webnovel

Apakah Kamu Gay?

"Tapi saya memiliki satu syarat!" ucap Tama, dengan gelagat tenang.

Suara tawa Ady pun langsung menghilang saat mendengar perkataan dari putra sulungnya.

Ia menelan ludahnya susah dan memikirkan berbagai macam alasan yang bisa di gunakan oleh anaknya saat ini.

'Ah ... Tama adalah anak yang ambisius. Sekarang apa yang akan kamu lakukan? Awas saja jika kamu membuat ulah. Aku akan menghajarmu ketika sampai di rumah. Tidak peduli kamu sudah besar atau tidak,' batin Ady, menatap wajah Tama dengan sorot mata tajam.

Tama yang melihat itu hanya berdehem dan memalingkan wajahnya.

'Ugh ... anak sial!' celetuk Ady, merasa geram di dalam hati.

"Apa itu?" tanya Azran, dengan menaikkan sebelah alisnya bingung.

Mina dan Hera yang berada di sebelahnya juga senantiasa memandangi wajah tampan maskulin lelaki bertubuh jangkung dengan proporsi tubuh yang baik itu.

Tama mengulas senyuman licik dan menatap wajah Mina yang seketika mengerutkan keningnya dalam.

'Lelaki ini berbahaya!' batin Mina, mulai waspada terhadap Tama.

"Saya meminta, melakukan pernikahannya besok atau jika tidak, saya tidak akan melakukan perjodohan ini dan tuangkan saja Zhair dengan putri Anda," celetuk Tama, dengan santai.

Namun yang mendengarnya sama sekali tidak bisa santai.

Semua orang terdiam dengan menatap Tama dengan kedua mata yang membulat lebar karena saking terkejutnya dengan apa yang di katakan oleh lelaki berusia 25 tahun itu, barusan.

"A-apa?! Tidak. Jika besok–"

"Saya tahu jika pernikahan ini terjadi karena keinginan tetua Adytama dengan tetua Kinza Grup dulu. Jadi mau tidak mau, pernikahan ini harus dilakukan agar memenuhi janji, bukan?" sergah Tama, dengan tenang.

Mina yang perkataannya dipotong hanya bisa menatap wajah lelaki itu dengan tatapan kesal dan jengkel.

Sedangkan Zhair yang dari tadi hanya diam, langsung menghampiri Kakak lelakinya dan menarik kerah bajunya dengan melancarkan sebuah tinju ke arah wajahnya.

Tap ...

Mina menangkis serangan Zhair dengan kecepatan yang tidak dapat diprediksi. Yang jelas, tangan Mina sudah berada di depan mata Tama dengan menggenggam tangan Zhair yang hendak melancarkan aksinya di wajah mulus sang Kakak.

"Apa yang kamu lakukan? Jangan membuat keributan!" ucap Mina, menatap wajah lelaki itu dengan sorot mata yang tajam.

Sementara Tama yang baru saja mengalami semua kejadian itu hanya bisa membeku di hadapan kedua anak remaja yang terlihat menyeramkan ini.

Hera yang melihat tubuh Tama yang kaku tanpa berani bergerak sedikit pun dari posisinya langsung berusaha melerai Zhair dan Mina yang saling bertukar pandang dengan sorot mata yang cukup mengerikan.

"A-ah ... tunggu anak-anak. Sepertinya Tuan Tama terlihat sangat terkejut dengan tingkah kalian. Tidak bisakah kalian berhenti?" ucap Hera, tergagap.

Namun kedua tangan wanita paruh baya itu sudah singgah di telinga Mina dan Zhair dan menarik pelan telinga mereka.

"Wah ... ampun. Ampun, Tante. Sakit!" pekik Zhair, dengan heboh.

Sementara Mina hanya bisa terdiam dengan menahan air matanya yang hendak keluar karen jeweran maut sang Ibunda.

Zhair dan Mina memang tidak suka dijewer. Karena telinga adalah area sensitif bagi mereka berdua.

Lalu Hera yang mengetahui kelemahan mereka langsung menjadikan hal itu sebagai sasaran empuk tangannya saat keduanya bertengkar atau membuat banyak ulah seperti saat ini.

"Siapa suruh membuat keributan di acara penting seperti ini? Kalian memang tidak pernah akur!" pekik Hera, dengan suara omelan yang membuat kedua anak berusia 20 tahun itu meringis kesakitan.

"Tidak, Tante! Kami tidak bertengkar. Kami hanya adu ketangkasan, benarkan, Min?" celetuk Zhair, menyenggol bahu Mina.

Mina langsung menganggukkan kepalanya antusias. "Benar, Ma! Kita cuman aku ketangkasan. Tidak ingin membuat keributan."

"Halah, banyak sekali alasan kalian. Jika seperti ini saja kompaknya minta ampun. Kalau dibiarkan saja, kalian akan terus berkelahi tanpa tahu sakit!"

"TIDAK!!!" jerit keduanya, meraung.

Ady dan Eva menatap kelakuan Hera dan Zhair dengan tatapan tertegun. Mereka kira, hubungan keduanya tidak baik dan tidak mungkin dekat.

Namun apa yang terjadi di hadapan mereka ini? Bahkan Azran sampai tertawa melihat kelakuan istri dan kedua anak itu. Seakan-akan ia sudah sering melihat pertengkaran yang seperti ini.

Clek ...

Daun pintu kembali terbuka. Dua orang lelaki dan perempuan masuk ke dalam sana dengan langkah anggun dan mesra. Di belakangnya, seorang wanita berambut pendek berjalan mengekori langkah kedua Kakaknya.

Baru saja ingin pamer kemesraan. Tapi saat melihat kelakuan Hera, Mina dan Zhair! Ketiga orang itu langsung bengong dan menatap wajah Azran, meminta penjelasan dari lelaki itu.

"Hahaha ... sudah biasa. Seperti tidak pernah melihat bertengkar saja, hahaha ...," tawa lelaki itu, cukup lantang.

Arci, Kakak lelaki Mina! Langsung menepuk jidatnya ampun dan berjalan meninggalkan Arie, istrinya. Untuk pergi melerai Ibu dan kedua adiknya.

"Aduh, Ma. Pertemuan sakral ini jangan di jadikan tempat bertengkar. Malu sama orang tua Zhair," omel Arci, berusaha melepas tangan Hera dari kedua telinga adiknya.

Mina dan Zhair langsung mengambil langkah seribu untuk menjauh dari Hera dengan membawa kursi yang akan mereka gunakan duduk, nantinya.

2 meter dari jarak meja makan. Mina dan Zhair meletakkan kursi mereka dan duduk berjauhan antara satu sama lain.

Melihat itu, Arci hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya ampun dan duduk di meja makan bersama Istri dan Adik Iparnya.

"Maafkan atas keterlambatan kami, Tuan dan Nyonya Adytama," ucap Arci, membukukan badan sopan sebelum akhirnya ia mendudukkan diri di samping Arie.

"Tidak apa Tuan Muda. Kami sedikit terhibur dengan kejadian tadi. Saya tidak tahu jika Zhair dekat dengan Nyonya Hera. Padahal kelakuan anak saya cukup di tidak sopan tadi," ucap Tuan Ady, menampakkan ekspresi wajah masam.

"Hahaha ... Zhair memang seperti itu Tuan. Berandalan sekolah! Wajar jika dia memiliki sikap bar-bar seperti itu. Dan istri saya memaklumi 'attitude' Zhair yang buruk itu," ucap Azran, dengan ramah.

Tapi sepertinya nada bicaranya salah dan membuat kedua orang tua Zhair bingung. Antara haris berterima kasih atau langsung menegur putranya.

"Ah, sudahlah Tuan. Tidak perlu memusingkan samalah itu. Sekarang mari kita lanjutkan percakapan tentang pernikahan Zhair dan Mina. Tadi sampai mana?" tanya Arci, menatap bingung raut wajah masam orang-orang yang ada di hadapannya itu.

"Calonnya berubah menjadi anak tertua Adytama Grup! Tuan Tama yang akan menikah dengan Mina karena Mina tidak ingin menikah dengan Zhair. Tapi syaratnya, Tuan Tama meminta pernikahan di langsung besok! Bagaimana menurut pendapatmu, Arc?" tanya Azran, seusai menjelaskan.

"Tentu saja saya tidak setuju. Tidak perlu di tanya! Lagi pula, bukankah Anda berbelok? Saya dengar dari para staf kantor Hacin Grup jika Anda itu gay?"

"Ha? Apa pula ini?"

"Siapa yang mengatakan hal tidak berdasar itu, Tuan?!"

"Tama, kamu ...?"

"Tidak!" pekik Tama, mulai menunjukkan emosinya.