webnovel

Helkeginia

Di Helkeginia, roh bumi menganugerahi rune-craft dan seni memanggil rekan sihir yang disebut familiar. Semua mage pada umumnya memiliki familiar masing-masing. Planet ini dinamakan Brimir, yaitu nama alternatif dari Bumi. Cerita akan berfokus kepada pelajar sihir di kelas khusus bernama Gillian. Kelas S adalah kumpulan pelajar sihir bertalenta. Suatu waktu Gillian menyadari bahwa dia memiliki kekuatan khusus. Satu hal yang paling penting bagi seorang main caracter, kekuatan spesial yang hanya dimilikinya, lalu heroine. Kelak Gillian akan mengalami banyak petualangan seru. Menghadapi Kimera, bertemu putri Anunnaki yaitu ras alien humanoid yang sangat mirip manusia.

Rivana_Nirvana · Fantasy
Not enough ratings
16 Chs

Bab 6

Gillian penasaran tentang siapa tamunya? Tentang siapa kah yang diundang ayah dan ibu mereka di acara makan besar ini. Datanglah seorang anak perempuan sebaya dengan Gillian. Anak itu berambut hitam pendek.

"Siapa ya?" Gillian tidak mengenali anak perempuan itu. Entah kenapa, Gillian merasa tidak asing.

"Ish...." Anak perempuan itu hanya mendesis kesal. Ia pun duduk di sebelah Louise. Louise pun tertawa, entah apa alasannya.

"Serius kak! Kakak beneran tidak kenal?" Louise rupanya menertawai Gillian.

Tidak lama kemudian datanglah Sebastian. Ia datang bersama sang istri, Shinta. Bahkan ada seekor kucing hitam yang mengikutinya.

"Paman Sebas! Anak siapa ini yang kamu bawa?" Gillian bertanya.

"Kakak serius nanya gitu?" Alisia berbisik kepada Louise.

"Iya, hehe...." Louise terkekeh.

"...." Sebastian duduk diam. Raut wajahnya seperti kebingungan.

"Hihihi." Shinta terkekeh.

"Ya ampun, nak.... Ini parvati loh." Sena menutup mulut dengan ujung jarinya, menahan tawa. Ia tertawa karena putranya.

"Apa, Parvati?" Giliran melongo, kemudian merasa pangling. Salah satu yang bikin beda, karena tidak pakai kacamata. Parvati biasanya selalu memakai kacamata.

"Aku hanya memotong rambutku, lihat! Hanya potong rambut! Ish ... dasar," umpat Parvati.

"Ya, maaf, maaf, jangan marah dulu." Gillian mengangkat tangan dengan gestur mohon maaf, seraya tertawa.

Gillian memalingkan wajah dari Parvati, karena tak kuat menahan tawa. Louise dan Alisia sedang bisik-bisik. Sepertinya mereka lagi ngomongin kakaknya.

"Julius!" Sebastian mengangkat tangan.

"Tidak, tidak! Bicarakan ini nanti saja," sanggah Julius.

Suara kembali hening.

"Masih gak percaya!" Parvati pun segera memakai kacamata. Hal ini membuat Gillian tidak bingung lagi dalam mengenali wajah Parvati.

"Oh iya ya." Gillian memberi raut wajah termenung. Louise dan Alisia terkekeh, menertawai ucapan dan ekspresi kakaknya.

Gillian merasa agak aneh, karena sebelumnya jarang sekali melihat Parvati tanpa kacamata.

"Baik mari berdoa dulu. Mari kita makan!" Sena menginterupsi. Sena memperbolehkan semua memulai makan lebih cepat.

Semua yang ada di ruang ini segera makan.

Sebastian adalah nama khas dari Germania. Sementara nama Shinta dan Parvati, nama dari negeri lain. Keduanya identik dengan tokoh mitologi India. Tapi mereka tidak berasal dari India atau negeri yang mirip India.

Ayahnya Shinta terbawa ke sini, melalui gerhana matahari. Gerhana menciptakan celah ruang dan waktu. Yudistira, penduduk dunia lain tak sengaja memasuki celah spasial.

Negeri tempat kakek Parvati berasal, disebut kerajaan Dewata. Kerajaan yang identik dengan Bali. Kerajaan Dewata adalah Bali versi medieval. Intinya, Parvati identik dengan gadis dari Bali. Ayahnya berasal dari Germania, ibunya warga Bali versi alternatif. Jadi Parvati adalah gadis berdarah blasteran.

Setelah acara makan besar, Julius bicara dengan Sebastian. Mereka bicara di halaman belakang. Gillian berjalan menuju ke teras depan. Kucing hitam menghampiri Gillian.

"Sedang mencari angin? Kenapa kamu terlihat cemas."

"Apa kamu melihat acara berita di televisi?"

"Tidak. Memang ada apa?"

"Kimera memasuki kota. Kimera berada di dalam kota!"

"Ini buruk."

Gillian duduk di teras, memandang langit. Hanya ada sedikit bintang di malam ini. Hal ini membuat langit menjadi lebih gelap.

"Kabar baiknya, aku mengetahui tanda keberadaan Kimera. Aku bisa mendeteksi keberadaan Kimera, asalkan jaraknya cukup dekat dari radar ku. Kemampuan sensor ku, tidak terlalu kuat dan tidak begitu jauh jaraknya."

Kabar baik dari fairy cat, membuat Gillian lebih tenang. Fairy cat lalu memperkenalkan namanya.

"Namaku Mito!"

"Aku ingin belajar skill intimidasi sepertimu." Gillian mengajukan sebuah permintaan.

"Yang kemarin itu ya. Hanya skill sederhana, sebenarnya. Efek skill meningkat seiring dengan magic power pengguna," tukas Mito.

Mito mengajarkan skill intimidasi, saat ini juga. Mito mengajak Gillian pergi ke taman dekat rumah. Skill intimidasi, harus dipraktikkan agak jauh dari rumah, agar efek skillnya tidak menggangu yang lain.

Gillian hanya berdiri dan tidak melakukan apa-apa. Kelihatannya seperti itu. Gillian mengeluarkan sejumlah mana dalam satu waktu.

"Apa caraku sudah benar?"

"Keluaran mana nya harus dibuat sederas dan sesingkat mungkin ya."

Mito memandu proses pelatihan singkat Gillian. Mito mengoreksi, sehingga Gillian mengulanginya. Terasa seperti ada getaran kecil diudara. Pada kesempatan kelima,  Gillian dikatakan telah berhasil menguasai teknik tersebut.

"Sudah benar!"

"Sungguh?"

Gillian merasa senang karena ia berhasil mempelajari skill baru.

"Kamu sangat berbakat! Serius. Seketika itu juga kamu langsung menguasai teknik ini. Kecepatan belajar mu, sangat ajaib." Mito memuji Gillian.

Setelah ini, mereka pun kembali ke rumah.

*****

Esok harinya, Gillian bangun dari tidur. Gillian langsung menuju ke balkon kamarnya. Di sana, Gillian melakukan perenggangan tangan beserta olahraga ringan agar badan tidak terasa kaku. Gillian terkejut setelah menyadari kalau disana ada Mito. Mito berkunjung pagi sekali.

"Kenapa kaget begitu?" Mito lagi berjalan mondar-mandir di balkon.

"Ya, habisnya." Gillian mengatur ritme jantung, setelah merasa kaget.

"Mau memburu Kimera lagi?" Mito bertanya.

"Kemana kita harus mencarinya?" Gillian bertanya.

"Dengan mencari ke setiap penjuru kota, tentunya. Lebih banyak unit sensor, lebih baik. Apa kamu punya skill sensor?" Tanya Mito.

"Sayangnya, aku bukan mage tipe sensor," bantah Gillian.

"Bagaimana kalau aku mengajari mu?" Mito menawarkan.

"Boleh juga." Gillian setuju dengan penawaran itu.

Gillian melakukan tos dengan si kucing hitam ini. Gillian bergegas mandi. Nantinya ia akan pergi ke padang rumput. Di luar dinding ada  padang rumput yang dikelilingi pohon-pohon. Bukan hutan kecil, karena pohonnya jarang-jarang.

Ini adalah tempat orang-orang melakukan latihan yang individu.

Gillian hanya duduk bersila sambil bersandar dipohon. Mito memandu proses latihannya.

Gillian berlatih mengenali tanda kehadiran.

"Tapi aku belum mengenali tanda kehadiran Kimera! Saat bertemu Kimera kemarin, aku belum punya skill sensor." Gillian menghentikan sesi latihan untuk sementara waktu.

"Tanda kehadiran Kimera sangat kontras dengan tanda kehadiran manusia atau familiar. Sekalinya kamu menguasai keahlian sensor, nanti kamu akan dengan mudah mengenali aura kehadiran kimera," Mito menerangkan.

Tanpa bicara lagi, Gillian kembali melanjutkan latihannya.

Masa liburan sekolah tersisa tiga minggu. Gillian memakai waktu sepuluh hari untuk latihan teknik sensor. Gillian menguasai teknik sensor level satu. Area yang bisa dijangkau sangat kecil. Skill sensor level dua memakan waktu selama setahun untuk mage berbakat.

Gillian tak berniat memperdalam keahlian sensor.

Sebelas hari sebelum tahun ajaran dimulai, Gillian mengalokasikan waktunya untuk melacak Kimera. Pencarian mereka ke seluruh kota, tidak membuahkan hasil.

*****

Tahun ajaran baru pun dimulai. Gillian akan menghadiri upacara penyambutan. Upacara ini akan dihadiri oleh jajaran ordo menara sihir. Gillian merapihkan diri dan sedang bercermin. Gillian melihat sebuah keanehan.

"Mata perak?"

Sejak lahir Gillian punya iris mata berwarna biru. Entah kenapa, iris matanya berubah menjadi perak. Gillian mengucek matanya, iris matanya kembali normal. Iris mata Gillian kembali berwarna biru.

"Untuk sesaat iris mataku berubah menjadi warna perak? ada apa ini?"

Tidak mau ambil pusing, Gillian segera pergi ke sekolah.

Gillian pergi lebih awal agar tidak terlambat. Gillian menyebrang jalan yang tertutup oleh jalur layang dari kereta magnet. Gillian menatap ke atas, melihat kereta magnet yang sedang melintas. Gillian dikagetkan oleh kucing yang menyeruduk kaki  secara tiba-tiba. Kucing hitam itu tidak asing bagi Gillian.

"Sedang apa kau?" Tanya Gillian, dengan perasaan kaget.

"Aku merasakan aura kehadiran Kimera!" Mito tergesa-gesa, berlari menuju ke arah yang berlawanan dengan tujuan Gillian.

"Benarkah!" Gillian mengejar Mito.

Gillian yang harusnya pergi ke sekolah, malah mengurusi Kimera. Gillian terus mengikuti arah tujuan Mito. Dalam wujud lite, lari Mito cukup cepat. Gillian sulit menyusul Mito, dengan kecepatan lari biasa.

Mito memperlambat lajunya agar Gillian dapat mengikuti.

"Menurutmu, apa Kimera akan mengincar paman Sebas?" Gillian bertanya.

"Aku rasa tidak! Posisi Kimera jauh dari rumah kami," sanggah Mito.

Mereka bergerak menuju distrik Central. Mereka tiba di alun-alun. Mereka sempat terhenti sejenak, untuk mengatur napas.

"Kimera ada di mana?" Gillian bertanya.

"Sebelah sini!" Mito kembali berlari.

Mereka tiba di distrik 46. Mereka melihat beberapa warga sipil yang tergeletak dijalan. Gillian mencoba mengamati kondisi salah seorang warga. Gillian memeriksa beberapa orang lainnya.

"Mereka tidak terluka sedikitpun?" Gillian melihat keanehan.

"Menurut dugaan ku, mereka telah diserap energinya," tukas Mito.

Tak butuh waktu lama, Mito pun kembali bergerak. Di jalan resident yang berikutnya, ada mage petugas patroli yang tergeletak. Mito segera memeriksa kondisinya.

Aparatur seperti polisi dan unit penjaga memiliki seragam serupa. Kemeja biru panjang dan celana biru panjang.

"Mereka kehabisan mana! Kimera memiliki kemampuan menyerap energi sihir. Kimera memiliki skill siphon mana!" Mito mengamati mereka.

"Pantas saja mereka tidak terluka sedikitpun," balas Gillian.

"Warga biasa yang tidak memiliki mana, energi fisiknya yang akan terkuras," Mito berkata.

Mito pun kembali bergerak untuk mengejar Kimera. Pada akhirnya mereka berhasil menyusul Kimera. Ada beberapa warga telah diserap energi fisiknya. Lima orang mage patroli, lagi mengelilingi Kimera.

Moncong ular piton mendekati seorang mage. Mulut ular terbuka, sejumlah energi sihir terhisap ke dalam mulut ular. Empat mage melakukan spell caster. Bola api, topan, hingga kilat kuning melesat.

Ketahanan fisik Kimera terbilang tinggi. Serangan empat spell caster tidak terasa sakit bagi Kimera. Ekor Kimera mulai menyerap mana mereka, akhirnya semua patroli dilumpuhkan.

"Kenapa mereka tidak menyadari kalau ekornya bisa menyerap mana?" Gillian sampai heran saat melihat tindakan para petugas patroli.

"Entahlah, mereka amatir sekali," sahut Mito.

Kimera menoleh ke arah mereka sambil menyeringai. Memamerkan taring singa yang mengerikan.

Tanpa basa-basi, Kimera langsung menembakkan bola api dari mulut singa nya. Gillian menghindarinya dengan ketangkasan gerak. Bola api kedua mendarat di depan matanya. Gillian terhenti sebelum menabrak bola api. Api langsung meluap di kawasan ini. Ada api mendarat di depan mata Gillian. Kali ini bola api memiliki efek meledak. Gillian agak sedikit terhempas kebelakang.

"Rupanya kalian lagi?" Kimera melihat dengan jelas siapa yang menjadi mangsanya.

"Bisa bicara?" Gillian kaget.

Kimera menembak bola api ke arah atas. Bola api menukik, dibuat jatuh dibelakang Gillian. Gillian mengira, bola api tak akan mengenainya.

Duar....

Gillian terhempas ke arah depan. Nampaknya ia telah salah dalam perhitungan. Gillian tergeletak di hadapan Kimera. Posisinya sangat dekat sekali. Saat Gillian berusaha bangkit, Kimera mulai melangkah.