webnovel

Bab 13. Curiga

Lusi terdiam seribu bahasa di balkon kamarnya. Pikirannya masih terusik dengan kejadian double date malam tadi. Ia bertanya-tanya, apakah ini hanya perasaannya saja, ataukah Reyhan memang hanya selalu memperhatikan Putri saat menonton bioskop tadi?

Jika iya, kenapa Reyhan melakukan itu? Apa alasannya?

Lusi dan semua orang tahu jika Reyhan memang sangat memperhatikan Putri selama ini, tapi sebagai apa?

'Haruskah aku bertanya langsung pada Reyhan? Tapi bagaimana jika Reyhan salah paham dan mengira bahwa dirinya tidak mempercayai Reyhan? Ini membingungkan.'

Pikiran Lusi benar-benar kacau sekarang.

Lusi langsung berdiri begitu ia mendapatkan sebuah ide. Gadis itu berlari keluar dari kamarnya, dan menuruni tangga untuk mencari keberadaan Putri.

"Ngapain lo lari-lari di dalem rumah?"

Lusi menoleh ke arah suara Gilang yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Lihat Putri nggak, lo?"

"Putri? Kayaknya di kolam, tadi habis berenang sama Via!

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Lusi langsung beranjak menuju kolam. Benar saja, Putri ada di sana, ia sedang berenang bersama Via.

"Berenang nggak ajak-ajak!" seru Lusi sambil duduk di tepian kolam.

"Salah sendiri di teriakin sampai suara serak, tapi nggak juga keluar kamar!" sahut Via dengan santainya.

"Gue tidur, jadi nggak denger!" kilah Lusi.

Lusi memperhatikan Putri yang sedang berenang dengan begitu santainya. Si lugu yang tidak pernah mau memakai bikini atau pakaian renang saat di kolam. Putri mengenakan kaos oblong biasa dan celana pendek. Mungkin ia malu karena ada pria di share house ini, atau dia tidak percaya diri dengan bentuk badannya. Entahlah.

"Put," panggil Lusi pelan.

"Ya?"

"Gue penasaran deh, kok kalian bisa deket, ya?" tanya Lusi tanpa basa-basi.

"Maksud kamu?"

Setelah mengatakan itu, Putri langsung menyusul Lusi, dan duduk di samping gadis itu.

"Lo sama Reyhan."

Putri tersenyum tipis. Ia lalu menatap air kolam yang bergelombang karena Via masih berenang ke sana-ke mari.

"Kita udah kenal dari kecil, kita juga satu sekolahan dulu, dan orang tua kami sangat dekat. Mereka, selalu meminta Reyhan untuk menjagaku, karena itu Reyhan sangat memperhatikanku.

Lusi menatap lekat-lekat wajah Putri.

"Kenapa mereka suruh Reyhan jagain lo? Kalian kan seumuran! Lo bukan seorang adek yang harus dapet penjagaan!"

Putri tersenyum lebar, ia melirik Lusi sambil menggeleng pelan.

"Aku nggak tahu, tanya Reyhan aja, mungkin dia tahu jawabannya!"

Lusi merengut kesal.

Alasan Lusi bertanya pada Putri, karena ia tidak ingin bertanya langsung kepada Reyhan. Sia-sia saja ia bertanya.

"By the way, kenapa kamu tiba-tiba penasaran? Well, kalian semua tahu bahwa kami memang sudah dekat dari dulu, kenapa baru sekarang kamu nyari tahu?" tanya Putri sambil menggerak-gerakan kakinya hingga membentuk gelombang-gelombang kecil di kolam.

"Karena sekarang, dia itu pacar gue. Gua cuman gak suka aja kalau pacar gue merhatiin perempuan lain, sekalipun itu lo, yang entah temen, saudara, atau apanya!" sinis Lusi.

Begitulah Lusi, ia adalah gadis yang selalu mengungkapkan isi hatinya tanpa keraguan. Gadis paling berani, jujur, dan apa adanya.

"Jadi, kamu tanya kayak gini karena gak suka Reyhan merhatiin aku?"

Setelah bertanya, Putri terkekeh pelan.

Bukankah ini lucu? Lusi sedang menegaskan bahwa Reyhan adalah kekasihnya. Kekasih yang di ambil dari Putri tentunya.

"Kok lo ketawa? Ada yang salah?!" protes Lusi.

Putri menggeleng lemah.

"No, gak ada yang salah. Aku malah salut sama kamu! Udah memang seharusnya kalau kita menjaga apa yang sudah menjadi milik kita." Putri berujar pelan.

Tanpa mempedulikan Lusi lagi, Putri pun kembali melompat ke kolam dan berenang menyusul Via.

***

Reyhan menatap datar layar handphone-nya, ia sedang menimbang apakah ia harus mengangkat telepon ibunya atau tidak. Seperti biasa, ibunya itu pasti akan mengintrogasinya mengenai Putri. Apakah ia menjaga Putri dengan baik, apakah Putri baik-baik saja, kapan mereka berencana untuk menikah.

Jujur saja, Reyhan lelah dan muak mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu.

Mereka sudah mengekangnya sedari kecil. Reyhan tidak memiliki kebebasan untuk berteman, memutuskan sesutu, dan melakukan sesuatu selain bersama dengan Putri.

Ia selalu bertanya-tanya, kenapa dia harus melakukan ini? Kenapa ia hidup hanya untuk bersama Putri?

Putri memang gadis yang sangat cantik, baik, dan penyayang. Jika saja mereka tidak dipertemukan dalam kondisi seperti ini, Reyhan rasa ia bisa saja jatuh cinta pada gadis itu. Akan tetapi, dengan doktrin dari keluarganya bahwa ia hanya boleh bersama dengan Putri membuat Reyhan merasa terkekang.

'Haruskah aku memberitahu ibu?' terbesit dipikiran Reyhan untuk benar-benar  mengakhiri semuanya. Hingga tanpa sadar, pria itu menekan layarnya, dan mendekatkan handphone itu ke telinganya.

"Kenapa lama angkatnya?" sergah sang ibu begitu telepon tersambung.

"Ada apa, Bu?"

"Kamu bisa nggak, weekend nanti pulang?"

"Kenapa emangnya?"

"Ayahmu sakit, mungkin kalau lihat kamu sama Putri, ayah bisa cepet sembuh.

Baiklah, jika sudah seperti ini, apa yang bisa ia lakukan?

"Rey lagi sibuk, Bu. Banyak banget kerjaan di kantor. Putri juga kayaknya lagi sibuk, nggak yakin apa kita bisa pulang weekend nanti." Reyhan mencoba mencari alasan untuk menghidar.

"Kamu lebih mentingin kerjaan daripada ayah?" pekik ibu Reyhan.

Pria itu menghela napas berat, ia lalu menyandarkan punggungnya di sofa.

"Kalau enggak, biar Reyhan aja yang pulang, soalnya Putri sibuk banget."

"Enggak usah pulang kalau nggak sama Putri! Kamu tahu kan ayah itu seperti apa, ayah akan sedih dan berpikiran macam-mcam kalau kau pulang sendiri!"

Setelah mengatakan itu, sang ibu langsung mengakhiri panggilannya.

Mengingat hubungannya dengan Putri yang tidak baik saat ini, Reyhan tidak yakin apakah Putri mau diajak ke rumahnya. Akan tetapi, melihat situasi saat ini, bukan waktu yang tepat juga bagi mereka untuk memberitahu keluarga tentang berakhirnya perjodohan mereka.

Reyhan beranjak dari sofa untuk menuju kamar Putri. Setidaknya, ia harus mencoba. Mungkin saja, Putri mau berbaik hati dan menjenguk ayahnya.

"Ada apa?" tanya Putri begitu pintu terbuka.

Gadis itu tampak tidak senang melihat kehadiran Reyhan di depan kamarnya.

"Ayahku sakit. Jadi, ibu minta kita pulang weekend nanti," ucap Reyhan tanpa basa-basi.

"Kenapa nggak ajak Lusi aja?" sinis Putri.

Gadis itu hanya berusaha bersikap acuh. Dia tentu sangat peduli dengan kesahatan ayah Reyhan. Hanya saja, berat untuknya jika ia harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa di rumah Reyhan nanti.

"Lo tahu kondisinya, 'kan? Ini bukan waktu yang tepat buat ngasih tahu mereka tentang kita!"

"Kamu bener, ayah lagi sakit, dia bisa tambah drop kalau tahu anak kebanggaannya itu tukang selingkuh. Ya terus, mau kamu gimana? Bohongin mereka? Kamu mau aku pura-pura masih jadi tunangan kamu?"

Reyhan terdiam. Ini menyebalkan, tapi toh tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan.

"Biar ayah sehat dulu baru kita kasih tahu yang sebenarnya sama mereka!"