webnovel

Chapter 2 : Seeking Partner from Ballroom night (part 2)

Semua murid diperkenankan untuk berkumpul di ballroom jika semuanya sudah siap. Sebelum pemilihan partner dimulai akan ada upacara suci sebentar dan setelah itu, barulah tarian The Switching Couple dimulai.

Biar kuulangi lagi apa yang Roula katakan tentang tarian The Switching Couple.

The Switching Couple adalah tarian untuk dua orang beda jenis yang mana tarian itu mesti dimainkan secara bergantian. Aku mempelajari tarian ini setahun yang lalu di kelas satu--bersama teman-temanku tentu saja--ada beberapa peraturan yang mesti di lakukan saat melakukan tarian The Switching Couple.

Yang pertama harus memakai topeng. Aku juga tidak tahu mengapa tarian ini harus memakai benda merepotkan itu, tapi Menurut Caleida, yang namanya suatu hal yang acak, mesti di sembunyikan terlebih dahulu--dan parahnya, aku tidak paham dengan apa yang dia katakan--maksudku, kenapa mesti disembunyikan?

Dan yang kedua, ketika tarian Switching Couple berlangsung kalian harus menunduk. Yah, ini adalah hal yang paling sulit menurutku. Namun, saat kita berganti pasangan, kita mesti mengangkat kepala, tujuannya agar kita tidak menabrak orang lain. Dan setelah berganti pasangan, kita diharuskan untuk menunduk kembali.

Merepotkan? Iya memang.

"Caleida, sudah selesai belum?" Aku bertanya dengan memejamkan mata. Entah apa yang dilakukan Caleida pada rambutku. Aku harap dia tidak merusaknya. Yup, aku meminta pada Caleida untuk mendandaniku malam ini. Aku ingin terlihat cantik. Sudah lama sekali wajahku tidak dipoles make up. Kalau kau bertanya, aku bukan tipikal gadis yang senang berdandan.

Memakai make up ke sekolah pun jarang. Asal kau tahu saja, di sekolahku--sekolah sihir lebih tepatnya--memperbolehkan kami para murid untuk memakai make up. Guru pernah berkata kepada kami kalau make up juga bisa dijadikan sebagai senjata untuk berkamuflase.

Aku sendiri melongo dan menganggap itu adalah hal yang tabu. Namun, apa yang diucapkan oleh guru itu ada benarnya juga. Make up adalah seni mengubah wajah, dan kupikir Caleida sudah ahli dalam hal itu.

"Sebentar." Caleida membalas dengan tangan yang nampaknya masih sibuk 'mengacak' rambutku. Aku menghela nafas. Kuharap Caleida tidak membuat semacam 'prank' pada rambutku. Selain pintar dalam mendandani orang, gadis ini juga hebat dalam membuat prank.

"Tadaa! Sudah selesai, sekarang ayo buka matamu," instruksi Caleida. Aku pun membuka mata.

Aku langsung terkesiap dengan orang yang ada di dalam cermin. Itu ... Aku?

"Gimana? Cantik kan?" Caleida bertanya seraya meminta review. Make up-nya sangat bagus. Dengan senang hati aku akan memberikan lima bintang untuknya.

Make up yang ada di wajahku tidak menor dan lebih terkesan alami, dan untuk rambut juga, rupanya Caleida mengepang rambutku kemudian dijadikan 'bando', tak hanya itu, dia juga menggelung rambutku, dan tak lupa dia juga menghias rambutku dengan jepitan bunga yang berwarna pink.

Riasan rambutku persis seperti sihir yang kugunakan. Ah, kupikir aku lupa memperkenalkan diri pada kalian, namaku Peony Evanthe, aku adalah murid dari sekolah sihir Glowsmark, aku sudah duduk dikelas dua bersama teman-temanku dan aku adalah seorang penyihir dengan kekuatan bunga.

Penyihir nob lebih tepatnya, karena dilihat dari manapun aku masih belajar.

"Ini ... Aku?" Aku bertanya pada Caleida. Caleida sendiri langsung mengomeliku. "Haduh, sudah kubilang dan aku sudah menyarankanmu selama beberapa kali. Kamu itu sebenarnya manis tahu, jadi lain kali kamu harus di make up sesekali!" Serunya.

"Coba lihat ke cermin." Dia mengintruksi lagi. "Kamu terlihat cantik dengan make up," katanya, dia benar. Aku cantik.

"Tapi ... Topengnya ... "

"Ah, nggak usah khawatir, Galechka sudah menyiapkannya untuk kita," tukas Caleida enteng. Ah iya, aku lupa. Galechka yang membuat topengnya. Diantara kami, dia lah satu-satunya gadis yang paling kreatif. Gaun pink yang aku pakai, gaun toska yang Caleida pakai, dan gaun ungu yang Roula pakai bahkan topengnya pun dia sendiri yang mendesainnya dan menjahitnya. Galechka adalah gadis yang luar biasa.

Kami beruntung 'bukan' sahabat yang tidak tahu diri. Saat proses pembuatan gaun dan topeng, kami juga turut membantu Galechka. Yah, yang kami tahu ... Gaun itu tidak akan selesai sampai satu malam kan?

Karena itu lah tangan 'mager' kami memutuskan untuk bergerak. Dan sampai akhirnya? Gaun kami selesai dalam waktu empat Minggu sedangkan topengnya selesai sampai dua hari lamanya. Galechka itu tipikal gadis yang sangat teliti. Jika hiasan yang kami buat acak-acakan dia pasti akan langsung memberitahu.

"Oh, panjang umur."

Baru saja dibicarakan Galechka tiba-tiba datang. Dia Baru saja pergi ke ruang desain, Roula yang menemaninya ke tempat itu. Tanpa ba-bi-bu Galechka langsung memberikan kami sebuah topeng. Topengku berwarna pink dan memiliki ukiran unik di dalamnya. Topeng yang lain juga demikian, namun hanya warna yang membedakan.

"Kenapa lama?" Tanya Caleida nampak tak sabar.

"Maaf, ruang desain sekolah sempat akan ditutup, aku dan Roula sudah mati-matian merayu penjaga untuk mengambil topeng kita," papar Galechka.

"Tapi untungnya berhasil." Roula berucap lega sambil tersenyum lebar. Aku dan Caleida ber'oh' ria lalu memasang topeng tersebut ke wajah kami. Aku melihat diriku sesaat di cermin. Ah, ini mengingatkanku pada dongeng The Three Musketeers yang pernah aku baca. Tiga orang gadis Musketeers pergi ke pesta dansa dan hendak menyelamatkan seorang pangeran.

Mendadak aku merasa seperti tokoh utama yang ada di dalam dongeng itu.

"Peony, ayo!" Caleida membangunkanku dari dunia imaji. Aku mengiyakan ketika gadis centil itu membangunkanku. Kupakai sepatu berhak sedang lalu segera melangkah pergi dari kamar asrama bersama teman-temanku.

Ah, kupikir hanya kami seorang yang baru saja akan pergi ballroom. Ternyata banyak juga murid perempuan yang akan ke sana. Mereka memakai gaun yang cantik dan menawan. Nampak elegan, namun lembut bila dilihat.

"Aku harap yang jadi partnerku adalah Callister." Caleida bergumam. Kami serentak menoleh ke arahnya. Oh, aku hampir lupa. Caleida naksir berat dengan Callister. Callister adalah anak  laki-laki yang memiliki sihir air. Dia pintar dan juga cerdas. Memiliki kepribadian tenang, dan badass. Begitulah rata-rata anak perempuan di sekolah ini menilai dirinya. Nampak berlebihan seperti sebuah puisi, tapi itu benar.

Callister itu pendiam.

"Yah, mudah-mudahan." Galechka merespon dengan tidak yakin. Benar, kami tidak yakin kalau Callister dan Caleida akan menjadi partner. Maksud kami ... Callister itu pendiam, sedangkan Caleida itu cerewet. Apa jadinya kalau mereka bersatu? Akan seperti air dan api kah? Entahlah. Aku tidak bisa memprediksi namun, jika partner yang Caleida inginkan adalah Callister, kurasa itu bukanlah hal yang mustahil.

"Kamu sendiri? sekiranya siapa yang akan menjadi partnermu?" Tanya Caleida. Dia mendengar ucapan Galechka yang terdengar meragukan tadi. Galechka sendiri mengangkat bahu, nampak tak peduli. "Siapapun dia, kuharap dia bisa diandalkan, itu saja sih." Jawaban yang cukup sederhana dari Galechka.

"Roula, jadikan saja ballroom night sebagai ajang pencari jodoh."

"Iya, aku tahu." Roula merespon ketus. Bolehkah aku menyimpulkan kalau dia saat ini sedang mengingat Darken dan sedang ingin melupakan pemuda itu? Aku bukannya sok tahu. Mungkin karena mendengar kata "jodoh" dia jadi agak muak.

"Kalau kamu gimana Peony?" Caleida bertanya padaku. Sontak aku merasa gugup. Partner akan ditentukan oleh tarian Switching Couple, dan aku sama sekali tidak memiliki gambaran perihal partner apa yang aku inginkan. Sekali lagi, partner ditentukan oleh tarian switching couple. Aku tidak tahu seperti apa partnerku kelak, yang aku harapkan setelah mendapat partner adalah kami bisa bekerja sama dengan baik. Itu saja.

"Aku--"

"Hey, Peony. Hidupmu jangan terlalu flat dong, sekali-kali cari cowok kek." Caleida ngegas sebelum aku melanjutkan kalimatku. Andai aku tidak bersabar, mungkin kepalanya sudah kugetok sedari tadi.

Beberapa menit setelah kami berjalan dan mengobrol ria akhirnya kami semua sampai di ballroom. Ballroom begitu ramai dipenuhi siswa dan siswi sekolah Glowsmark. Di kiri-kanan kami ada prasmanan yang menyediakan makanan kecil dan penutup seperti softcake, macaron, kue-kue kering, teh, dan lainnya. Lalu di mimbar depan pojok kiri, ada beberapa pemusik yang siap memainkan musiknya tatkala upacara suci dan tarian switching couple dimulai.

Aku, Caleida, Galechka, dan Roula mengobrol berempat seperti biasa. Benar, apapun kami selalu berempat, tidur di asrama berempat, sekelas, dan ke kantin pun berempat. Orang bilang kalau kami ini seperti permen karet. Lengket dan sulit dilepas. Aku tertawa kecil saat mendengar hal itu. Mungkin itu yang dinamakan persahabatan?

Akan ada dikala suka dan duka, saling melindungi, ikatan batin yang murni, dan tidak terkalahkan? Kurasa itu filosofi kami berempat.

Terompet tiba-tiba saja berbunyi, aku dan ketiga sahabatku sontak menoleh ke depan ballroom. Di sana, ada seorang kurcaci berbaju hijau dengan pakaian badut. Pak Greff. Kurasa dia hendak menyampaikan sesuatu.

"Upacara suci penyambutan semester baru akan dimulai!"

Sudah kuduga. Semua murid pun di wanti-wanti untuk segera berbaris. Aku, Galechka, Roula, dan Caleida baris dibagian paling belakang. Kami semua mengeluarkan tongkat dan merafalkan mantra suci bersama-sama. Setelah merafalkan mantra suci, barulah kami berdoa dalam hati sambil memejamkan mata dengan tangan dan tongkat yang masih terangkat--tentu saja. Dalam hati aku berdoa,

'Semoga semester ini dimudahkan.'

Hanya itu. Doa pun selesai, dan semua murid diperkenankan menurunkan tongkat dan membuka matanya. Upacara suci telah selesai.

"Lima menit lagi tarian switching couple akan dimulai, semua murid diperkenankan berada di dalam ballroom dan jangan keluar sebelum tarian switching couple selesai, terima kasih." Pak Greff mengakhiri pemberitahuannya.

Yah, setelah pemberitahuan yang cukup singkat itu. Aku kembali berkumpul bersama Roula, Galechka, dan Caleida. Seperti biasa, Caleida membicarakan Callister. Dia juga bercerita pada kami bahwa saat berdoa dia berharap bisa satu partner bersama dengan Callister. Aku dan yang lain hanya bisa bersweatdrop. Kami selaku teman yang baik hanya bisa mendoakan. Hanya itu.

"Kuharap aku dan Aetos menjadi partner."

"Jangan begitu ah, Aetos itu punyaku tahu!"

"Tidak, dia milikku!"

Aku menghela nafasku saat mendengar jeritan kecil itu. Aku selalu mensugestikan diri dalam hati untuk tidak terlalu berharap pada pemuda tampan yang jago pada semua mata pelajaran sihir. Aetos Light. Begitulah namanya. Siapa yang tidak suka kepada pemuda tampan dengan tingkat kecerdasan dan keramah-tamahan yang tinggi? Aetos memiliki semuanya. Dimata orang dia sempurna, begitu juga di mataku.

Namun, ada satu hari di mana aku melihat Aetos menangis. Bersembunyi dibawah rindangnya pohon beringin sambil membuka buku. Menatap kosong ke arah buku itu. Aku terdiam saat dia melakukan itu, ingin menegur namun aku tak berani.

Memang siapa aku? Yang berani menegur cowok tampan?

Bisa-bisa aku dicakar oleh fans-fansnya.

"Sudah ketemu yang pas?" Caleida menggodaku tiba-tiba. Aku mengerang pelan padanya. Bisa-bisanya sahabatku itu membuat pipiku memerah. Ah, jangan tanya aku sedang apa. Aku ... Yah, sedang menatap Aetos yang saat itu sedang sibuk mengobrol dengan teman-temannya. Oke, oke ... Aku mengakui. Aku ingin Aetos menjadi partnerku, tapi aku tidak mampu berharap lebih.

Kadang kala berharap lebih dapat membuat hati menjadi rapuh. Karena hal itu, aku lebih memilih diam ditempat dan mengikuti alur.

Lima menit telah berlalu, dan kami selaku murid satu angkatan pun memulai tarian switching couple. Aku berdansa entah dengan siapa karena posisi kami berpegangan tangan dengan saling berhadapan sambil menundukkan kepala. Sang maestro mengetuk tongkatnya tiga kali, dan kemudian alunan musik pun mengalun merdu di ballroom.

Kami serentak menarikan tarian switching couple dengan menunduk. Kulangkahkan kaki dengan hati-hati disaat kesempatan tundukan itu. Aku tidak mau menginjak kaki orang. Yah, hal ini sangat sering terjadi saat latihan, begitu Bu Rowena, selaku pelatih tarian switching couple ini.

Dalam alunan musik, kami pun--baik perempuan dan laki-laki langsung berganti pasangan dengan berputar. Setelah itu, barulah kami menari secara berpasangan lagi. Nah, sekarang entah dengan siapa aku berdansa, aku tidak peduli.

Musik masih mengalun sebanyak tiga kali. Sekarang sudah akan mendekati akhir, atau bisa dibilang ... Penentu terpilihnya partner. Aku berputar, sedangkan laki-laki yang berdansa denganku memegang tangan sebelahku. Setelah aku berputar barulah dia memegang pinggangku lagi lalu berdansa seperti biasa.

Aku masih menunduk saat itu juga. Namun, tiba-tiba aku merasakan sesuatu ...

Sesuatu yang hangat, basah, dan lembut meluncur begitu saja tepat dikeningku. Pipiku memerah dan tubuhku meremang. Laki-laki yang berdansa denganku ini ... Dia ... Mencium keningku?!

"Ma-maaf, tidak sengaja." Dia langsung menyadari kesalahannya. Aku mengangguk. Yah, aku sudah bilang pada kalian kalau berdansa dengan cara menunduk itu merepotkan bukan?

Entah ini pernah terjadi sebelumnya atau tidak pada angkatan lain, yang jelas ... Pipiku masih merah hingga saat ini.

Alunan musik pun terhenti. Belum ada intruksi untuk selesai, jadi kami masih belum melepaskan diri. Anak laki-laki ini belum melepaskan tangannya dari pinggangku dan aku pun belum melepaskan tanganku dari pundaknya. Oh! Kupikir aku belum menceritakan peraturan lain tarian switching couple.

Jika musik sudah selesai dimainkan, jangan melepaskan diri dalam artian ... Jangan bubar dulu sebelum instruksi. Ya harus ada instruksi terlebih dahulu sebelum tarian ini dinyatakan sah. Setelah ada instruksi barulah, tarian bisa dinyatakan selesai.

"Lepas!"

Instruksi pertama. Aku pun melepas pundaknya.

"Angkat!" Instruksi kedua. Aku pun mengangkat kepala ke arah anak laki-laki itu dan anak laki-laki itu juga demikian.

"Lepas!" Kami semua serentak membuka topeng. Mataku langsung melotot setelah tahu siapa yang ada di  depanku. Entah ini hanya perasaanku saja atau bagaimana, semua orang menatapku dengan mata membesar. Aku tidak mengalihkan pandanganku padanya, pada anak laki-laki ini.

Kulihat, matanya juga membesar, pipinya memerah. Aku membuang muka. Dalam dua detik aku langsung membatin dalam diam sambil menunduk, menyembunyikan pipi merahku.

Aetos mencium keningku.

***

Catatan Author: cerita ini memiliki banyak kesalahan, jadi sangat dianjurkan dan sangat diperbolehkan untuk memberi kritik dan saran. terima kasih^^