webnovel

GALERI KEJORA

Aetra hanya menerima takdir, semua yang terjadi bukan atas kemauannya sendiri. Aetra juga bukan anak nakal, Aetra menyayangi Ayah dan Ibunya. Seluruh pemikiran buruk tentang dirinya membuat Aetra basah. Basah di dalam telaga air mata yang nyata. Aetra tenggelam, terlelap dalam ketidakberdayaan. Di sisi lain, sang lelaki, dia tak akan membiarkan Aetra berlarut di dalam telaga yang gelap nan dalam. Menarik Aetra ke permukaan. Memberi cahaya dan berusaha tidak melewati garis batasannya. Ini kisah sang Puan mencari keajaiban Tuhan. Sang Tuan yang mengejar cintanya melalui Ridha Tuhan, dan sang Pahlawan yang melindungi malaikat kecil kesayangan.

raisaarmd_ · Teen
Not enough ratings
11 Chs

AARAV DAN RISSA

Setiap bulan, Sekolah Karya Sakti mengadakan pembersihan lingkungan. Sesekali membuat acara agar para murid tidak merasa bosan. Setiap pembersihan lingkungan di adakan, siswa dan siswi di wajibkan membawa masing masing satu buah alat kebersihan.

Hampir seluruh murid melaksanakan tugasnya dengan baik. Tak sedikit pula yang bersantai. Berlagak layaknya bos besar. Sungguh, murid seperti yang seperti itu pantas untuk di beri pelajaran.

"Mel, kamu cape? Ayo beli minum dulu."

Warna mata yang indah dibawah sinar matahari, membuat aura kecantikan Aetra bertambah. Senyum manis tak luput dari bibirnya. Sepasang netra coklat itu terus memperhatikan Amel yang kian kepanasan akan teriknya cahaya matahari.

Amel menoleh, menghadapkan wajahnya ke arah Aetra. Menganggukkan kepalanya dengan semangat, sampai membuat poni sepanjang kening itu bergerak naik turun.

Pergerakan itu tak luput dari kedua aksa sang Tuan yang kini sedang bersandar di depan pintu kelas. Elang memperhatikan keduanya sampai punggung itu menghilang dari pandangannya.

"Barengan aja mesennya, takut nenek lampir buat masalah." Kesal Amel dan menggenggam lengan Aetra. Memesan dua minuman, lalu mencari meja.

Sepasang sahabat itu berbincang hangat, membicarakan hal apapun yang menarik untuk dibicarakan.

Di seberang meja Aetra dan Amel, terdapat pula Aarav dan Tirta yang sedang beristirahat sehabis membantu Ibu kantin. Menyantap makanannya sesekali berbincang ringan.

Atensi Aarav beralih ke arah Aetra yang tertawa dengan lesung pipi yang tercetak indah di pipinya. Bentuk wajah itu benar benar tak bisa membuat Aarav bosan.

Suasana kantin benar benar tentram sampai suatu suara gebrakan meja dan jeritan membuat penghuni kantin terkejut. Semua fokus teralih ke meja dimana Aetra dan Amel berada. Dengan tatapan jengah, Amel bangkit dan berdiri dari duduknya.

Aetra yang merasakan akan terjadinya kerusuhan, segera mengajak Amel pergi dan tak menghiraukan keberadaan Rissa. Tapi Tak mau membiarkan Aetra pergi begitu saja, Rissa menahan Aetra dengan menarik Khimar yang di gunakan Aetra.

"Astaghfirullah Rissa, tolong jangan tarik kerudung aku." Cemas Aetra dan berusaha melepaskan tangan Rissa dari kepalanya. Sungguh tarikan Rissa hampir membuat setengah rambut Aetra terlihat.

Dengan raut tak terkendali, Amel mengeluarkan tenaganya untuk melepaskan tangan yang menurutnya kotor dari kepala Aetra.

"Ga malu apa? Kalo mau ngelabrak tuh cari tempat yang kece. Lu malah di kantin mulu, ga bosen apa?"

Rissa berdecak malas, merotasikan bola matanya jengah. "Segabut apa sih lo sampe ngurusin hidup orang. Ini urusan gue sama dia bukan sama lo."

"Pasang kuping lo baik baik Rissa. Masalah Aetra masalah gue juga, jadi kalo lo punya masalah sama Aetra otomatis lo juga berurusan sama gue."

Di sisi lain, Aarav benar benar tidak senang dengan Rissa yang berlagak seperti tidak takut apapun. Ia memperhatikan tingkah laku Rissa yang membuatnya emosi. Kenapa harus Aetra?

Apa Aarav perlu melakukan kekerasan terhadap Rissa?

Aarav bangkit dan berjalan menuju tempat kerusuhan tersebut. Memandangi Rissa dari atas sampai bawah dengan tatapan remeh. Rissa yang merasa terintimidasi hanya bisa menundukkan wajahnya.

"Harus berapa kali gue bilang?"

Suasana kantin mendadak sunyi, tak biasanya Aarav menunjukkan raut wajah yang benar benar serius. Karena pada dasarnya, jika Aarav sedang emosi dia tetap menunjukkan wajah tengilnya. Tapi ini tidak. Itu berarti, Aarav benar benar sudah emosi. Dan sebaiknya itu dihindari oleh semua orang.

"HARUS BERAPA KALI GUE BILANG RISSA?!"

Seluruh penghuni Kantin terperanjat kaget. Tak terkecuali Aetra. Rissa yang sekarang benar benar ketakutan hanya menggelengkan kepalanya pelan.

"Lo bukan siapa siapa disini, Lo cuman cewe yang gatau etika, sopan santun dan tata krama."

Rissa yang tadinya takut, kini juga mulai tersulut emosi. Merasa tak terima dikatakan yang tidak tidak oleh Aarav.

"Gausah bilang kalo gue cewe ga bener, lihat aja diri lo sendiri. Udah bener?"

Raut wajah Aarav benar benar datar. Tak menyangka jika Rissa akan berani membalas perkataannya. Sebenarnya ia tak mau ikut campur. Tapi karena melihat Aetra yang disakiti, Aarav benar benar tak terima.

"Kenapa? Wajar, gue itu cowo. Lo sendiri? Murahan main sana sini tanpa ingat waktu."

Rissa tertawa renyah, menertawakan perkataan Aarav. Aarav yang melihatnya justru merasa aneh. Mengapa Gadis ini malah tertawa?

"Ga heran sih mulut lo selemas itu. Lo sendiri aja sanggup buat ngatain cewe yang lo suka murahan."

Perkataan Rissa membuat Aarav bungkam. Tak tau akan berkata apa. Netranya beralih ke tempat Aetra dan Amel berdiri. Terlihat Aetra akan pergi dengan menarik lengan Amel. Namun Amel menahan Aetra, berbisik agar terus memperhatikan kericuhan yang terjadi.

Aetra yang awalnya memaksa, kini tenang dan ikut menyaksikan. Berjaga jaga jika terjadi kekerasan. Ia takut jika Aarav melakukan kekerasan terhadap Rissa. Rissa perempuan sementara Aarav adalah Laki laki. Tentu terlihat perbedaan kekuatan pada keduanya.

Kembali kepada Aarav. Sekarang Aarav bingung. Yang ia tau semalam, Sekolah sudah sepi. Seluruh murid sudah pulang ke Rumahnya masing masing. Tapi mengapa Rissa tau kejadian itu?

"Kenapa? Kaget? Semalam gue belum pulang dan ayah nyuruh gue nunggu lo!"

Lagi dan lagi seluruh murid dibuat terkejut dengan perkataan Rissa. Amel terbelalak kaget. Sama halnya dengan Aetra. Semua mata terfokus pada Aarav. Berharap mereka mendapat jawaban atas ucapan yang barusan Rissa katakan.

Tapi semua harapan hilang ketika Aarav yang mendadak pergi meninggalkan Kantin dengan tatapan mata yang tak tau apa artinya.

***

"Wow wow wow. maksudnya tadi gimana sih? Curiga gue."

"Curiga kenapa kamu Mel?"

"Eh bentar bentar Ra! Stop dulu stop."

Mereka berdua yang berjalan menuju Toilet menjadi terhenti karena tingkah Amel yang begitu heboh. Padahal tangan Aetra sudah benar benar kotor karena praktek membelah katak tadi.

Aetra Menghela nafas lelah. Berusaha tetap tersenyum dan membalikkan badannya menghadap Amel. "Kenapa tadi? Ayo sambil jalan aja."

Aetra yang hendak melangkah tetap di tahan oleh Amel, yang seperti fokus terhadap sesuatu yang seakan akan bisa membuat dunia menjadi gempar.

Melihat Amel, Aetra di buat ikut memusatkan pandangannya pada dua orang yang sepertinya sedang berdebat. Membicarakan hal yang benar benar serius.

Dan rahasia.

"Ra, itu Aarav sama Rissa kan?! Ngapain tu duo cebong di sana."

Aetra menggelengkan kepalanya tak tau. Merasa dirinya tak boleh mendengar apa yang dikatakan mereka, Aetra pergi meninggalkan Amel sendirian dengan keingintahuannya yang begitu tinggi.

Namun saat hendak pergi, Amel justru menarik lengannya dan mendekati tempat dimana Aarav dan Rissa berada secara sembunyi sembunyi.

"Mel, ini ga be—

Sebelum Aetra melanjutkan ucapannya, Amel sudah lebih dulu menempelkan jari telunjuk di mulutnya.

"Kita berdua udah janji ga akan ngebongkar ini semua." Ujar Aarav dengan gurat wajah yang benar benar datar.

"Lo Abang gue rav! Emang kenapa kalo orang lain tau hah?"

Aarav menggeleng. Menolak kebenaran jika Rissa adalah Saudarinya. Ia tak mau, dan tak akan pernah mau menganggap Rissa Sebagai adiknya lagi.

"Gue ga punya Adik, maaf."

Setelah mengatakan hal tersebut, Aarav pergi meninggalkan Rissa dengan rasa sakit yang mendalam di hatinya.

"Kapan Abang bakalan sayang sama aku? Aku iri sama orang lain. Iri lihat temen aku yang bener bener di sayang sama saudara laki lakinya." setetes air mata mulai turun menuruni pipi Rissa.

"Tapi gue bukan saudara lo. Gue ga punya saudara."

Sesak. Perasaan Rissa benar benar seperti di timpa oleh ribuan truk dengan berat yang tak terkira. Dengan perasaan yang terluka, Rissa berusaha melupakan lukanya tadi dan berterus terang kepada Aarav.

"Gue iri sama Aetra! Gue iri sama dia! Lo rela berantem demi dia, tapi lo sama sekali ga peduli sama gue."

"APA YANG LO SUKAI DARI CEWE MURAHAN ITU HAH?! KENAPA LO LEBIH SAYANG DIA DARI PADA ADEK LO SENDIRI?!"

PLAK!

"DIAM! Jangan sekali kali bilang Aetra murahan. Sekali lagi lo bilang gitu, gue bakal nekat pergi dari rumah. Gausah pancing emosi gue segala. Karena ujungnya lo juga bakal dapat kayak gini."

Dengan arah wajah yang menyamping akibat tamparan yang baru saja didapat, Rissa tak percaya Aarav benar benar bermain tangan kepadanya.

"Inget Rav, dulu sebelum Lo sadar akan perasaan Lo sendiri, Lo sempet bilang kalo Aetra sok suci. Cuman nyari perhatian."

Aarav seperti menutup telinganya, tak peduli dengan apa yang Rissa katakan.

"Dulu ya dulu, beda sama waktu yang sekarang. Dan ingat! gue ga pernah punya saudara perempuan."

kali ini, Aarav benar benar pergi meninggalkan Rissa yang sakit akan perkataan Aarav. Ia hanya ingin merasakan kasih sayang dari seorang kakak.

Tak beda jauh dengan Rissa, Aarav sendiri menyimpan luka yang lebih dalam. Ia rindu dimana saat Ia tak bisa tidur, Ibunya akan datang dan membacakan dongeng kepadanya. Terlelap di pangkuan hangat ibunya. Dan rindu akan senyum hangat ayahnya yang selalu diberikan khusus untuknya.

Semua orang menyimpan lukanya masing masing. Tak peduli seberapa hebatnya ia menyimpan luka. Karena pada dasarnya semua manusia hanya makhluk hidup yang penuh akan sandiwara.