webnovel

Greentea Latte

VOL 3. {Greentea Latte Destiny (21+)} = Bab 215 Badboy dingin yang memiliki penyesalan besar kini telah menjelma menjadi pria tampan dan mapan di usianya yang tergolong muda, yaitu 22 tahun. Di usia tersebut, dia telah menyelesaikan S1 di Oxford dan menjadi CEO dari perusahaan Fedrick Company, perusahaan yang bergerak di bidang kuliner paling besar se-Asia Tenggara. Sayangnya, di usia yang tergolong cukup muda itu, dia sudah menjadi duda sehingga dia mati rasa terhadap wanita. Afka menjalani hidupnya dengan monoton, tanpa cinta dan kasih sayang. Hanya ada kebencian yang besar dalam hatinya kepada seseorang. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan seorang gadis cantik yang sangat mirip dengan mantan istrinya. Sialnya, Afka mengenal dengan baik gadis itu. VOL 1,2. {Greentea Latte (18+)} = Bab 1-214 Afka Fedrick, seorang badboy tampan ala novel yang memiliki sifat yang dingin. Dia memiliki penyesalan terbesar dalam hidupnya. Penyesalan yang berhasil membuat hidup cinta pertamanya hancur berantakan. Ghirel Sananta, seorang gadis yang tertatih selama hidupnya. Tak ada kebahagiaan dalam kamus Ghirel sampai Afka hadir dalam hidupnya. Sayangnya, kebahagiaan itu hanya sesaat. Afka kembali menurunkan hujan padanya. Hujan badai yang membuatnya hancur berkeping-keping. Afka adalah penyebab kehancurannya. Afka adalah sosok yang bertanggung jawab atas rasa sakitnya. bagaimana kelanjutan kisah cinta sepahit Greentea yang terjalin diantara lembutnya Latte tersebut? by Depaaac_

Depaaac_ · Teen
Not enough ratings
369 Chs

-44- Ending

Ghirel Sananta,pecinta matcha dan warna putih itu tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi yang akan diadakan kurang lebih 5 bulan lagi. Otaknya yang tidak terlalu pintar membuat gadis itu harus belajar lebih ekstra daripada teman-temannya.

Ghirel menggigiti kukunya sambil memikirkan satu soal Tes Potensi Akademik yang menurutnya cukup rumit. Melihatnya saja berhasil membuat Ghirel mabuk kepayang. Bahkan,dia tidak tau rumus apa yang harus digunakan untuk mengerjakan soal tersebut.

Sebelum memulai belajar,Ghirel sempat menangis karena tak tau harus mulai darimana dan materi apa saja yang harus dia kuasai. Dia menyesal tidak memanfaatkan jalur rapot untuk masuk perguruan tinggi,rasanya dia ingin menyetel ulang waktunya menuju dua tahun yang lalu.

Ngomong-ngomong tentang dua tahun yang lalu,Ghirel teringat pertemuan pertamanya dengan Afka. Pertemuan singkat di lapangan basket yang membuat Ghirel menyadari jika mereka ditakdirkan untuk tidak bersama.

//FLASHBACK//

Ghirel sedang terdiam di bangku taman dekat lapangan basket. Dia menghela nafasnya berat karena tidak berhasil masuk ke sekolah negeri yang diinginkannya. Akhirnya mau tidak mau Ghirel harus masuk ke sekolah swasta yang cukup bergengsi atas paksaan Bunda. Kata Bunda,Ghirel harus belajar ditempat terbaik agar bisa sukses suatu hari nanti. Hal itu membuat Ghirel merasa menjadi beban berat untuk Bunda dan memutuskan untuk bekerja paruh waktu di Cafe Manshionsa agar dapat membiayai sekolah dirinya dan juga Junco.

Saat itu rambut Ghirel masih panjang menjuntai lurus hampir mengenai pantat. Tubuhnya terbilang cukup berisi dengan pipi chubby yang terlihat menggemaskan. Ghirel memegang kuncir rambut yang terbuat dari kain tile. Orang-orang menyebutnya scrhunchie.

Gadis itu menarik kebelakang rambutnya berniat menguncir rambut panjang itu agar tak berantakan mengingat angin sedang berhembus cukup kencang. Tetapi sialnya ikat rambut miliknya jatuh dan terbawa angin hingga Ghirel harus mengejarnya menuju lapangan basket.

"Ngerepotin banget sih lo,"kesal Ghirel sambil meraih ikat rambutnya.

Duar!

Sepertinya kesialan Ghirel tak berhenti di sana. Sekarang dia baru saja terkena bola basket tepat di jidatnya. Gadis itu sempoyongan berusaha menyeimbangkan tubuhnya selama beberapa saat. Kepalanya pasti memar mengingat betapa kerasnya bola itu menghantam kepalanya.

"Jidat lo memar,"kata seseorang. Ghirel menoleh dan mendapati pemuda dengan tinggi kurang lebih 178 itu tengah memainkan bola basket di tangannya.

Ghirel mendengus kesal,"Lo gak mau minta maaf apa?"

Pemuda itu menggeleng."enggak,kalaupun gue minta maaf memar di jidat lo itu gak bakalan langsung sembuh,percuma."

"Afka Fedrick?"panggil Ghirel.

Gadis itu melirik sekilas nametag di seragam yang pemuda itu kenakan. Sepertinya Afka juga sedang mendaftar di sini terlihat dari pakaiannya yang bukan seragam asli asal sekolah ini.

"Kenapa?"tanya Afka datar. Percayalah usaha Afka agar wajahnya tetap terlihat datar sangat berat. Dia ingin mendekap gadis di depannya dan mengatakan maaf berkali-kali sambil menangis. Tetapi dirinya tidak boleh egois. Dia harus membiarkan gadis itu tak mengenalinya.

"Gue pastiin gak akan berurusan sama lo selama di sekolah ini."kata Ghirel sebelum pergi meninggalkan Afka.

***

Ghirel tersenyum pahit mengingat masa lalunya dengan Afka,"harusnya gue beneran gak berurusan sama lo Af."

Lelah belajar, Ghirel menyambar handphone yang terletak tak jauh dari dirinya. Baru saja menyentuhnya,benda persegi panjang itu berbunyi. Ada panggilan dari seseorang yang sangat ia hindari,Kristal. Dia mengangkat panggilan tersebut dengan nada marah sedangkan Kristal menjawabnya dengan santai.

"Ada sesuatu yang harus lo tau tentang Siska dan Afka,sini temuin gue di coffe shop XXY."

Ghirel hanya bisa pasrah. Toh dia sudah mengetahui semuanya,tentang Afka dan Siska yang pernah berhubungan. Tetapi entah apa yang membawa dirinya sampai ke tepi jalan melangkah mengikuti arah yang Kristal sebutkan.

Ghirel rasa dia memang butuh penjelasan dari seseorang tentang situasi ini. Ghirel juga harus menyuruh Kristal minta maaf karena pernah membuat Siska koma. Bagaimanapun juga Siska tetap sahabatnya meskipun masih mencintai Afka sampai detik ini.

Ghirel memasukkan kedua tangannya kedalam saku hoodie yang ia kenakan. Cuaca rasanya cukup dingin dengan angin malam yang berhembus. Gadis menunduk memperhatikan sandal hitam dengan gambar panda yang sempat dibelinya di online shop berwarna orange.

"Gue masih cinta sama lo,"suara seseorang yang dikenalnya membuat Ghirel tersentak. Dia mendongak menatap Siska yang tangah mengungkapkan perasaannya kepada Afka di taman dekat Coffe Shop yang Kristal maksud.

Terlihat Siska dan Afka tengah bermain ayunan bersama sambil menikmati ice cream di tangan keduanya. Hati Ghirel memanas melihatnya.

"Gue tau kok,gue kenal lo dengan baik. Gimanapun usaha lo buat menyembunyikan perasaan itu,lo tetap gak bisa nyembunyiin itu dari gue."balas Afka sambil tersenyum.

Afka tersenyum kepada gadis lain di depannya. Seharusnya Ghirel menangis dan menampar Afka sekarang. Tetapi justru langkah kakinya mendekat dengan perlahan dan tubuhnya kaku tak bisa berbuat apapun.

"Kalian punya hubungan dibelakangku?"Ghirel terlihat sangat kecewa. Dadanya sesak dan terasa sangat sakit melihat hal itu. Matanya memerah menahan bulir-bulir air mata yang mulai turun satu persatu.

Afka dan Siska segera menghampiri Ghirel . Mereka berdua terlihat sangat gugup dan takut. Ghirel semakin yakin jika keduanya masih berhubungan dibelakangnya.

"Gue tau kok kalian pernah saling cinta dulu,gue tau kok kalian bohongin gue selama ini."bibirnya kelu tak bisa berkata-kata. Bahkan dia tak bisa marah seperti orang-orang karena terlalu kecewa.

"Jie gak gitu,dengerin penjelasan aku dulu!"Afka berusaha mencekal tangan Ghirel. Namun gagal,gadis itu menjauh dan tak tersentuh.

"Maaf gue gak ngasih tau lo tentang hubungan gue sama Afka dulu,"sesal Siska. Dia juga melakukan hal serupa dengan Afka.

Bulir-bulir air mata itu menetes semakin derasnya. Hatinya teriris melihat kedua orang yang sempat membahagiakannya. Takdir memang lucu,dia membuat Ghirel sangat bahagia kemarin lalu menjatuhkannya hari ini.

"Siska,bisa-bisanya lo cinta ke pacar sahabat lo sendiri?"lirih Ghirel dengan nada kecewa. Dia tak ada tenaga lagi untuk membentak. Seluruh tubuhnya benar-benar terasa lemas.

"Gue juga gak mau gini,gue juga udah nyoba buat move on dari si br*ngsek ini!"Siska berjongkok,mengacak rambutnya frustasi. Dia menyeka matanya yang mulai menitihkan air mata.

"Bisa-bisanya lo berusaha merebut Afka dari gue?"Ghirel melangkah lebih jauh berusaha menghindar dari Afka yang masih terus-terusan meminta maaf.

"Lo temen gue yang paling gue percaya Sis,tapi ternyata lo yang berbohong paling banyak sama gue! Kenapa lo gak bilang kalau X itu Afka?! Kenapa lo gak bilang kalau lo sayang dan cinta sama Afka?! Lo bikin gue ngerasa jahat banget karena ngerebut orang yang lo sayang,"tak terasa,rintik hujan mulai turun. Hujan kecil atas nama gerimis mulai berjatuhan memudarkan air mata mereka.

"Katanya lo perisai gue,tapi nyatanya lo pedang yang menusuk tepat ke ulu hati gue sampai gue hancur berkeping-keping,"lanjut Ghirel.

"Aku gak cinta sama Siska. Cinta aku dari dulu emang cuman buat kamu Jie,"kata Afka dengan pasrah berharap Ghirel mau mengerti.

"Gue gak tau kalau endingnya lo bakal pacaran sama Afka Jie,gue gak nyangka ini bakal terjadi! Gue awalnya mau jujur,tapi liat lo yang seantusias itu cerita tentang Afka bikin gue gak tega buat ngehancurin kebahagiaan lo,"kata Siska.

Ghirel menarik nafasnya yang terasa berat ditambah dengan tangisnya yang semakin mengencang,"terus sekarang setelah lo tau kalau gue gak di restui sama bunda,lo mau ambil dia? Lo deketin dia lagi?! Ambil Sis,bawa dia dan jaga dia. Udah cukup sampai di sini gue jagain orang yang lo sayang. Sekarang saatnya lo sendiri yang jaga dia!"

Afka menggeleng cepat,"aku gak mau putus sama kamu Jie. Ini salah paham,denger dulu penjelasan aku saat ini ya?"

"Tapi lo juga sayang sama dia Jie,"kata Siska.

Ghirel menggeleng,dia memejamkan matanya sejenak berusaha menenangkan diri. "Lo lebih mengenal dia daripada gue,lo lebih cinta dia daripada gue. Lo pikir gue gak tau kalau lo pernah koma satu bulan cuman karena memperjuangkan dia?"

"Jie,gue gak bisa ambil dia balik. Hati dia udah ada di lo,"kata Siska.

Ghirel bergeser menyejajarkan dirinya dengan Afka. Dia tersenyum pahit dengan air mata yang semakin derasnya.

"Mungkin ini ending dari hubungan kita. Aku gak bisa milikin orang yang juga di cintai sama sahabat aku,maafin aku Af. Kamu berhak bahagia sama dia."Ghirel mengusap rambut kriting milik Afka.

Afka menggeleng masih berusaha menjelaskan situasi ini kepada Ghirel. Tetapi gadis itu sangat batu hingga tak mau mempercayai penjelasannya. Hingga akhirnya Afka hanya bisa menatap punggung Ghirel yang semakin menjauh di bawah rintik hujan yang semakin deras.

Akhir cerita mereka seperti Greentea yang terasa pahit dijalani.

Gimana nih endingnya?

Depaaac_creators' thoughts