri.

Aku melepas genggamanku, dan meletakan tangan kananku di atas kepalanya. Dengan lembut, aku mengusapnya.

"Elfie anak baik…"

Ya, dengan mengatakan itu aku telah memutuskan untuk melihatnya sebagai seorang anak-anak.

Walau Elfie merupakan seorang wanita dewasa. Tetapi aku masih melihatnya sebagai seorang anak kecil yang belum dewasa, yang masih labil, dan yang ingin kulindungi senyum polosnya itu.

Aku tahu, aku tahu bahwa aku ini terlalu keras kepala dan egois, karena menginginkan agar Elfie tetap terus menjadi seperti ini – menjadi anak-anak dengan kepolosan.

"Aku. Bukan..-"

"Ya kamu bukan. Tetapi bagiku, kamu begitu."

Sepertinya Elfie tak puas akan jawabanku, yang masih menganggapnya sebagai anak-anak. Itu bisa dilihat dari ekspresi penolakan di wajahnya.

Tetapi…

"Karenanya, berusahalah untuk tumbuh dewasa. Dan berusahalah membuat aku melihatmu sebagai seorang wanita, bukan anak-anak."

Aku memberinya sebuah harapan.

"Baik…", Elfie tersenyum pahit.

Tapi di matanya, aku bisa melihat sebuah ilusi, ilusi api, api harapan.

"Haruskah kita kembali?" kataku, sembari menghentikan usapan di kepalanya.

"Eh-m…", Elfie mengangguk pelan.

Perjalanan berlanjut, dengan Elfie yang berjalan di sebelah kiriku.

Ya, ini adalah hasil yang kuinginkan sebelumnya. Tetapi…

"Tuan.. di sini dingin", kata Elfie sambil menggosokkan kedua tangan, kemudian menjulurkan tangan kanannya ke aku.

Yah… sepertinya dia ingin aku menggenggam tangannya.

"Tentu.."

Ya.. dia hanyalah anak-anak. Tidak masalah, bukan?

Bagiku, ini hanyalah tentang memberi kehangatan tangan. Tetapi baginya, ini mungkin lebih dari sekadar memberi kehangatan.

Sepanjang jalan, aku menggenggam erat tangan Elfie. Tangan Elfie begitu mungil, dan terasa hangat.

Jika harus jujur, aku menikmati saat-saat menggenggam tangannya, karena saat aku melakukannya menggunakan tangan sendiri, itu tidak sehangat ini.

Butuh waktu puluhan menit untuk bisa kembali ke desa.

Selama itu juga, pandangan Elfie mengarah sedikit ke kiri-bawah. Elfie juga tersenyum tipis, dan telinganya memerah.

Sebenarnya, kami bisa kembali dalam belasan menit. Tetapi menjadi puluhan menit, karena Elfie memperlambat langkahnya.

Dari yang awalnya sekitar 1 langkah/detik, menjadi 3 detik/langkah.

Perlahan tapi pasti, kami sampai di desa elf.

Aku mengantarkan Elfie ke rumahnya. Sesampainya di depan rumah, Elfie hanya terdiam. Rasanya seperti dia tak ingin berpisah dariku.

"Elfie.. sampai sini saja. Lain kali kita akan jalan-jalan lagi."

"Janji?"

"Ya.."

Sebuah janji, janji untuk kencan berikutnya.

"Selamat tidur Elfie.."

"Selamat. Tidur", Elfie agak terbata-bata saat mengulangi kata-kataku.

Setelah itu aku kembali ke rumahku. Waktu saat ini telah menunjukkan jam 3 pagi.

Aku mengeluarkan selimut tebalku, dan melebarkannya di atas balok kayu besar yang disebut ranjang ini.

Aku berharap, setidaknya menggunakan selimut sebagai alas, dapat mengurangi rasa sakit akibat bersentuhan dengan kayu.

Dan baguslah, itu berhasil, dan aku bisa tidur dengan nyenyak malam- maksudku pagi ini.

Mengenai janji, barusan aku membuat sebuah janji. Tetapi aku juga baru sadar, bahwa sebuah janji yang kubuat kemarin sudah terlanggar.

Janji mengenai bahwa aku tak akan menyentuh Elfie apapun yang terjadi, janji yang kubuat kemarin saat Elfie tertidur di Altar Dunia.

Hah… inilah mengapa aku bilang sebelumnya, bahwa "aneh" bagiku untuk membuat sebuah janji karena aku tidak pernah menepatinya sekalipun.

Aku bukanlah seseorang yang bisa menepati sebuah janji, dan inilah buktinya.

Kuharap di masa depan, aku bisa membuat sebuah janji yang pasti akan bisa ku tepati.

===

Author's Note:

Perlu kalian ketahui, bahwa menjadi Bodoh itu bukanlah hal yang buruk.

Tidak mengetahui kebenaran, adalah sebuah kesempatan untuk memilih – untuk mengetahui kebenaran atau tetap mempercayai kebohongan.

Setiap orang berbeda, tetapi memiliki satu kesamaan.

Yaitu, kebohongan adalah hal yang indah, lebih indah daripada kebenaran.

Maksudnya, setiap orang seringkali melihat hal-hal yang hanya ingin mereka tahu, karena mereka 'terlalu bodoh untuk mengetahui, atau terlalu takut untuk melihat' segala kebenaran yang ada.

Contohnya:

Kalian memikirkan keuntungan, ketimbang risiko dalam banyak kesempatan.

Kalian hanya melihat apa yang ada di depan mata, ketimbang yang jauh, yang menanti di masa depan.

Kalian mementingkan diri sendiri, dan menghiraukan orang lain yang kesulitan karena sikap kalian