webnovel

Berjalan Lancar?

"Tentu saja saya tidak setuju. Tidak perlu di tanya! Lagi pula, bukankah Anda berbelok? Saya dengar dari para staf kantor Hacin Grup jika Anda itu gay?"

"Hah? Apa pula ini?" seru Ady, memandang wajah Tama yang terlihat tersentak.

"Siapa yang mengatakan hal tidak berdasar itu, Tuan?!" seru Marta, tidak terima.

"Tama, kamu ...?" ucap Eva, terkejut bukan main.

"Tidak!" pekik Tama, mulai menunjukkan emosinya.

***

Tama menundukkan kepalanya dalam seraya semua orang memandangnya dengan tatapan meminta penjelasan.

Sementara Mina yang tidak mengatakan apa pun hanya bisa terdiam dengan menatap wajah Tama dengan gelagat santai.

Tama memandang wajah Mina yang sedang bersantai dengan menikmati tehnya di tengah suasana yang mencekik ini.

'Bisa-bisanya dia begitu tenang walaupun sudah mendengarkan hal yang mengejutkan seperti ini,' batin Tama, mengepalkan tangannya kuat-kuat.

Mina meliriknya sekilas dan kembali memalingkan pandangannya ke arah semula. Mengatakan jika ia tidak peduli dengan hal tersebut.

Tama menatapnya penuh dendam. Tapi Mina masih tidak memedulikan keadaannya itu.

Brak ...

Arie menggebrak meja dan menatapi wajah Tama dengan pandangan murka hingga membuatnya terlihat lebih mengerikan daripada biasanya.

"Apa yang kamu lakukan ha? Kamu mencoba menikahi adik iparku padahal kamu berbelok? Apakah kamu memintaku untuk mencekikmu, hah? Katakan kepadaku," pekik Arie, menunjukkan kepalan tangannya.

Glek ...

Tama menelan ludahnya melihat kelakuan sahabat karibnya. Sepertinya rencana awal untuk tidak saling mengenal yang diusulkan oleh Arie di sms tadi sudah dibatalkan secara sepihak olehnya.

Lihat saja, sekarang ia sudah memiting kepala Tama di ketiaknya dan membuat orang-orang terkejut dengan kelakuan wanita anggun ini.

"Ampun, Nyonya. Kamu juga tahu jika aku tidak benar-benar melakukan itu kan? Aku ini hanya memanfaatkan berita itu untuk menjauhkan para wanita parasit yang mengejar-ngejarku layaknya induk ayam itu, Rie. Kamu kan juga tahu itu dengan benar, hiks ...," pekik Tama, mengangkat kedua tangannya seakan-akan ia sudah di sergap oleh pihak kepolisian.

"Apa ini? Kalian berdua kenal dekat? Kenapa kamu tidak pernah mengatakan itu kepadaku, sayang?" ucap Arci, dengan kening berkerut.

Arie langsung menolehkan kepalanya dan menatap suaminya dengan deretan gigi yang sudah terlihat dengan sangat jelas di sana. Arie menunjukkan senyuman tengilnya dan menatap wajah Archi dengan gelagat kaku.

Sementara Tama pun melakukan hal yang sama. Ia menunjukkan dua jarinya dengan tersenyum masam kepada lelaki itu dan perlahan-lahan melepaskan tangan Arie dari lehernya.

"Aku tahu kamu sangat cemburuan dan kamu tidak senang jika Arie dekat dengan lelaki mana pun. Jadi aku dan Arie memutuskan untuk menyembunyikan identitas kami. Maaf, kami kira ini yang terbaik untuk menjaga hubungan rumah tangga sahabatku," ucap Tama, dengan menatap wajah Arci yang setia mengerutkan keningnya dalam.

"Maafkan aku sayang. Aku dan Tama adalah sahabat kecil. Dulu aku tinggal di samping rumahnya. Kami bahkan selalu menjadi kakak dan adik kelas semasa sekolah. Sampai akhirnya aku harus pindah rumah, karena itu kami juga jarang bertemu dan kontakkan lagi. Benar kan, Kak?" tanya Arie, memandang wajah Tama.

Tama langsung menganggukkan kepalanya pelan dan membuat Arci menghela napasnya kasar.

"Jika faktanya seperti itu, aku tidak akan menolak untuk menerimanya, sayang. Lagi pula kamu sudah menjadi istriku sekarang. Aku tidak akan lagi melarangmu dekat lelaki lain seperti saat kita berdua berpacaran seperti dulu," ucap Arci, menyesap anggur merah yang ada di gelasnya.

Melihat itu Arie langsung memandangnya dengan tatapan lega dan menepuk-nepuk pundak Tama dengan mengulas senyuman lega saat menatap wajahnya.

"Syukurlah jika seperti itu. Bisa kita kembali ke topik? Bagaimana bisa kamu memiliki gosip mengerikan seperti itu, Nak?" tanya Ady, melemparkan tatapan horor.

Tama hanya mengedikkan bahunya acuh dan menatapi wajah Mina yang terlihat dingin dan kaku di sana dan saat melihat ke bawah, ia melihat tangan adiknya mulai menjalar ke atas tangan Mina dan hendak menggenggamnya dengan erat.

Tama langsung bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kedua orang remaja yang tengah duduk dengan jarak jauh dari meja makan.

Plak ...

Tama memukul tangan adiknya tepat waktu dan membuat Mina menolehkan kepalanya ke arah Tama yang baru saja menyelamatkannya.

"Kamu tidak dengar ya? Mina akan menikah dengan Kakak, adikku sayang!" ucap Tama, tersenyum dengan cara yang mengerikan sambil memandangi wajah adiknya itu.

Zhair langsung menatapnya dengan tatapan dingin dan memalingkan wajahnya dengan mendenguskan napasnya kasar berulang kali.

Sementara Mina hanya bisa memandang tangan Tama yang menggenggam tangannya dengan lembut.

"Bagaimana, Mina? Bukankah aku memenuhi syarat untuk menjadi seorang suami untukmu? Aku bisa memberikan semua yang kamu inginkan tanpa terkecuali," ucap Tama, percaya diri.

Mina menatap wajah Tama yang baru saja melamarnya secara tidak langsung itu dengan tatapan polos dan lekat.

Dalam beberapa detik ia terdiam sebelum akhirnya mengulas senyuman lembut dengan mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.

"Sudah memenuhi walaupun ada satu kekurangan fatal. Tapi tidak apa. Aku bisa menahannya seumur hidupku," ucap Mina, beranjak bangkit dari tempat duduknya dengan balas menggenggam tangan Tama.

Tama langsung menatap tangan mereka yang sudah terkait dengan erat. Beberapa saat terdiam, ia melihat sosok Mina yang terlihat tidak cocok dengan sebutan gadis bodoh karena wanita itu sangat pandai membaca situasi di sekitarnya.

"Karena besok kami akan melangsungkan pernikahan, saya izin membawa calon suami saya untuk kencan," ucap Mina, mengulas senyuman lebar.

Sementara semua orang memandangnya dengan tatapan bengong. Begitu juga Tama yang tak kalah terkejutnya dengan yang lainnya.

"Mina, kamu serius dengan pilihanmu?" tanya Arci, menatap wajah adiknya dengan sorot mata tajam.

Mina balas menatap pandangan kakaknya dengan tatapan serius dan senyuman lembut yang terlihat cantik di wajahnya.

"Iya. Ini lebih baik dari pada dengannya," tegas Mina, melirik wajah Zhair dengan penuh dendam.

Zhair pun menatapnya dengan tatapan tajam dan penuh dendam. Melihat dirinya yang tengah di permalukan oleh Mina, Zhair benar-benar merasa marah dan kesal dengan perlakuan gadis itu.

"Jangan gila! Dia bahkan lebih tua dariku 2 tahun. Bagaimana kamu akan menikah lelaki tua bangka seperti itu. Kakak tidak setuju!" pekik Arci, membuat Tama dan kedua orang tuanya menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Hey! Siapa yang kamu panggil tua bangka? Kakakku yang tampan itu hanya terpaut 5 tahun dari adikmu," marah Marta, menatap penuh kesal ke arah Arci.

Arci langsung memperlihatkan ekspresi wajahnya yang jelek dan itu membuat Arie menutupi wajah suaminya menggunakan serbet makan.

"Hahh ... sudahlah. Apa pun pilihannya, yang terpenting untuk kalian kan hanya pernikahan kedua keluarga ini. Jadi asal Mina mau melakukannya, kenapa harus diributkan?" ucap Arie, membuat suaminya menatapnya murka.

"Apa?" desis Arie, balas menatap horor kepada suaminya.

Arci yang melihat itu langsung menciut dan memilih untuk diam dari pada nanti malam ia harus tidur beralaskan koran di teras rumah.

Mina mengulas senyuman manis dan menatap wajah Kakak Iparnya dengan tatapan senang.

"Baiklah kalau begitu, kami pergi dulu!" ucap Mina, menyeret Tama keluar dari ruangan itu dengan tenang.

Kedua orang tua Tama dan Mina hanya bisa mengulas senyuman manis dengan mengakhiri pertemuan yang berakhir absurd itu dengan berjabat tangan bersamaan dengan ditandatanganinya kontrak kerja antara dua perusahaan milik kedua keluarga.