webnovel

First Impression

Seketika tubuhnya mematung, napasnya sesak. Tentu saja hal itu terjadi. Bagaimana bisa seseorang yang baru muncul di dalam mimpinya semalam, seketika muncul dihadapannya secara nyata. Feni tidak pernah bertemu sebelumnya, apalagi berurusan dengan lelaki itu.

"Nama saya Shaula Nalika. Saya anak kedua dari tiga bersaudara. Saya berasal dari Sumedang, tapi sejak kuliah sudah tinggal di Jakarta."

"Oke, selanjutnya.."

Suasana tampak hening. Pikiran Feni yang sejak tadi berkelana, sama sekali tidak menyadari bahwa seisi ruangan menunggunya berbicara.

"Sstt, Feni. Giliran kamu memperkenalkan diri," ucap Shaula.

Feni masih belum menyadari petunjuk dari temannya itu. Matanya menatap lurus, namun pikirannya terbang entah kemana. Tanpa pikir panjang, Shaula menginjak sepatu Feni dengan keras.

"Awh.. Apaan siy La, sakit tahu ga," keluh Feni.

"Perkenalkan dirimu sekarang," ucap Ola sambil berbisik.

Sontak bola mata Feni membulat menatap seisi ruangan dengan tegang. Semua mata menyoroti dirinya. Seakan menunggu sesuatu keluar dari mulutnya.

"Owh maaf, nama saya Feni Alona, bisa panggil saya Feni. Saya asli Jakarta dan sudah tinggal disini dari lahir. Anak pertama dari dua bersaudara, terima kasih," Feni menyeringai.

"Feni Alona, oke. Kamu tahu, yang lain menghabiskan waktu sepuluh sampai lima belas detik saja untuk memperkenalkan diri. Sedangkan kamu, membutuhkan waktu satu sampai dua menit," ucap Egy.

"Maaf Pak," respon Feni gugup.

Glek

Feni benar-benar malu dibuatnya. Dia tahu kesalahannya. Seharusnya dirinya memang tetap fokus dan mengesampingkan soal mimpi yang hanya ada di dunia khayal. Itu kan hanya sebuah kebetulan. Ya, kebetulan dengan perbandingan satu berbanding seratus juta. Mungkin hanya Feni saja yang bisa bertemu secara nyata dengan orang yang ada dimimpi tanpa kenal dan bertemu sebelumnya.

"Baik, sebelumnya giliran kami yang memperkenalkan diri. Saya Deka Margana, manajer di divisi perencanaan ini. Semua proses yang berjalan pada akhirnya harus dengan persetujuan dan sepengetahuan saya. Disebelah saya ini, Egy Rembaka. Beliau adalah supervisor kalian."

Sejurus kemudian, Egy menundukkan kepalanya sesaat dan berkata, "oh iya, kalian cukup memanggil saya Mas Egy, karena saya masih muda. Ini juga berlaku untuk kamu ya. Jangan panggil saya Pak Egy," protesnya sambil menunjuk kearah Feni.

"Oh i-iya Pak, eh Mas Egy," jawab Feni gugup.

"Oke, sekarang kita lanjut ke diskusi tentang jobdesk project pertama kalian," imbuh Deka sambil menatap layar monitor di depannya.

Seisi ruangan tampak serius memperhatikan penjelasan dari manajer mereka. Tidak lupa mencatat setiap detail point penting yang terlontar dari ucapan pak Deka. Begitupun Feni yang tidak mau ketinggalan informasi penting tentang pekerjaannya. Jika salah, dia khawatir kena protes atasannya lagi.

**

"Ola istirahat dulu yuk. Lumayan juga nih mata dari tadi di depan komputer terus," ajak Feni.

"Iya, sebentar lagi Fen. Aku lagi input perkiraan anggaran bulan depan. Selesai makan siang harus kirim email ke mas Egy," ujar Ola tanpa merubah tatapannya di layar monitor.

"Huft, oke. Ada yang bisa kubantu?" tanya Feni serius.

"Tidak ada. Sebentar lagi selesai kok. Wait ya."

Sambil menahan laparnya, Feni terpaksa menunggu Ola, sahabat karibnya yang selalu beriringan sejak mereka dipertemukan saat training pertama kali. Dia memang selalu berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri. Setelah beberapa menit berlalu, Ola pun menghela napasnya sambil tersenyum.

"Allright selesai di email. Yuk makan," ajaknya sambil mengeluarkan dompet dari laci meja kerja.

"Akhirnya cacing di perutku berhenti demo juga," samber Feni sambil menekuk wajahnya.

Tanpa menunggu lama lagi, mereka pun berlalu meninggalkan ruang kerja menuju kantin yang terletak di belakang gedung kantor.

Jangan ditanya bagaimana suasananya. Sepuluh menit sebelum jam istirahat dimulai saja, kawasan kantin dan sekitarnya sudah menampakkan keramaian karyawan yang sibuk memesan makanan. Apalagi saat Feni dan Ola datang, walaupun hanya telat beberapa menit saja. Setiap sudut tempat makan sudah disesaki oleh beberapa karyawan satu gedung yang sama dengan mereka.

"Tuh kan La, kita makan dimana nih. Tempat penuh semua," ucap Feni sambil memutar bola matanya.

"Ya sorry, habis mau gimana lagi tugasnya harus diemail secepatnya."

"Emang mas Egy kalau nyuruh gak mikir dulu sih. Dekat istirahat ngasih tugas dadakan. Menurutku, malahan dia lebih pantas dipanggil 'Pak Egy,' karena mirip bapak-bapak. Kalau anak muda harusnya paham, waktu istirahat adalah waktu yang paling ditunggu karyawan."

"Ehh eh itu ada yang sudah selesai, yuk cepat kita kesana sebelum keduluan orang," potong Ola sambil sedikit berlari.

Feni yang melihatnya langsung membuntuti Ola dari belakang dan segera menempati kursi didepannya. Mereka memesan makanan dan minuman secara giliran. Waktu istirahat hanya satu jam saja, oleh sebab itu Feni dan Ola harus memanfaatkan waktu yang tersisa dengan maksimal.

"Aku dengar-dengar katanya mas Egy itu perfeksionis, makanya berulang kali aku periksa laporanku sebelum dikirim email ke dia. Sekali lagi sorry ya, jadi harus makan buru-buru begini," imbuh Ola sambil menyeruput minumannya.

"Denger dari mana? Pantesan waktu perkenalan tadi di ruang meeting, durasi waktu pakai dihitung segala perorang. Dipertegas pula, aku yang paling lama," Feni bersungut lalu menyuap makanannya.

"Hahaha iya ya. Lagian juga sih kamu ngapain bengong Fen?"

"Eh aku belum cerita ya. Jadi begini, kamu pasti gak asing dengan kalimat mimpi menjadi kenyataan, kan?"

Ola yang mendengar sambil sesekali menyuap makanan itupun menganggukan kepalanya.

"Nah aku bengong itu, karena melihat mimpiku ada di dunia nyata. Maksudku, aku melihat sosok laki-laki yang wajahnya seperti mas Egy itu di dalam mimpiku."

"Hah, jadi kamu mimpiin mas Egy?" tanya Ola meledek.

"Ihh Ola, bukan begitu maksudku. Dengerin, pikirin dan bayangin yah. Kita ini kan baru hari ini ketemu dia saat di ruang meeting tadi. Sebelumnya, saat training sekalipun, dia gak pernah menampakkan diri. Gimana mungkin, itu orang bisa muncul di mimpiku. Aku gak pernah berurusan dengannya pula."

"Hmm, aneh juga ya. Jangan-jangan kamu mulai mempunyai indera ke enam Fen. Kamu bisa mengetahui masa depan," ungkap Ola sambil menyeringai.

"Olaaaaa.. aku serius, jangan bercanda deh."

"Atau itu sebuah petunjuk, bahwa kamu akan selalu berurusan dengannya. Wah hati-hati Fen."

"Ah please ya La, jangan buat aku insecure. Buruan deh, kita harus balik ke ruangan. Sebentar lagi jam istirahat selesai," ungkap Feni sambil memasukkan ponsel dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Hahaha takut yah. Aku hanya becanda ngomongnya Fen," balas Ola sambil beranjak dari kursinya.

Lima menit lagi jam istirahat segera berakhir, Feni dan Ola pun sudah beranjak menuju lantai dimana ruangannya berada. Siapa juga yang mau berurusan dengan teguran-teguran di hari pertama mereka mendapatkan nomor identitas karyawan. Oleh sebab itu, dengan langkah cepat mereka kembali menuju ruangannya.

Ceklek

Pintu akses ruang divisi perencanaan terbuka. Sejurus kemudian bola mata Feni dan Ola membesar sambil melangkah perlahan masuk ke dalam. Siapa sangka mereka harus berpapasan dengan orang yang baru saja mereka perbincangkan.

"Eh permisi Mas Egy," ucap Feni dan Ola sambil menundukkan kepala dan berjalan cepat.

"Ehh tunggu!" sergap Egy cepat.

Glek

Mereka berdua menghentikan langkahnya dan segera membalikkan badan sambil melempar pandang penuh rasa kalut.

"Ola saya sudah terima emailnya, nanti saya cek. Dan kamu Feni, tolong cari file rekanan perusahaan bulan kemarin di ruangan berkas-berkas. Satu lagi, setelah saya kembali, file itu harus sudah ada di meja."

***